Oleh : Mafud Fauzi

Setelah menempuh perjalanan jauh dan berbulan-bulan
lamanya, sampailah Sang Pangeran di sebuah hutan lebat. Karena dianggap sebagai
tempat yang cocok, Sang Pangeran memutuskan untuk bertapa, bermunajat memohon
petunjuk kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Kelak
di kemudian hari, tempat pangeran untuk bertapa dinamai dengan sebutan “PROJO” (Bhs
Jawa-Projo=sebuah singgasana untuk seorang raja). Saat ini tempat tersebut menjadi pasar dan dinamai Pasar Projo,
terletak di Kecamatan Ambarawa.
Demikianlah
Sang Pangeran mulai menyiapkan diri, mensucikan diri dengan harapan dalam pertapaannya
mendapatkan petunjuk dari Sang Hyang Widi, Tuhan Yang Maha Kuasa. Setelah genap
pertapaannya, Sang Pangeran mendapatkan apa yang diinginkannya. Dalam petunjuk
itu, Sang Pangeran diharuskan untuk mencari dan mandi di “Tuk Pitu” (Tujuh
Sendang/sungai)
Dengan
kesaktiannya, Sang Pangeran mencari keberadaan tuk pitu tersebut. Mulailah Sang
Pangeran mencari tuk pitu ke utara. Dalam pencarian ke utara tersebut, Pangeran menemukan satu sendang yang jernih.
Pangeranpun kemudian mandi diri di sendang tersebut. Karena sudah lama sejak
bertapa Pangeran belum membersihkan diri, terlihat kotoran dan debu di kulitnya
yang mengelupas (Jawa-nglotok=mengelupas). Oleh Sang Pangeran, sendang pertama
yang dijumpai tersebut diberi nama SENDANG KLOTOK (terletak di Bawen). Dari cerita di atas terkandung sebuah ajaran
bahwa kalau kita sudah membulatkan tekad
mencari sebuah harapan, kita harus siap untuk mensucikan diri membuang
semua keburukan yang ada dalam fikiran maupun
jiwa kita.
Setelah cukup membersihkan diri, Sang Pangeran
meneruskan perjalanannya untuk mencari sendang yang kedua. Dari sendang yang
pertama, Sang Pangeran berjalan ke arah
selatan. Setelah beberapa saat dilalui, terlihatlah mata air yang memancar
tiada pernah berhenti. Mulailah Sang Pangeran merendamkan tubuhnya ke dalam
sendang, menenangkan diri di dalam hasrat dan harapannya. Sambil berendam, Sang
Pangeran merenung, mereka-reka, memahami arti dari semua yang dijalani.
Akhirnya terbukalah jalan fikiran Sang Pangeran. Karenanya sendang tempat Sang
Pangeran berendam diberi nama SENDANG SUMBER (terletak di Ambarawa). Sumber apabila diterjemahkan adalah
merupakan cikal bakal, awalan, pertanda bahwa manusia dalam hidupnya harus
selalu memiliki tujuan, karena tanpa tujuan dan harapan, manusia pada dasarnya
telah tiada atau mati.
Setelah
sekian lama berendam di Sendang Sumber, Sang Pangeran memutuskan melanjutkan
perjalanan menuju arah barat. Dalam perjalanannya, Sang Pangeran melihat dua
buah sendang dengan mata air yang berlimpah ruah tiada batasnya sampai-sampai
airnya tumpah kesana-kemari. (Dua sendang
yang berbeda yang teraliri sumber mata air yang tak terbatas memberikan sebuah
gambaran apabila manusia mendasari
sebuah tujuan dengan tidak ada batasnya, maka manusia tersebut akan menjadi
serakah, tamak, dan tidak bisa mengendalikan diri. Dua buah mata air yang
terpisah menggambarkan lelaki dan perempuan yang memiliki ego dan tujuan yang
berbeda). Oleh Sang Pangeran kedua sumber mata air tersebut ditutup dan
dikendalikan dengan Gong agar airnya tidak sampai kemana-mana. (terkandung maksud, ego dan tujuan yang
tanpa batas dari manusia baik laki-laki maupun perempuan yang disimbolkan
dengan dua mata air yang terpisah ditutup, dan ditahan agar semua nafsu,
ketamakan dan keserakahan bisa dikendalikan). Sendang tersebut oleh Sang
Pangeran diberi nama SOCO LANANG dan SOCO WEDOK (Jawa-soco = mata,
lanang=laki-laki, wedok=perempuan)
Setelah
mandi di Kali Soco, Sang Pangeran meneruskan perjalanannya. Sampailah Sang
Pangeran pada sendang ke empat, yaitu dua buah sungai yang bermuara dan menuju
satu arah. Pangeranpun kembali membersihkan
diri di sendang
tersebut. Oleh Sang Pangeran, sendang tersebut diberi nama KALI
PETUK (Bhs Jawa-kali=sungai, petuk=bertemu/nyambung). (Adapun makna tersirat dari hal tersebut adalah adanya dua perbedaan,
dua buah individu, dua buah karakter laki-laki dan perempuan apabila telah
menemukan arah yang sama dan diikat dalam satu mahligai pernikahan maka tujuan bersama menuju sebuah kebahagiaan akan
tercapai).
Setelah
dirasa cukup, Sang Pangeran melanjutkan perjalanan lagi menuju ke Sendang ke
lima. Singkat cerita Sang Pangeran sampai di suatu tempat yang sangat tenang
dengan sebuah mata air tertutupi pohon Bulu yang besar. Pohon Bulu tersebut
begitu besarnya sehingga daunnya pun sangat rimbun menaungi sendang tersebut.
Segera Sang Pangeran melaksanakan niatnya membersihkan tubuhnya di sendang
tersebut. Sesuai dengan pohon yang melindungi sendang tersebut, Sang Pangeran akhirnya
menamai sendang tersebut dengan SENDANG BULU. (tempat yang tenang dengan Pohon Bulu yang rimbun menaungi sendang bisa
dimaknai bahwa dalam hidup manusia, sifat melindungi, dan mengayomi antar
sesama dengan tanpa pamrih akan membuat kehidupan manusia menjadi lebih tenang
dan bahagia).
Tak
berapa lama setelah Sang Pangeran mandi, Sang Pangeran akhirnya melanjutkan
perjalanannya untuk mencari sumber mata air yang ke enam. Setelah sekian lama
berjalan, Sang Pangeran mendapati seorang laki-laki yang sedang
membersihkan kudanya yang terlihat begitu besar, kekar, dan kuat di sebuah
sungai. Tak beberapa lama, kuda lelaki gagah tersebut sakit dan akhirnya mati. Betapa
sedih dan berdukanya laki-laki tersebut. Setelah laki-laki pemilik kuda
tersebut pergi, Sang Pangeranpun memutuskan membersihkan tubuhnya yang sudah
kotor. Untuk mengingat peristiwa yang baru saja terjadi, Sang Pangeran memberi
tetenger sungai tersebut dengan KALI AJI. (Jawa-aji=kekuatan/mukjijat). Adapun intisari dari perjalanan Sang
Pangeran ke Sendang/kali Aji dapat disimpulkan bahwa betapapun kuat, gagah dan
hebatnya seseorang, seseorang tersebut tidak akan kuasa melawan takdir dari
Sang Hyang Widi, Tuhan Yang Maha Kuasa. Hari demi hari Sang Pangeran
melaksanakan petunjuk sesuai dalam pertapaannya. Dari sendang pertama sampai
sendang ke enam sudah dilaluinya. Sampailah Sang Pangeran pada mata air ke tujuh.
Tak terbayangkan betapa bahagianya Sang
Pangeran melihat sungai ketujuh yang ditemuinya. Rasa capek dan badan yang
lelah berusaha dihilangkan Sang Pangeran dengan mandi dan merendamkan tubuhnya
di sungai yang sangat jernih tersebut. Tak terasa Sang Pangeran terlelap. Dalam
tidurnya Sang Pangeran melihat putri cantik dengan memakai kemben dan klenting,
mempesona dan kharismanya memikat hati. Sang Pangeranpun tak kuasa menahan diri
dan memberanikan diri mendekati putri tersebut. Belum sempat mendekati, Sang Pangeran terjaga.
Walau dalam mimpi, Sang Pangeran merasa begitu jelas dan nyata peristiwa yang baru
saja ia lalui. Segera saja Sang Pangeran menyelesaikan mandinya. Sesuai dengan
petunjuk mimpinya, Sang Pangeran berusaha menemukan sang putri dengan berjalan
ke arah utara. Berkat kegigihan dan keuletan Sang Pangeran, sang putri berhasil
ditemukan. Karena pesona dan kharisma yang begitu memikat dan perasaan yang
telah bertaut, sang putri dipersunting Sang Pangeran dan menjadi ISTRI AMPEAN.
Adapun tempat asal putri tersebut lama kelamaan seiring dengan perjalanan waktu
oleh penduduk sekitar dinamai NGAMPIN (berasal
dari kata ampean).
Adapun sungai terakhir yang merupakan sungai
atau mata air ke tujuh tempat Sang Pangeran mandi di beri nama KALI CONDONG (Bhs
Jawa-kali = sungai,
condong=terikat=tertarik). Sang Pangeran memberi nama nama Condong
karena ketertarikannya akan seorang putri dan men-condong-kan dirinya untuk
menghabiskan waktu lajangnya menuju ke jenjang pernikahan.
Seiring dengan perjalanan waktu, dari mulut
ke mulut, akhirnya masyarakat mulai mempercayai bahwa Kali Condong (Sungai
Condong) adalah suatu tempat yang bisa menjadi sarana pembersihan diri bersuci
bagi kawula muda-mudi untuk menuju ke jenjang pernikahan. Adapun lelaku yang
harus dilalui oleh pemuda ataupun pemudi adalah membersihkan diri lewat mata
air Condong dan diakhiri dengan membuang pakaian dalam ke Sungai Condong.
Setelah ikhtiar di Sungai Condong tersebut selesai, pemuda atau pemudi yang
menginginkan supaya cepat mendapatkan pasangan tersebut mengakhiri ikhtiarnya
dengan membeli dan makan kue SERABI/SRABI di Ngampin. (Jawa-Serabi=dibersihkan,
Srabi/Rabi=menikah) Adapun makna yang terkandung dari ritual ini adalah bahwa
untuk mencapai maksud yang diinginkan dalam hal ini menuju jenjang pernikahan, seseorang
dalam mencapai tujuannya harus mensucikan hati dan jiwanya dengan tulus, berharap
kepada Tuhan agar maksud mulia tersebut bisa terkabul. Adapun ritual
Sya’banan ini masih sering dilakukan setiap tahunnya, terutama pada tanggal ke
13, 14, dan 15 di Bulan Sya’ban.
Demikian sekelumit cerita
tentang Sya’banan yang berkembang di Kecamatan Ambarawa dan Kecamatan Jambu.
Sampai saat ini masyarakat sekitar
sendang maupun sungai di tujuh mata air tersebut diatas selalu menjaga dan
merawatnya. Setiap saat masyarakat sekitar selalu menggunakan air di sendang
maupun sungai tersebut untuk kebutuhan sehari-hari, baik untuk mandi, mencuci,
maupun untuk kebutuhan ternaknya. Setiap tahunnya masyarakat selalu mengadakan
ritual adat dengan cara mengeluarkan sedekah berupa uncetan dan doa bersama
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan dilanjutkan dengan membersihkan sendang dan
sungai. Kegiatan ini telah menjadi bagian dari upaya menjaga kearifan lokal
budaya yang ada Kabupaten Semarang. Adapun kue Serabi, kini telah menjadi
sumber kehidupan sebagian masyarakat Ngampin
Ambarawa dan menjadi kuliner khas yang dapat diperoleh setiap saat.
*Pamong Budaya Kab Semarang
thanks for sharing kak
BalasHapussurat ad dhuha