*/Phillips Iman Hery W

Perpustakaan merupakan penyedia sumber informasi (tercetak
maupun non cetak), yang dibutuhkan oleh seluruh sivitas akademik didalam
mendukung proses belajar mengajar. Seiring
dengan perkembangan teknologi informasi yang berkembang pesat memberikan imbas
yang cukup signifikan bagi perkembangan perpustakaan. Salah satunya adalah
pengalihan bentuk dari printed ke
elektronik.
Pergeseran ini pulalah yang menjadikan bentuk
perpustakaan yang semula berbasis buku (perpustakaan tradisional) menjadi
perpustakaan yang berbasis digital (perpustakaan digital). Bentuk digital memberikan
kemudahan kepada pemustaka dalam mendapatkan
jasa layanan informasi yang tanpa batas baik jarak maupun waktu. Jasa layanan
informasi bukan hanya dalam konteks peminjaman dan pengembalian buku melainkan penyediaan
informasi terpasang (on-line) yang
disediakan oleh perpustakaan.
Layaknya sebuah mata uang yang mempunyai dua sisi
yang berbeda, keunggulan teknologipun tidak selalu memberikan efek positif
tetapi juga membuka peluang negatif seperti rawannya tindakan plagiarisme.
Kemudahan yang ditawarkan dalam mengakses dan mengunduh berbagai informasi dari
berbagai sumber yang ada tentunya membuka kesempatan individu untuk mengambil
jalan pintas dengan copy-paste tanpa mengindahkan penulis
aslinya. Kebiasaan copy-paste tanpa
disertai dengan penulis aslinya jelas merupakan tindakan plagiarisme.
Apa itu plagiarisme?
Menurut KBBI, plagiarisme adalah pengambilan
karangan (pendapat, ide dan sebagainya) orang lain dan menjadikannya
seolah-olah karangan sendiri, misalnya menerbitkan karya tulis orang lain atas
nama dirinya sendiri, jiplakan (2008:1083). Ciri suatu karangan dianggap
plagriarisme apabila : (a) Menggunakan tulisan orang lain secara langsung atau
aslinya tanpa memberikan tanda jelas misalnya menggunakan tanda baca (kutip)
atau blok alinea yang membeda bahwa teks tersebut diambil persis dari tulisan
lain. Dan (b) Mengambil gagasan orang lain tanpa memberikan anotasi yang cukup
tentang sumbernya.
Sedangkan menurut Plagiarism.org (2012), yang
tergolong kedalam bentuk plagiarisme adalah sebagai berikut
·
turning in someone else's
work as your own
·
copying words or ideas
from someone else without giving credit
·
failing to put a
quotation in quotation marks
·
giving incorrect
information about the source of a quotation
·
changing words but
copying the sentence structure of a source without giving credit
·
copying so many words or
ideas from a source that it makes up the majority of your work, whether you
give credit or not (see our section on "fair use" rules)
Dari karakteristik diatas jelas bahwa plagiarisme termasuk
dalam ranah kejahatan intelektual, bukan saja mematikan daya kreatif dan
inovatif tetapi juga melanggar hak cipta. Pelanggaran hak cipta bisa dikenai sanksi
hukuman (Undang-undang No.19 Tahun 2002
tentang hak cipta pasal 72 sub 7).
Upaya yang perlu dilakukan perpustakaan
Tindakan plagiarisme diperpustakaan boleh
dikatakan sulit untuk diawasi, maksudnya perpustakaan tidak bisa meniadakan
tindakan tersebut sampai seratus persen akan tetapi perpustakaan dapat
meminimalisir supaya tindakan tersebut tidak terjadi atau terulang. Upaya
tindakan preventif tersebut diantaranya :
a.
Memasang rambu-rambu anti plagiarisme. Rambu-rambu atau simbol-simbol bisa berupa kalimat
atau gambar provokatif yang isinya untuk tidak atau jangan melakukan
plagiarisme. Rambu-rambu atau simbol tersebut lebih bersifat preventif, yang
diharapkan dapat mengingatkan pada setiap pemustaka bila mereka menggunakan
jasa layanan informasi.
b.
Sosialisasi plagiarisme saat orientasi
perpustakaan. Upaya mencegah tindakan
plagiarisme juga bisa dilakukan saat orientasi perpustakaan yang biasa
dilakukan terhadap mahasiswa baru. Orientasi ini merupakan media yang paling
tepat untuk sosialisasi anti plagiarisme yang dilakukan secara serentak pada
semua mahasiswa baru.
c.
Tidak menyediakan buku-buku bajakan. Perpustakaan tidak boleh hanya sekedar bicara
mengenai anti plagiarisme saja namun perlu tindakan nyata apa yang bisa dilakukan
sebagai ujud mendukung tindakan tersebut. Salah satunya adalah dengan tidak
menyediakan buku-buku bajakan, karena buku bajakan sudah sangat jelas melanggar
hak cipta. Apabila perpustakaan mencanangkan anti plagiarisme akan tetapi
justru koleksi yang dimilikinya berupa buku bajakan itu sama saja menggali
lubang untuk diri sendiri.
d.
Kerjasama dengan staf pengajar. Untuk memerangi plagiarisme harus ada upaya terpadu untuk mengatasinya misalnya
dalam bentuk kerjasama dengan staf pengajar. Sebagai contoh
i.
Melampirkan
bukti kutipan yang diambil berupa copy lembaran halaman yang dikutib.
ii.
Mencantumkan
data bibliography secara rinci dan sesuai kaidah penulisan data bibliography yang
benar. Bentuk dan susunan penulisan data bibliography, ada beberapa bentuk
namun penulis disini hanya mengambil contoh bentuk data bibliography dari APA
standar.
Contoh data bibliography
yang diambil dari buku
Sulistyo-Basuki. 1994. Periodisasi perpustakaan Indonesia. Bandung:
Remaja Rosdakarya. Hal. 65-68
Contoh data bibliography yang
diambil dari home page
Story-Huffman, Ru. 2008. “How to integrated
information literacy into higher education curriculum” diunduh dari http://www.big6.com/2008/04/11/how-to-integrated-information-literacy-into-higher-education-curriculum/
pada tanggal 2 November 2009
Contoh data bibliography yang
diambil dari jurnal / majalah
Stanger, Keith. 2009. Implementing information
literacy in higher education: a perspective on the roles of librarians and
disciplinary faculty. LIBRES, Library and Information Science Research
Electronic Journal, vol.19, issue 1, March 2009.
iii.
Senantiasa
menjelaskan arti pentingnya bahaya plagiarism bagi diri sendiri, perguruan
tinggi serta pendidikan Indonesia pada umumnya.
iv.
Berani
memberikan sanksi akademis bagi mahasiswa yang benar-benar ketahuan melakukan
plagiarisme.
Pustakawan – Universitas
Pelita Harapan, Tangerang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar