Oleh
: Ardie Tyastama

Saat saya sudah berkeluarga dan sudah mendapat titipan dua orang
anak, kecintaanku terhadap buku ingin saya wariskan kepada mereka berdua. Sejak
anakku berusia dua tahun, saya membiasakan diri membaca buku dihadapannya. Dan
memang berdampak positif. Anak-anakku jadi terbiasa dengan buku. Kemana-mana
suka menenteng buku, meski belum bisa membaca. Anakku yang pertama kini telah
berusia lima tahun dan sudah mulai lancar membaca. Saya tidak punya kiat khusus
buat dia agar dapat membaca, hanya saban hari yang saya lakukan adalah membaca
buku dihadapannya dan sesekali membaca lantang (read aloud) buku cerita kegemarannya.
Mengenai Read Aloud ternyata dampaknya luar biasa. Anakku
dua-duanya lambat dalam segalanya. Anak saya yang pertama baru bisa ngomong
ketika sudah menginjak usia 2,5 tahun, itupun masih terbata-bata. Sedangkan yang
kedua kini sudah memasuki usia 2 tahun dan belum juga menunjukkan tanda-tanda
bisa ngomong lancar. Kini ia baru dapat meneriakkan kata ayah. Read aloud saya katakan luar biasa
karena melihat anak saya yang pertama, dari belum bisa ngomong saya telateni membacakannya dengan suara
lantang, kini ketika sudah lancar ngomongnya, kosakatanya sudah melimpah.
Memasuki usia angka 5 tahun, ia sudah dapat membaca buku cerita sendiri. Tanpa
harus saya drill dengan buku “Anak
Sholeh Suka Membaca”, dia sudah dapat membaca dengan sendirinya tanpa bimbingan
yang berarti.
Read aloud kiranya dapat menjadi terapi bagi para orangtua yang kesulitan
mendidik putera-puterinya dalam hal membaca. Dengan read aloud pula kedekatan hati orangtua dengan si buah hati kian
lengket dan harmoni. Anak-anak akan menaruh hormat pada orangtua tanpa harus
memintanya untuk berlaku hormat pada orangtua.
Sebagai orangtua tentunya saya ingin menularkan virus membaca pada
anak-anak saya. Dan metode yang tepat untuk menularkan virus tersebut adalah
dengan Read Aloud. Nah melalui media
ini saya ingin berbagi pengalaman dalam membangun kebiasaan membaca khususnya
untuk anak-anak. Minat baca memang semestinya harus dibentuk dari sel yang
terkecil yaitu keluarga. Cara menumbuhkan minat baca dengan Read Aloud ialah cara orang tua sendiri
membacakan buku atau bahan bacaan lainnya kepada sang anak minimal selama 20
menit dalam sehari.
Program peningkatan minat baca telah dilakukan pemerintah selama
bertahun-tahun. Saya ingat sekali sewaktu kecil ada kampanye minat membaca sehingga
dibuka perpustakaan-perpustakaan di mana-mana. Tapi rupanya hal itu tidak
membantu meningkatkan minat membaca juga. Jadi kiranya konsep Read Aloud yang sudah lama dipopulerkan
Jim Trelease dapat kita jadikan
alternatif pilihan metode untuk membantu pemerintah menggalakkan program minat
membaca . Jim Trelease menulis konsep tersebut dalam buku The Read-Aloud Handbook secara sederhana dan ada science-nya. Saya pikir kalau itu
ditularkan maka akan bisa mengubah paradigma orangtua, yang sebenarnya mengetahui
bahwa membaca itu baik dan selalu mempunyai cita-cita agar anaknya gemar
membaca. Namun dia secara knowledge
tidak mengetahui apa yang harus diperbuat dan juga tidak mengetahui bahwa
kegiatan membacakan cerita bisa membuat anak menjadi gemar membaca.
Ketika kita sudah berencana atau mempunyai komitmen untuk membentuk
suatu keluarga, maka seharusnya kita memang sudah siap mempunyai waktu untuk
keluarga. Yang kita minta tidak banyak hanya sekitar 20 menit per hari.
Mulailah dari satu halaman sebuah buku cerita anak. Itu saja sudah bisa banyak
bercerita. Berdasarkan teori yang kita dapat dari buku bahwa sebaiknya kita
melakukan scan terhadap buku dan tidak membaca langsung kata per kata lebih
dahulu, tapi mulai dengan memperkenalkan gambar dan bercerita melalui gambar.
Saya rasa hal itu bisa dilakukan selama dua atau tiga menit sehari ketika anak
masih kecil.
Untuk mulai membacakan cerita sebaiknya dari sedini mungkin. Begitu
anak lahir, bahkan ketika dia masih di dalam kandungan pada tiga semester kehamilan
yang terakhir. Itu karena cara manusia untuk belajar membaca ada dua yaitu
melalui mata dan telinga. Nah, melalui telinga ini bisa kita mulai membacakan
cerita ketika anak di dalam kandungan. Tujuannya bukan untuk anak bisa membaca
tapi untuk memperdengarkan suara kedua orang tuanya karena suara kedua orang
tuanya merupakan cara yang ampuh untuk menenangkan anak. Kita mulai dengan
membacakan cerita melalui suara kedua orangtuanya.
Dalam metode Read Aloud
ini tidak ada kata terlambat, meski anak kita sudah memasuki usia 7 – 8 tahun.
Tetapi memang membutuhkan usaha yang lebih kalau anak sudah mulai berusia tujuh
tahun. Dia pasti sudah mulai bisa membaca, tapi caranya bisa sederhana.
Tentunya anak berusia tujuh tahun juga sudah mempunyai minat tertentu. Misalnya,
jika dia suka bola maka bisa mulai dibacakan dahulu cerita seputar bola, tapi
orang tuanya yang membacakan. Jadi si anak akan mengetahui ada informasi baik
yang bisa didapat dari membaca mengenai bola karena ia menyukai bola. Intinya,
jadikanlah materi bacaan sebagai komunikasi dengan anak melalui penggunaan
suara orang tuanya. Karena di mana pun anak pasti akan senang mendengar suara
orang tuanya dalam suasana yang lain. Bukan dalam suasana yang biasa ia dengar,
misalnya suasana kalau si anak melakukan kesalahan saja, cerewet. Nah ini
suasana lain sehingga bonusnya adalah kedekatan orang tua dengan anak.
Jadi sekali lagi orang tua musti berperan aktif, bahkan menurut Jim
Trelease kegiatan membacakan ini tidak boleh diwakilkan oleh orang lain maupun
audio cerita seperti CD dan segala macamnya.
Harus orang tuanya karena ketika anak lahir ada bagian otak yang bernama
limbic system ( Sistem limbic atau disebut juga sebagai otak emosional yang
merupakan pusat otak yang berperan dalam mengendalikan emosi). Sebanyak 60%
syaraf yang ada di limbic system ini menghubungkan kepada perasaan. Pintu
limbic ini harus ditutup. Waktu penutupan pintu limbic ini sangat sempit yaitu
usia 1 - 4 tahun. Jadi, orang tua harus susah payah membacakan cerita karena
kita mengharapkan pintu limbic ini tersambung melalui stimulasi dari suara
orang tuanya, sehingga nanti ketika dia dewasa dan menemukan masalah maka akan
kembali ke bawah sadarnya. Bawah sadarnya itu adalah suara orang tuanya yang
membentuk pintu limbic tersambung sehingga dia mempunyai perasaan yang dekat
dengan orang tuanya. Ketika mendapati kesulitan, dia pasti akan mencari suara
orang tuanya. Dia tidak akan mencari yang lain, katakanlah minuman keras atau
narkoba, tapi dia akan mencari suara itu.
Singkat kata, dengan konsep read
aloud atau membacakan buku melalui suara orangtuanya akan berhasil
menjadikan anak gemar membaca. Pada dasarnya ada dua hal dari sisi manusia.
Manusia itu sebenarnya akan mengerjakan sesuatu dengan sukarela kalau dia
menyenangi sesuatu. Kita identikkan dengan makanan. Kita akan makan ayam goreng
terus menerus, dan datang berkali-kali ke suatu restoran karena kita suka.
Kenapa melalui suara orangtuanya? Suara orang tua bisa menenangkan sang anak.
Jika pada saat bercerita dia tidak dengan marah-marah tapi dengan penuh kasih
sayang, pasti akan berhasil. Yang kedua, membaca itu ternyata suatu keahlian
yang harus dilatih. Sama seperti waktu kita belajar naik sepeda. Sempat jatuh,
baru bisa dua meter, latihan lagi jadi 10 meter. Jadi orang tua yang cara
membacanya datar-datar saja sehingga kedengaran tidak terlalu menarik, harus
belajar juga. Kadang-kadang harus cepat, kadang harus berhenti, kadang harus
lambat. Mengikuti alur dari cerita yang kita pilih. Akhirnya kita mempunyai
rasa buku. Dengan cerita itu, ketika anak menunjuk gambar dengan demikian
riangnya otomatis emosi kita juga terbangun di situ. Jadi jangan takut. Tidak
ada kata salah karena kita membacakan cerita itu untuk anak kita sendiri.
Nah, jadi jangan pernah berhenti belajar memperbaiki diri, jangan
pernah putus asa untuk membangun kebiasaan membaca buat anak-anak kita. Karena
gemar membaca lebih utama ketimbang bisa membaca. Untuk menciptakan anak dapat
membaca sekarang sudah tidak ada kendala, namun untuk membangun anak agar gemar
membaca, nah itu adalah tugas utama orang tua. Wallahu a’lam…
Pengelola Rumah Buku dan penghayat semesta diri, tinggal di Lereng
Ungaran
(Ketua
Forum TBM Kab. Semarang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar