Oleh :
Supardi Tyastomo

Namun jauh di
kedalaman relung hati, ia sering bertanya pada dirinya sendiri. Dalam
kesendirian berkarib temaram malam, ia merenung. “Untuk apa semuanya ini ? Kenapa diriku tak bisa lepas dari
ketergantungan pada buku? Bukankah bosan sering mengiring langkah manusia dalam
mengukur ruang dan menyelami waktu ? Namun kenapa rasa bosan tak kunjung datang menyapaku?” Kenmaos
memaki diri sendiri. Lantaran obsesinya pada buku-buku, hidupnya jadi
pas-pasan, bayar rekening listrik dan telepon sering nunggak. Rumah mungilnya
tetap saja mungil tanpa renovasi sedari awal, sementara para tetangganya sukses
berlomba memperindah rumah dengan aneka macam polesan, memperkokoh pagar dan
pintu gerbang hingga tiada sisa lubang buat semut masuk ke halaman rumah.
“Apa untungnya buat saya, bagi istri dan
kedua anakku?”, gumamnya seorang diri. Risau, dan galau mulai setia
mengiring di setiap tarikan napasnya, namun demikian di tangannya tetap saja
tergolek sebuah buku. Mata menatap deretan huruf-huruf di setiap alinea,
sementara pikirannya melayang jauh ke dunia masa silam.
Di pagi yang
cerah, Kenmaos dikagetkan oleh lantunan ayat suci Al-Qur’an yang didengungkan
istrinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong Allah, niscaya
Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” Larut oleh keindahan suara
sang istri dan arti sepenggal ayat itu, Kenmaos menghampiri sang istri dan
bersimpuh di telapak kakinya. Si istri yang serius membaca kitab suci kaget
dengan polah tingkah sang suami yang tiba-tiba. Namun hanya kaget sesaat, sang
istri tercinta pun kembali hanyut melanjutkan bacaan yang terpotong.
Terbitlah
gagasan baru di benak Kenmaos setelah mendengar sepenggal ayat tersebut. Surat
47 ayat 7. Ayat 7, ya…ya… nama Kenmaos sendiri jumlah hurufnya juga 7. Surat 47
adalah terdiri atas angka 4 dan 7 kalau dijumlahkan jadi 11, persis dengan nomor
rumah tempat dia tinggal yaitu nomor 11. Nama surat 47 adalah Muhammad,
mengingatkannya pada pribadi agung yang mendapatkan gelar nabi dan rasul
setelah menerima wahyu “Iqra’” yang artinya bacalah, persis dengan nama Kenmaos
yang konon dari kata Ken dan Maos juga
berarti bacalah. Suatu kebetulan kah? O tentu saja tidak, Tuhan punya maksud
dan rencana di balik semua ini.
Menolong Tuhan
! Bagaimana menolong-Nya ? Kenmaos yang terbiasa bergelut dengan ide-ide yang
sarat simbol, samar-samar mendapatkan jawabannya. Tuhan Yang Maha Besar, Maha
berkehendak dan serba Maha yang lainnya, kini telah terkurung oleh pola hidup
yang menganut filsafat materialisme. Hampir di segenap sendi kehidupan umat
manusia, sandarannya adalah materi. Martabat manusia diukur dari banyak
sedikitnya materi yang dimiliki. Semakin mewah rumah seolah kian melambung
tinggi martabatnya. Semakin sering gonta-ganti model mobil, semakin prestisius
hidupnya. Padahal itu sekedar materi dan kebutuhan raga yang bersifat sesaat.
Sementara dalam diri manusia yang sejati dan yang akan mengokohkan kedudukannya
bukanlah pada melimpahnya kebutuhan jasmani. Ada sisi dalam yang menjadi inti
sari keberadaan manusia yaitu ruhani. Sisi ruhani yang sanggup mengangkat
martabat manusia menjadi bermakna dan bernilai di hadapan Tuhan. Karena hanya
ruhani yang kelak akan kembali pada-Nya. Ruhani ini berhakikat spiritual, maka
makanan ruhani juga berarti makanan spiritual. Makanan spiritual tiada lain
adalah ide-ide atau gagasan-gagasan besar yang menggugah kesadaran.
Membebaskan
Tuhan dari belenggu materi dalam kesadaran umat manusia adalah memenuhi gizi
pikiran dengan ide-ide. Ide-ide besar akan mengembangkan pikiran cepat tumbuh
membesar. Pribadi yang sanggup membesarkan pikirannya akan mengantarkannya pada
pemahaman diri. Dari upaya memahami diri yang akurat dan tak kenal putus
asa-lah yang akan sanggup merayu kuasa Tuhan untuk mengenalkan diri-Nya pada
pribadi tersebut. Sang pribadi ini telah mengenal Tuhan yang sesungguhnya.
Bukan tuhan-tuhan remeh yang berupa kedudukan, rumah mewah, pekerjaan mapan dan
lain sebagainya. Berbahagialah individu manusia yang telah sanggup mengenal dan
berdialog langsung dengan Tuhan yang sesungguhnya ini.
Dari
kilasan pemahaman yang masih samar, Kenmaos terkesiap seolah hati yang lagi
dirundung sunyi lenyap dari sisinya. Gundah gulana yang sempat menyelimutinya
seolah terbang menjauh bersama angin pagi. Kini mantaplah Kenmaos dalam upaya menggenapi
hidupnya. Ia tak lagi galau hanya lantaran berbeda dengan lazimnya masyarakat.
Ia tak lagi mengizinkan hatinya silau
hanya lantaran rumahnya masih mungil dan tak sempat berpagar. Kini ia
telah menggenggam asa, bahwa ia tak akan berhenti membaca buku. Sebagaimana
yang telah menjadi dambaan kedua orang tuanya untuk menjadi pembaca seumur hidup,
ia akan memenuhi hari-harinya dengan membaca, membaca, dan membaca. Ia akan
terus mengais gagasan besar dari kaum filsuf sebanyak-banyaknya. Kaum filsuf
yang konon telah menemukan jati dirinya, hingga kokoh pijakan kakinya. Itulah
saat yang dinanti Tuhan. Itu pula yang hendak Kenmaos capai. Menggapai Tuhan
dengan meneguhkan pijakan kedua kaki. Dan kedua kaki tak akan kokoh
menginjakkan permukaan bumi tanpa disertai kesadaran yang tinggi. Kesadaran
tinggi tak akan lahir tanpa kemauan membaca. Maka Kenmaos mulai saat ini akan
menyapa sidang pembaca dengan sapaan : Selamat Datang Para Pembaca ! Keagungan
diri menantimu.
Pengelola Rumah Buku
Kenmaos-Ungaran
suka sekali dengan blog disini
BalasHapusberita tinju terbaru