Tanamkan Gemar Membaca Sejak Usia Dini
Oleh
: A. Mahbub Djunaidi
![]() |
A. Mahbub Djunaidi |
Mempunyai kebiasaan
membaca adalah sangat bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Kebiasaan
membaca adalah merupakan salah satu perubahan sikap menuju ke arah yang
positif. Untuk mempunyai kebiasaan membaca perlu membutuhkan latihan dan tidak
mungkin dapat ditempuh dalam waktu yang singkat. Menanamkan membaca kepada anak
tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kebiasaan membaca perlu ditanamkan
sejak anak masih dalam kandungan. Bagaimana anak dalam kandungan bisa membaca? Tentu
saja tidak anak yang masih dalam kandungan yang membaca, tetapi si ibu yang
mempunyai janin dalam kandungan sudah membiasakan membaca. Membaca apa saja
bagi ibu sangat mempengaruhi kejiwaan anak yang ada dalam kandungan. Orang
Islam yang sedang hamil mempunyai kebiasaan membaca Surat Yusuf dan Surat
Maryam. Orang Jawa mempunyai kebiasaan tidak berani berujar kasar atau
mengumpat orang ketika sedang hamil. Dengan kata lain, kebiasaan membaca akan
tumbuh subur bila kebiasaan membaca tersebut diawali dari keluarga. Agus
Buchori (2010dalam http://edukasi.kompasiana.com/2010/03/29/menciptakan-rasa-cinta-pada-perpustakaan/I) mengatakan bahwa ketika kebiasaan membaca sudah tertanam di setiap keluarga
maka kebutuhan akan bahan bacaan akan meningkat dan diharapkan mereka akhirnya
akan mencari tempat sumber koleksi bacaan. Dari sinilah perpustakaan diharapkan
untuk menangkap kegelisahan masyarakat yang haus akan bacaan. Masyarakat yang
haus bacaan adalah masyarakat yang mempunyai kebiasaan membaca. Bukan
masyarakat yang malas membaca. Tapi sayangnya, kalau ada teman kita yang
mempunyai kebiasaan membaca, mereka malah menghardik “ awas ada kutu buku”.
Rupanya masyarakat sendiri masih ada yang tidak senang terhadap anak yang
mempunyai kebiasaan membaca walaupun mereka tahu dan menyadari bahwa membaca
adalah merupakan pekerjaan yang wajib bagi anak khususnya anak sekolah. Buktinya,
ketika anak-anak mereka sudah pulang dari sekolah dan tidak belajar, mereka
akan memerintahkan untuk belajar atau
membaca-baca buku pelajaran yang telah diajarkan di sekolah. Apalagi kalau
tidak mau belajar malah melihat TV atau mendengarkan musik saja, pastilah ada
kapal pecah di rumah tangga tersebut. Pengalaman pribadi, ketika anak saya
tidak mau belajar, tetapi membaca Koran atau hanya internetan saja, istri kalau
marah bukan kepayang. “Nonton TV lagi,
Facebook-an lagi. Kapan belajarnya? Heran aku, anak sekolah kok tidak mau
belajar malah TV, internet, Koran, Heh…”.
Kalau kita
mau jujur, menjadikan anak mempunyai kegemaran membaca sama dengan menjadikan
anak sholeh. Sama-sama dalam kebutuhan akan keteladanan orang tua. Kita
melarang anak tidak boleh makan dengan tangan kiri, tetapi setiap hari kita
makan selalu menggunakan tangan kiri. Ketika anak mengingatkan, kita malah
marah-marah. Kalau demikian kita dapat menyimpulkan bahwa problem mendasar yang
dihadapi anak-anak kita yang tidak mempunyai kebiasaan membaca sebenarnya juga
terletak pada faktor keteladanan kita di hadapan anak-anak. Kita tidak pernah
memberi contoh, “inilah aku senang membaca”. Kalau anak-anak kita terbiasa di
lingkungan yang senang membaca, saya kira mereka juga akan menyesuaiakan dengan
lingkungan. Lebih-lebih kalau kita berada di tengah-tengah masyarakat yang
nilai-nilai paternalistiknya masih kuat, orang-orang yang berada di lapisan
bawah cenderung akan melihat pada kultur dan kebiasaan yang dilakukan oleh
orang-orang yang berada di lapisan atasnya. Ketika orang-orang yang seharusnya
menjadi anutan, orang tua, tokoh
masyarakat, atau figur publik lainnya, malas membaca, jangan salahkan kalau
orang-orang yang berada di lapisan bawah akan mengadopsi dan mengadaptasi
kultur yang iliterate semacam itu (Sawali Tuhusetyo,
2007). Kita menyadari bahwa keteladanan dalam membaca merupakan budaya yang
belum berkembang di tengah-tengah masyarakat kita karena masih terkungkung
dengan kebutuhan ekonomi. Mengenai hal ini Sawali (2010) berpendapat bahwa budaya membaca
juga sangat erat kaitannya dengan kultur sebuah generasi. Mengharapkan generasi
sekarang agar menjadi teladan bagi anak cucunya dalam membudayakan gemar
membaca agaknya juga sulit diharapkan kontribusinya. Keterpukauan terhadap
produk posliterasi telah melahirkan budaya baru
yang makin menjauhkan generasi masa kini untuk gemar membaca. Yang perlu
dilakukan sekarang adalah melahirkan generasi baru yang dengan amat sadar
menjadikan aktivitas membaca sebagai sebuah kebutuhan (bukan kewajiban).
Permasalahan
yang klasik dalam peningkatan minat baca masyarakat bukan merupakan arsip pasif
yang tidak perlu kita buka-buka lagi. Tetapi justru sebaliknya, dapat digunakan
sebagai rujukan dan dapat digunakan sebagai pembanding dan dapat diteliti lebih
dalam lagi mengapa minat baca kita dinilai rendah?. Agus Buchori (2010 )
mempunyai resep yang perlu dikembangkan oleh pustakawan dalam membina kegemaran
membaca masyarakat.
Pertama,
sosialisasi bacaan ke keluaraga
Peningkatan
minat baca bisa dimulai dari lingkungan terkecil yaitu keluarga. Dari keluarga
inilah diharapkan orangtua mulai menanamkan kecintaan anak-anaknya untuk
mencintai bacaan, misalnya dilakukan dengan membacakan buku cerita pada
anak-anak menjelang tidur. Apabila dilakukan secara kontinyu, kegiatan ini
lambat laun akan menggugah anak untuk membaca sendiri. Peran perpustakaan di
sini bisa dilakukan dengan jalan mengadakan lomba mendongeng orang tua kepada
anaknya. Ketika kebiasaan membaca sudah tertanam di setiap keluarga maka
kebutuhan akan bahan bacaan akan meningkat dan diharapkan mereka akhirnya akan
mencari tempat sumber koleksi bacaan. Dari sinilah perpustakaan diharapkan
untuk menangkap kegelisahan masyarakat yang haus akan bacaan.
Kedua,
mengundang anak TK/PAUD berkunjungan ke perpustakaan
Kegiatan
ini bisa berupa; mewarnai, membaca, dan bisa juga melihat film yang diputar di
perpustakaan. Aktivitas ini secara
tidak langsung bisa memberikan pengalaman kepada anak-anak mengenai aktivitas
perpustakaan. Anak-anak secara tidak langsung akan mengamati perilaku
pengunjung dan petugas perpustakaan ketika mereka berada di ruang perpustakaan.
Dari sini diharapkan mereka tidak canggung lagi ketika harus berkunjung sendiri
ke perpustakaan kelak.
Ketiga, mengadakan lomba membaca naskah
sastra
Lomba membaca naskah sastra merupakan
salah satu kegiatan yang dapat merangsang minat baca. Ini disebabkan karena masing-masing individu
mempunyai selera yang berbeda. Mereka akan memilih dan memilah jenis bacaan
yang sesuai dengan perasaannya. Dari beberapa poin di atas diharapkan nantinya
bisa tercipta kebiasaan membaca di masyarakat sehingga tercipta suatu kondisi
masyarakat pembelajar sepanjang hayat (long life education ).
*/PNS di Kab. Blora
Tidak ada komentar:
Posting Komentar