Presentasi
Lisan, Sulitkah?
Oleh Drs. Budi Sugito, M.Si.
 |
Drs. Budi Sugito, M.Si.
|
Presentasi secara lisan sama sekali berbeda dengan
presentasi secara tertulis, karena tujuan kedua komunikasi tersebut berbeda. Tujuan
utama presentasi lisan adalah untuk membangkitkan minat dan perhatian para
pendengarnya, tidak sekedar memberikan informasi. Sebaliknya presentasi
tertulis (laporan, makalah, jurnal, dsb.) lebih berfungsi sebagai sumber
informasi. Karena perbedaan ini maka tata cara penyampaian presentasi lisan
sangat berbeda dengan tata cara penyampaian presentasi tertulis, bahkan untuk
materi yang sama sekali pun.
Untuk memahami bagaimana sesungguhnya presentasi lisan yang baik, perlu
mengetahui presentasi lisan yang buruk yang pernah kita ikuti. Pada umumnya
komentar pendengar terhadap presentasi yang buruk adalah: pembicara membosankan
karena masalah yang dibahas tidak menarik; terlalu banyak basa basi/variasi
yang tidak perlu; pembicara tidak siap dan sering lupa pokok permasalahan;
presentasi tidak sistematis (mbulet),
sehingga sulit diikuti; tayangan tidak menarik; pembicara tidak berani
memandang hadirin, tetapi selalu memandang screen;
dsb.
Dari uraian hal-hal buruk tersebut, maka presentasi lisan yang baik adalah
:
ü Menarik
(tidak membosankan)
ü Terorganisasi
rapi
ü Jelas
ü Menggunakan
waktu secara efektif
ü Menggunakan
alat bantu secara efektif
ü Apabila
menggunakan tayangan, tayangan tersebut enak dilihat dan mengesankan.
Langkah Persiapan
Bila kita mampu mengendalikan perasaan gugup (yang memang wajar) karena
harus berbicara didepan banyak orang atau bahkan didepan pimpinan kita, serta
mampu menunjukkan performa yang baik, berarti kita telah melakukan persiapan
dengan baik. Memiliki rasa percaya diri, percaya bahwa isi dan urutan topik
pembicaraan telah sesuai, bahwa penampilan cukup meyakinkan, merupakan langkah
terpenting menghadapi perasaan demam panggung. Sebagian besar kesan yang
diterima hadirin akan timbul bukan dari apa yang kita ucapkan, tetapi dari
bagaimana kita mengucapkan. Ekspresi, volume suara, pilihan kata dan urutan pembicaraan
seringkali lebih menarik perhatian daripada pemikiran yang hendak kita
sampaikan.
Ada tiga cara utama menyampaikan presentasi lisan :
Pertama: mengandalkan ingatan, memberikan presentasi tanpa
membuat catatan-catatan terlebih dahulu. Gaya presentasi seperti ini biasanya
dilakukan oleh orang-orang yang sudah menguasai permasalahan, serta sudah memiliki jam
terbang yang tinggi berbicara di depan umum. Bagi yang belum terbiasa tentu
sangat berat dan pembawaannya terbata-bata. Yang lebih parah lagi, memori/ingatan
tiba-tiba bisa hilang, terutama bila kita merasa gugup.
Kedua: mengandalkan catatan/teks. Cara ini dapat mengurangi
kegugupan dan pembicara tidak perlu menyampaikan presentasi dengan mencari-cari
kata seperti ”...eee”, ”anu” atau” apa itu”. Namun cara inipun sebenarnya bukan
cara komunikasi yang baik, karena antara gaya bahasa tulis dan lisan bisa
sangat berbeda. Presentasi lisan yang
hanya membaca tulisan kata demi kata akan terdengar sangat monoton, membosankan
dan sulit diikuti.
Ketiga: menggunakan alat bantu presentasi. Cara ini paling
banyak dilakukan pada saat ini, seiring dengan kemajuan teknologi. Dalam metode
ini, sebaiknya materi ditampilkan dengan
gaya yang menarik dan hanya menampilkan pokok-pokok atau garis besar, sedangkan
penjelasan disampaikan secara lisan diluar tampilan di layar. Dengan begini ada
kesempatan bagi pembicara untuk menatap/berinteraksi dengan hadirin.
Memulai Presentasi
Bersikap penuh percaya diri sangat penting artinya untuk memulai suatu
presentasi. Cobalah dicari bagaimana memperkenalkan topik yang hendak
disampaikan secara menarik dan efektif. Pilihlah kata-kata yang tepat dan
sesuai.
Pada umumnya suatu presentasi lisan menghendaki agar hadirin tertarik dan
memusatkan perhatian pada topik pembicaraan kita. Suatu tayangan yang memikat,
atau suatu pernyataan yang menghubungkan topik dengan pengalaman mental hadirin akan sangat efektif sebagai pembuka. Buku-buku
tentang cara berpidato pada umumnya mengusulkan agar membuka pidato/presentasi dengan petikan (dalil,
peribahasa, ayat, dsb.), pertanyaan retoris (misalnya: bagaimana kabar
ibu dan bapak sekalian, sehat-sehat semua?, dsb.), atau pernyataan kejutan
(misalnya: hasil penelitian, peristiwa luar biasa, dsb) yang berkaitan dengan
topik pembicaraan.
Perlu diingat, baik dalam memulai maupun selama presentasi, tidak ada
perlunya meminta maaf kepada hadirin karena presentasi kita terlalu sederhana,
atau kurang bermutu, dsb. Permintaan maaf seperti ini mungkin melegakan perasaan
kita sebagai pembicara, namun menghilangkan simpati dan minat hadirin. Daripada
meminta maaf, lebih baik sampaikan
presentasi dengan jelas dan dengan gaya yang memikat serta profesional.
Kebanyakan orang tidak begitu memperhatikan kesalahan, apabila kita tidak
menunjukkannya. Kesalahan-kesalahan kecil yang mungkin ada, akan tertutup oleh
penampilan presentasi yang memikat dan elegan.
Bicaralah pelan-pelan (tidak cepat) dan jelas. Tunjukkan minat dan antusias
kita terhadap topik yang kita ketengahkan, serta berbicaralah dengan hadirin, bukan kepada layar atau catatan!.
Mengakhiri Presentasi
Suatu akhir presentasi yang merangsang pemikiran sama pentingnya dengan
awal presentasi yang menarik minat. Menit-menit terakhir suatu presentasi
merupakan bagian yang sangat mempengaruhi kesan hadirin. Sampaikan kesimpulan
sedemikian rupa sehingga mengundang komentar, kemudian akhiri presentasi dengan
mantap. Jangan melirihkan suara atau meningkatkan kecepatan berbicara. Sesudah
kalimat terakhir, jangan lupa ucapkan ”terima kasih” kemudian sampaikan salam.
Ini sekaligus sebagai tanda bahwa presentasi telah berakhir.
Pada umumnya setelah presentasi dilanjutkan dengan tanya jawab. Bagian ini
merupakan bagian yang paling menakutkan, terutama bagi pembicara yang belum
berpengalaman atau kurang menguasai permasalahan yang dipresentasikan.
Kebanyakan pembicara membayangkan bahwa pertanyaan yang akan diajukan adalah
untuk mencari-cari kelemahan atau hal-hal yang tidak dikuasai pembicara.
Kemungkinan seperti itu sangat kecil. Namun apabila hal seperti itu benar-benar
terjadi, ingatlah bahwa kita tidak harus menguasai segala sesuatu secara
lengkap, sehingga tidak pada tempatnya dan tidak ada gunanya bersikap difensif.
Membual akan sangat membosankan, tetapi buta sama sekali terhadap masalah yang
diajukan penanya juga tidak benar. Bila jawaban yang membantu dan informasi
tidak kita miliki, maka ucapkan saja ”suatu pendapat yang bagus” atau ”masalah
seperti itu belum cukup saya pahami”. Bila ada yang ngotot mengajak berdebat, ajak saja membahas masalah yang diajukan
setelah presentasi selesai.
Catatan Penting
Hal yang sangat penting agar kita mampu presentasi lisan
dengan baik adalah membiasakan diri untuk sesering mungkin berbicara didepan
umum. Ada pameo bahwa, bisa itu karena
biasa. Ibarat seorang pilot, jumlah jam terbang akan menentukan kualitas
dalam menerbangkan pesawat. Jangan berpikir bahwa dengan berbekal ilmu
pengetahuan pasti dapat berbicara di depan umum. Belum tentu! Banyak orang
berstrata pendidikan tinggi namun sama sekali tidak berkemampuan atau bahkan
tidak berani berbicara di depan umum. Untuk itu ketika ada kesempatan tampil
dan berbicara di depan umum, manfaatkan kesempatan itu. Ketika kesempatan itu dilewatkan,
berarti suatu kerugian besar atau indikasi bahwa seseorang itu memang tidak
berkeinginan untuk mampu berbicara di depan umum.
Penulis adalah Camat Ambarawa
nsep - � r i �/ � tugas perpustakaan nasional dalam usaha pimbanaan dan
pengembangan perpustakaan semakin ringan. Setelah mampu melakukan pengelolaan
perpustakaan maka masyarakat dapat melakukan pengelolaan secara mandiri atau
swadaya. Bahkan masyarakat diberikan keleluasaan untuk merumuskan peraturan
yang berlaku di perpustakaan. Perumusan peraturan perpustakaan yang dirumuskan
oleh masyarakat dapat menjadi salah satu faktor yang memotivasi masyarakat
datang ke perpustakaan.
PNPM Mandiri
Versi Perpustakaan
Jika
melihat realita yang ada di masyarakat PNPM Mandiri ternyata mampu “merangsang”
masyarakat untuk melakukan pembangunan secara mandiri. Berbagai fasilitas
publik dan program pemberdayaan masyarakat lainnya mampu dilakukan masyarakat
secara mandiri. Dengan program ini maka proses pembangunan atau program
pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah akan lebih cepat
terlaksana karena melibatkan masyarakat.
Pemerintah
melalui PNPM Mandiri memberikan stimulan berupa dana bantuan untuk mendukung program
pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat. Dana bantuan yang diberikan kepada
masyarakat inilah yang memotivasi masyarakat untuk melakukan pembangunan secara
mandiri. Untuk memperoleh dana bantuan atau dana stimulan tersebut, masyarakat
diwajibkan untuk menyusun proposal dan memiliki modal awal untuk melakukan
kegiatan atau program yang akan dilaksanakan dalam proposal tersebut. Modal
awal yang ada dalam proposal ini disyarakatkan sebagai bentuk keseriusan
masyarakat untuk melakukan pembangunan.
PNPM
mandiri direspon positif oleh masyarakat. Banyak masyarakat yang termotivasi
untuk melakukan pembangunan secara mandiri. Jika melihat hasil dari
implementasi PNPM mandiri ini, maka konsep ini layak dijadikan sebagai
referensi untuk membangunan perpustakaan di Tanah Air. Selama ini pembangunan
perpustakaan di tanah
air selalu bertumpu
kepada Perpustakaan Nasional dan Perpustakaan Daerah. Dengan mengadopsi konsep
dari PNPM mandiri ini maka peran masyarakat dalam pembangunan perpustakaan di tanah air sebagai besar.
Masyarakat tidak hanya diposisikan sebagai pihak yang dilayani oleh
perpustakaan, akan tetapi menjadi aktor yang memiliki peranan penting dalam
pembangunan dan pengelolaan perpustakaan itu sendiri.
Seperti
PNPM Mandiri, pemerintah melalui lembaga terkait seperti Perpustakaan Nasional,
Perpustakaan Daerah atau bahkan Dinas Pendidikan dapat memberikan dana stimulan
untuk peningkatan kualitas perpustakaan. Dana stimulan ini diberikan kepada
kelompok masyarakat yang bersedia untuk mengajukan proposal pengembangan
perpustakaan. Bagi masyarakat yang telah memiliki perpustakaan mereka dapat
mengajukan proposal untuk peningkatan
fungsi perpustakaan.
Sementara bagi masyarakat yang belum memiliki
perpustakaan dapat mengajukan proposal untuk membangunan embrio perpustakaan. Namun hendaknya tidak hanya
memberikan stimulan bantuan dana, perpustakaan juga perlu melakukan kegiatan
pendampingan serta evaluasi terhadap pengelolaan perpustakaan.
Jika konsep ini benar-benar terealisasi
maka akan banyak tumbuh perpustakaan di Tanah Air, secara tidak langsung upaya pembinaan minat
baca yang selama ini bertumpu dapat perpustakaan daerah dapat didistribusikan
melalui perpustakaan-perpustakaan yang berada dilingkungan masyarakat. Dengan
demikian maka beban perpustakaan umum dalam melakukan pembinaan minat baca
masyarakat menjadi lebih ringan.
*\Staf Perpustakaan ISI
Yogyakarta