Slogan kami

Redaksi Buletin Pustaka mengucapkan Selamat Hari Soempah Pemoeda, 28 Oktober 2013

Jumat, 18 Maret 2011


MEMBACA TAK HANYA KETIKA DI BANGKU SEKOLAH
*Menika Murtiatma

Siapapun yang terhibur dengan buku-buku, kebahagiaan tak akan sirna dari dirinya (Ali bin Abi Thalib)

            Hari yang cerah dan belum ada pekerjaan maupun sesuatu yang perlu segera ditangani. Ku tatap seonggok tumpukan buku dan serpihan-serpihan kertas yang terpampang di rak buku dan meja. Kemudian ku ambil satu buku meskipun isi buku itu tidak ada hubungannya dengan jurusanku ketika masih di bangku kuliah. Tiba-tiba seorang teman berkomentar, “Lho bukannya udah lulus???? Ngapain baca buku lagi??? Sekolah enggak, kuliah enggak kok masih aja belajar.”
            Melihat kisah di atas ternyata masih banyak atau mungkin beberapa orang di Indonesia yang mempunyai mindset bahwa membaca hanya ketika kita masih mengenyam pendidikan formal. Konteks membaca di sini masih sepadan dengan belajar nampaknya. Padahal membaca tidak hanya untuk belajar materi-materi sekolah atau kuliah, akan tetapi juga merupakan salah satu cara untuk mendapatkan informasi maupun wawasan dari seluruh dunia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia membaca adalah melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau bunyi dalam hati). Sedangkan pengertian membaca yang ditemukan di salah satu situs internet adalah suatu cara untuk memperoleh informasi dari sesuatu yang di tulis. Sudah sangat jelas menurut ke dua pengertian di atas bahwasannya membaca tidak hanya ketika masih di bangku sekolah dengan konteks belajar, tetapi lebih luas, yaitu untuk mendapatkan informasi dan memahami isi tulisan yang terdapat dalam buku, media massa, internet, komputer dan atau yang lebih luas adalah media baca.
            Manfaat membaca sangatlah besar adanya bagi kehidupan manusia di dunia, karena dengan membaca, jendela dunia akan terbuka lebar dengan sekejab mata karena meskipun tak dapat keliling dunia. Selain itu, suatu peradapan yang lebih tinggi dan lebih baik akan tercipta jika masyarakatnya sadar akan manfaat membaca dan mengambil manfaat tersebut tentunya.
Berdasarkan hasil survei United Nation Education Society and Cultural Organization (UNESCO), minat baca penduduk Indonesia jauh di bawah negara-negara Asia. Sebagai contoh negara maju seperti Amerika, Jerman dan Jepang mempunyai peradapan yang pesat karena masyarakatnya mempunyai tradisi membaca dengan tanpa disuruh. Masyarakat di Negara-negara maju ini selalu memanfaatkan waktu dengan kegiatan produktif, yaitu membaca. Karena membaca adalah kegiatan produktif yang murah, bermanfaat dan dapat dilakukan di mana saja. Entah itu ketika perjalanan di kendaraan umum, mengantri karcis, menunggu kendaraan umum, menunggu hidangan datang ketika di restoran dll. Tampaknya, membaca telah menjadi konsumsi sehari-hari dan telah menjadi salah satu kebutuhan primer selain makan, minum dan tempat tinggal. Kemudian marilah kita tengok di Negara kita sendiri, Indonesia. Hmmm apa yang terjadi? Hal di atas nampaknya belum dapat diterapkan pada masyarakat Indonesia. Banyak sekali yang berpendapat “Mana Sempet???”
Seharusnya budaya yang baik dan bermanfaat ini dapat kita tiru seiring berjalannya masa globalisasi. Akan tetapi nampaknya kondisi di Indonesia terbalik, bukan budaya baik dan bermanfaat yang diambil dan ditiru akan tetapi budaya yang negatif di tiru oleh anak muda bahkan orang tua. Anak muda lebih senang main games dari pada membuka-buka buku, mereka pun lebih senang nongkrong atau shoping aksesoris di mall dari pada nongkrong di perpustakaan atau shoping buku dan banyak kondisi yang sangat miris melihat perkembangan anak muda dan orang dewasa yang sekarang lebih konsumtif dan bergaya hidup “Wah”.
Menumbuhkan kebiasaan membaca tidak hanya di bangku sekolah, akan tetapi yang paling mendasar adalah di lingkungan keluarga. Dimana seorang anak lebih banyak bersama keluarga dan mengikuti kebiasaan-kebiasaan orang tuanya. Berhubungan dengan orang tua, mereka mempunyai peran penting dalam menumbuhkan kegemaran membaca bagi seorang anak. Pepatah Inggris mengatakan we first make our habits, then our habits make us. Sebuah watak akan muncul, bila kita membentuk kebiasaan lebih dulu. Artinya, bila orang tua ingin anaknya gemar membaca buku, maka membaca buku perlu dibiasakan sejak kecil. Orang tua hendaknya juga memberi teladan yang baik untuk meningkatkan minat membaca anak.
Berapa juta jiwa orang tua di Indonesia ini, jika delapan dari sepuluh orang tua di Indonesia menerapkan peneladanan minat membaca terhadap anak, maka semua bentuk kebodohan dan ketidaktahuan dapat terelakkan. Bangsa Indonesia tentunya akan semakin mempunyai peradapan yang semakin maju dan baik setiap waktunya. Biaya pendidikan yang kian melambung tentunya tidak menjadi persoalan dengan adanya masyarakat yang gemar membaca. Karena membaca tidak harus membeli buku, akan tetapi dapat dilakukan di perpustakaan bahkan di mana saja, dengan siapa saja dan dengan media apa saja. Entah media tersebut masih baru maupun sudah lama.
*\ Anggota Perpustakaan. Warga Karangjati, Ungaran


Tidak ada komentar:

Posting Komentar