Slogan kami

Redaksi Buletin Pustaka mengucapkan Selamat Hari Soempah Pemoeda, 28 Oktober 2013

Senin, 21 Mei 2012

Presentasi Lisan, Sulitkah?


Presentasi Lisan, Sulitkah?
Oleh Drs. Budi Sugito, M.Si.


Drs. Budi Sugito, M.Si.
Presentasi secara lisan sama sekali berbeda dengan presentasi secara tertulis, karena tujuan kedua komunikasi tersebut berbeda. Tujuan utama presentasi lisan adalah untuk membangkitkan minat dan perhatian para pendengarnya, tidak sekedar memberikan informasi. Sebaliknya presentasi tertulis (laporan, makalah, jurnal, dsb.) lebih berfungsi sebagai sumber informasi. Karena perbedaan ini maka tata cara penyampaian presentasi lisan sangat berbeda dengan tata cara penyampaian presentasi tertulis, bahkan untuk materi yang sama sekali pun.
Untuk memahami bagaimana sesungguhnya presentasi lisan yang baik, perlu mengetahui presentasi lisan yang buruk yang pernah kita ikuti. Pada umumnya komentar pendengar terhadap presentasi yang buruk adalah: pembicara membosankan karena masalah yang dibahas tidak menarik; terlalu banyak basa basi/variasi yang tidak perlu; pembicara tidak siap dan sering lupa pokok permasalahan; presentasi tidak sistematis (mbulet), sehingga sulit diikuti; tayangan tidak menarik; pembicara tidak berani memandang hadirin, tetapi selalu memandang screen; dsb.
Dari uraian hal-hal buruk tersebut, maka presentasi lisan yang baik adalah :
ü  Menarik (tidak membosankan)
ü  Terorganisasi rapi
ü  Jelas
ü  Menggunakan waktu secara efektif
ü  Menggunakan alat bantu secara efektif
ü  Apabila menggunakan tayangan, tayangan tersebut enak dilihat dan mengesankan.

Langkah Persiapan
Bila kita mampu mengendalikan perasaan gugup (yang memang wajar) karena harus berbicara didepan banyak orang atau bahkan didepan pimpinan kita, serta mampu menunjukkan performa yang baik, berarti kita telah melakukan persiapan dengan baik. Memiliki rasa percaya diri, percaya bahwa isi dan urutan topik pembicaraan telah sesuai, bahwa penampilan cukup meyakinkan, merupakan langkah terpenting menghadapi perasaan demam panggung. Sebagian besar kesan yang diterima hadirin akan timbul bukan dari apa yang kita ucapkan, tetapi dari bagaimana kita mengucapkan. Ekspresi, volume suara, pilihan kata dan urutan pembicaraan seringkali lebih menarik perhatian daripada pemikiran yang hendak kita sampaikan.
Ada tiga cara utama menyampaikan presentasi lisan :
Pertama: mengandalkan ingatan, memberikan presentasi tanpa membuat catatan-catatan terlebih dahulu. Gaya presentasi seperti ini biasanya dilakukan oleh orang-orang yang sudah menguasai permasalahan, serta sudah  memiliki jam terbang yang tinggi berbicara di depan umum. Bagi yang belum terbiasa tentu sangat berat dan pembawaannya terbata-bata. Yang lebih parah lagi, memori/ingatan tiba-tiba bisa hilang, terutama bila kita merasa gugup.
Kedua: mengandalkan catatan/teks.  Cara ini dapat mengurangi kegugupan dan pembicara tidak perlu menyampaikan presentasi dengan mencari-cari kata seperti ”...eee”, ”anu” atau” apa itu”. Namun cara inipun sebenarnya bukan cara komunikasi yang baik, karena antara gaya bahasa tulis dan lisan bisa sangat berbeda.  Presentasi lisan yang hanya membaca tulisan kata demi kata akan terdengar sangat monoton, membosankan dan sulit diikuti.
Ketiga: menggunakan alat bantu presentasi. Cara ini paling banyak dilakukan pada saat ini, seiring dengan kemajuan teknologi. Dalam metode ini, sebaiknya materi  ditampilkan dengan gaya yang menarik dan hanya menampilkan pokok-pokok atau garis besar, sedangkan penjelasan disampaikan secara lisan diluar tampilan di layar. Dengan begini ada kesempatan bagi pembicara untuk menatap/berinteraksi dengan hadirin.
Memulai Presentasi
Bersikap penuh percaya diri sangat penting artinya untuk memulai suatu presentasi. Cobalah dicari bagaimana memperkenalkan topik yang hendak disampaikan secara menarik dan efektif. Pilihlah kata-kata yang tepat dan sesuai.
Pada umumnya suatu presentasi lisan menghendaki agar hadirin tertarik dan memusatkan perhatian pada topik pembicaraan kita. Suatu tayangan yang memikat, atau suatu pernyataan yang menghubungkan topik dengan pengalaman mental  hadirin akan sangat efektif sebagai pembuka. Buku-buku tentang cara berpidato pada umumnya mengusulkan agar membuka  pidato/presentasi dengan petikan (dalil, peribahasa, ayat, dsb.),    pertanyaan retoris (misalnya: bagaimana kabar ibu dan bapak sekalian, sehat-sehat semua?, dsb.), atau pernyataan kejutan (misalnya: hasil penelitian, peristiwa luar biasa, dsb) yang berkaitan dengan topik pembicaraan.
Perlu diingat, baik dalam memulai maupun selama presentasi, tidak ada perlunya meminta maaf kepada hadirin karena presentasi kita terlalu sederhana, atau kurang bermutu, dsb. Permintaan maaf seperti ini mungkin melegakan perasaan kita sebagai pembicara, namun menghilangkan simpati dan minat hadirin. Daripada meminta maaf, lebih baik  sampaikan presentasi dengan jelas dan dengan gaya yang memikat serta profesional. Kebanyakan orang tidak begitu memperhatikan kesalahan, apabila kita tidak menunjukkannya. Kesalahan-kesalahan kecil yang mungkin ada, akan tertutup oleh penampilan presentasi yang memikat dan elegan.
Bicaralah pelan-pelan (tidak cepat) dan jelas. Tunjukkan minat dan antusias kita terhadap topik yang kita ketengahkan, serta berbicaralah dengan hadirin, bukan kepada layar atau catatan!.

Mengakhiri Presentasi
Suatu akhir presentasi yang merangsang pemikiran sama pentingnya dengan awal presentasi yang menarik minat. Menit-menit terakhir suatu presentasi merupakan bagian yang sangat mempengaruhi kesan hadirin. Sampaikan kesimpulan sedemikian rupa sehingga mengundang komentar, kemudian akhiri presentasi dengan mantap. Jangan melirihkan suara atau meningkatkan kecepatan berbicara. Sesudah kalimat terakhir, jangan lupa ucapkan ”terima kasih” kemudian sampaikan salam. Ini sekaligus sebagai tanda bahwa presentasi telah berakhir.
Pada umumnya setelah presentasi dilanjutkan dengan tanya jawab. Bagian ini merupakan bagian yang paling menakutkan, terutama bagi pembicara yang belum berpengalaman atau kurang menguasai permasalahan yang dipresentasikan. Kebanyakan pembicara membayangkan bahwa pertanyaan yang akan diajukan adalah untuk mencari-cari kelemahan atau hal-hal yang tidak dikuasai pembicara. Kemungkinan seperti itu sangat kecil. Namun apabila hal seperti itu benar-benar terjadi, ingatlah bahwa kita tidak harus menguasai segala sesuatu secara lengkap, sehingga tidak pada tempatnya dan tidak ada gunanya bersikap difensif. Membual akan sangat membosankan, tetapi buta sama sekali terhadap masalah yang diajukan penanya juga tidak benar. Bila jawaban yang membantu dan informasi tidak kita miliki, maka ucapkan saja ”suatu pendapat yang bagus” atau ”masalah seperti itu belum cukup saya pahami”. Bila ada yang ngotot mengajak berdebat, ajak saja membahas masalah yang diajukan setelah presentasi selesai.
Catatan Penting
Hal yang sangat penting agar kita mampu presentasi lisan dengan baik adalah membiasakan diri untuk sesering mungkin berbicara didepan umum. Ada pameo bahwa, bisa itu karena biasa. Ibarat seorang pilot, jumlah jam terbang akan menentukan kualitas dalam menerbangkan pesawat. Jangan berpikir bahwa dengan berbekal ilmu pengetahuan pasti dapat berbicara di depan umum. Belum tentu! Banyak orang berstrata pendidikan tinggi namun sama sekali tidak berkemampuan atau bahkan tidak berani berbicara di depan umum. Untuk itu ketika ada kesempatan tampil dan berbicara di depan umum, manfaatkan kesempatan itu. Ketika kesempatan itu dilewatkan, berarti suatu kerugian besar atau indikasi bahwa seseorang itu memang tidak berkeinginan untuk mampu berbicara di depan umum.
Penulis adalah Camat Ambarawa
nsep - � r i �/ � tugas perpustakaan nasional dalam usaha pimbanaan dan pengembangan perpustakaan semakin ringan. Setelah mampu melakukan pengelolaan perpustakaan maka masyarakat dapat melakukan pengelolaan secara mandiri atau swadaya. Bahkan masyarakat diberikan keleluasaan untuk merumuskan peraturan yang berlaku di perpustakaan. Perumusan peraturan perpustakaan yang dirumuskan oleh masyarakat dapat menjadi salah satu faktor yang memotivasi masyarakat datang ke perpustakaan.
PNPM Mandiri Versi Perpustakaan
Jika melihat realita yang ada di masyarakat PNPM Mandiri ternyata mampu “merangsang” masyarakat untuk melakukan pembangunan secara mandiri. Berbagai fasilitas publik dan program pemberdayaan masyarakat lainnya mampu dilakukan masyarakat secara mandiri. Dengan program ini maka proses pembangunan atau program pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah akan lebih cepat terlaksana karena melibatkan masyarakat.
Pemerintah melalui PNPM Mandiri memberikan stimulan berupa dana bantuan untuk mendukung program pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat. Dana bantuan yang diberikan kepada masyarakat inilah yang memotivasi masyarakat untuk melakukan pembangunan secara mandiri. Untuk memperoleh dana bantuan atau dana stimulan tersebut, masyarakat diwajibkan untuk menyusun proposal dan memiliki modal awal untuk melakukan kegiatan atau program yang akan dilaksanakan dalam proposal tersebut. Modal awal yang ada dalam proposal ini disyarakatkan sebagai bentuk keseriusan masyarakat untuk melakukan pembangunan.
PNPM mandiri direspon positif oleh masyarakat. Banyak masyarakat yang termotivasi untuk melakukan pembangunan secara mandiri. Jika melihat hasil dari implementasi PNPM mandiri ini, maka konsep ini layak dijadikan sebagai referensi untuk membangunan perpustakaan di Tanah Air. Selama ini pembangunan perpustakaan di tanah air selalu bertumpu kepada Perpustakaan Nasional dan Perpustakaan Daerah. Dengan mengadopsi konsep dari PNPM mandiri ini maka peran masyarakat dalam pembangunan perpustakaan di tanah air sebagai besar. Masyarakat tidak hanya diposisikan sebagai pihak yang dilayani oleh perpustakaan, akan tetapi menjadi aktor yang memiliki peranan penting dalam pembangunan dan pengelolaan perpustakaan itu sendiri.
Seperti PNPM Mandiri, pemerintah melalui lembaga terkait seperti Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Daerah atau bahkan Dinas Pendidikan dapat memberikan dana stimulan untuk peningkatan kualitas perpustakaan. Dana stimulan ini diberikan kepada kelompok masyarakat yang bersedia untuk mengajukan proposal pengembangan perpustakaan. Bagi masyarakat yang telah memiliki perpustakaan mereka dapat mengajukan proposal untuk peningkatan fungsi perpustakaan. Sementara bagi masyarakat yang belum memiliki perpustakaan dapat mengajukan proposal untuk membangunan embrio perpustakaan. Namun hendaknya tidak hanya memberikan stimulan bantuan dana, perpustakaan juga perlu melakukan kegiatan pendampingan serta evaluasi terhadap pengelolaan perpustakaan.
Jika konsep ini benar-benar terealisasi maka akan banyak tumbuh perpustakaan di Tanah Air, secara tidak langsung upaya pembinaan minat baca yang selama ini bertumpu dapat perpustakaan daerah dapat didistribusikan melalui perpustakaan-perpustakaan yang berada dilingkungan masyarakat. Dengan demikian maka beban perpustakaan umum dalam melakukan pembinaan minat baca masyarakat menjadi lebih ringan.
*\Staf Perpustakaan ISI Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

m
o
c
.
t
o
p
s
g
o
l
b
.
a
k
a
t
s
u
p
n
i
t
e
l
u
b