Budaya Baca Dan Menulis Menyikapi
Publikasi Ilmiah
Oleh
: Hadziq Anas K. Wahid
“Maaf… Pak Menteri sudah pernah kirim tulisan untuk publikasi jurnal ilmiah atau belum? saya pengin baca dong tulisannya… Kalo ada yang bisa kasih link-nya tulisan Pak Menteri...tolong ya kasih tau…”""Masak nulis saja tidak bisa? Ini kan sarjana, bukan SMA": ketauan ni mentri bisanya omong doang! misal mhs kedokteran 1 angkatan di Unv X 200 org, di Indonesia brp???? jurnal kedokteran yg tersedia ada berapa???? mikir om, mikir!!!”“Nah ni, akan ketauan mana universitas yang abal-abal, hahaha…”
![]() |
Hadziq Anas K. Wahid |
Itulah
beberapa komentar dari para mahasiswa kalau kita buka internet (www.vivanews.com) terkait Surat Ampuh Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, surat
edaran bernomor 152/E/T/2012 terkait publikasi karya ilmiah. Surat tertanggal
27 Januari 2012 ini ditujukan kepada Rektor/Ketua/Direktur PTN dan PTS seluruh
Indonesia. Surat yang ditandatangani Dirjen Dikti Djoko Santoso itu memuat tiga
poin penting bagi para mahasiswa, baik strata satu, master hingga program
doktoral.
Tiga
poin ketentuan itu adalah :
1.
Untuk lulus program Sarjana harus
menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah.
2.
Untuk lulus program Magister harus telah
menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah nasional, diutamakan yang
terakreditasi Dikti.
3.
Untuk lulus program Doktor harus telah
menghasilkan makalah yang diterima untuk terbit pada jurnal internasional.
Disebutkan bahwa
saat ini jumlah karya ilmiah perguruan tinggi di Indonesia masih sangat rendah.
Bahkan, hanya sepertujuh dari jumlah karya ilmiah perguruan tinggi di Malaysia.
Oleh karena itu, ketentuan ini bertujuan untuk meningkatkan jumlah karya ilmiah
di Indonesia.
Sebenarnya yang
banyak komentar kontranya adalah dari mahasiswa S1. Memang kita tidak boleh dibanding-bandingkan
dengan Universitas Negara tetangga. Karena disana sudah ditunjang sarana
prasarana yang lebih memadai.
Terlepas dari
semua itu, seorang mahasiswa tidak boleh lepas dari budaya membaca. Buku,
e-book, artikel, diktat, jurnal, internet dan apalah itu namanya adalah bacaan
wajib bagi mahasiswa jika ilmunya ingin berkembang. Namun budaya baca saja
tidak cukup, harus ada tindakan untuk mengaktualisasikan isi dari bacaan
tersebut. Ini dilakukan karena keterbatasan daya ingat otak kita. Jika hanya
membaca saja maka bahan bacaan tersebut mudah sekali hilang. Sayangnya karena
mahasiswa sekarang kurang terlatih menulis sehingga kemampuan menulisnya sangat
sedikit.
Sekarang ini
banyak mahasiswa yang hanya mempunyai satu tujuan yaitu ingin mendapatkan nilai
baik. Bahkan untuk itu, ia rela melakukan apapun. Sangat jarang yang belajar
dengan menulis. Bahkan dengan kemajuan teknologi sekarang ini sering digunakan
tidak maksimal bahkan cenderung negatif. Kebiasaan Copy and Paste membuat
budaya plagiat jadi populer. Dan ini tidak hanya dilakukan oleh mahasiswa dalam
membuat tugas kuliah seperti makalah atau paper namun juga dalam membuat tugas
akhir, skripsi, tesis bahkan disertasi. Budaya inilah yang harus kita pupus
untuk menyikapi Surat Ampuh (surat
edaran dari dikti) baik dari pendidikan dasar, menengah dan tinggi.
Ketrampilan
dalam menulis itu tidak di dapatkan secara instan. Ada proses untuk bisa
mengarah kesana. Yang pasti kita harus berlatih untuk menulis. Seorang
sejarawan dan sastrawan seperti Pramoedya
Ananta Toer yang seperti kita ketahui dengan tulisannya yang berkualitas tinggi
tidak mendapatkan keahliannya begitu saja. Ia juga melalui proses belajar untuk
menulis.
Untuk
mengatasi hal tersebut, penulis mendapat saran seorang teman mahasiswa dari
Universitas Muria Kudus untuk dapat mengembangkan kemampuan dalam bidang
keterampilan penulis.
Ia
mengatakan : Pertama, mulailah
menulis dengan hal-hal yang digemari. Hal ini akan sangat membantu dalam
memulai proses penulisan terutama berkaitan dengan pemahaman tentang masalah
yang ditulis.
Kedua,
berpikirlah sederhana, artinya tulislah semua hal yang ada dalam pikiran anda,
jangan terpengaruh akan pikiran orang lain yang mungkin saja sulit anda pahami.
Ketiga,
perlihatkan hasil tulisan anda kepada orang lain. Tahap ini akan membantu anda
untuk mengetahui kesalahan-kesalahan apa yang masih anda perbuat ataupun sampai
tingkat yang bagaimana tulisan anda dihargai oleh seseorang.
Keempat,
teruslah berlatih, dalam artian tulislah segala sesuatu yang anda hendak tulis.
Dengan cara ini anda akan mempunyai perbendaharaan kata yang banyak. Selain itu
juga, dengan sering berlatih menulis, kerangka pemikiran anda tentang suatu
masalah akan berkembang
Mudah-mudahan
saran yang telah diberikan akan membantu kita untuk membangun kebiasaan
menulis. Sehingga diharapkan dengan berkembangnya kebiasaan menulis akan muncul
tokoh-tokoh, seperti Gie-Gie (Soe Hoek Gie) ataupun Pram-Pram (Pramoedya Ananta
Toer) yang lainnya di Indonesia.
Tak perlu risau dengan adanya edaran surat ampuh tersebut kalau kita bisa
menyikapinya dengan bijak. Pasti ada arah kebaikan dibalik semua itu.
____________________________________
____________________________________
* Anggota
TBM Nurul Fatah Gemawang-Jambu Kab. Semarang, kuliah di Universitas Dian
Nuswantoro Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar