Slogan kami

Redaksi Buletin Pustaka mengucapkan Selamat Hari Soempah Pemoeda, 28 Oktober 2013

Sabtu, 18 September 2010

MULTIKULTURALISME DI PERPUSTAKAAN

MULTIKULTURALISME DI PERPUSTAKAAN
Oleh : Asih Winarto )*

Multikultural berarti beraneka ragam kebudayaan. Secara alami atau kodrati, manusia diciptakan Tuhan dalam keanekaragaman, oleh karenanya pemahaman tentang keanekaragaman budaya perlu terus menerus diperhatikan. Menurut Parsudi Suparlan (2002) akar kata dari multikulturalisme adalah kebudayaan, yaitu kebudayaan yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. Dalam konteks pembangunan bangsa, istilah multikultural telah membentuk suatu ideologi yang disebut multikulturalisme. Pemahaman terhadap multikulturalisme merupakan kebutuhan bagi manusia untuk menghadapi tantangan global di masa mendatang.
Berbagai konflik sosial yang bernuansa SARA (suku, agama, dan ras) kerap melanda negeri ini berkaitan erat dengan masalah kebudayaan. Dari beberapa studi menyebutkan, salah satu penyebab utama dari konflik adalah akibat lemahnya pemahaman dan pemaknaan tentang konsep kearifan budaya. Menurut Al-Qadrie (2005), bahwa berbagai konflik sosial yang menimbulkan keterpurukan di negeri ini disebabkan oleh kurangnya kemauan menerima dan menghargai perbedaan ide, dan pendapat orang lain, karya dan jerih payah orang lain, melindungi yang lemah dan tak berdaya, menyayangi sesama, kurangnya kesetiakawanan sosial, dan tumbuhnya sikap egois serta kurang perasaan atau kepekaan sosial. Oleh karena untuk mencegah atau meminimalkan konflik tersebut perlu dikembangkan pemahaman multikulturalisme. Melalui pemahaman yang benar tentang multikulturalisme ini diharapkan akan dicapai suatu kehidupan masyarakat  yang damai, harmonis, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Salah satu fungsi utama perpustakaan adalah fungsi edukasi atau fungsi pendidikan. Perpustakaan merupakan salah satu bentuk pusat atau lembaga pendidikan. Perpustakaan sebagai pusat pendidikan akan tergambar dari pemanfaatan perpustakaan sebagai salah satu alternatif bagi masyarakat dalam proses pembelajaran. Perpustakaan merupakan lembaga pendidikan non formal di mana seseorang, baik individu maupun kelompok dapat menggunakan perpustakaan sebagai sarana peningkatan pengetahuan dan ketrampilan  yang diperlukan dalam kehidupan.
Perpustakaan seperti ditulis oleh Greenhalgh dan Worpole (1995) merupakan suatu gerbang bagi kebudayaan secara luas (a entry point to the wider culture), sebagai gerbang kebudayaan, maka perpustakaan haruslah merupakan tempat yang ‘bebas noda’ atau netral dari keberpihakan (libraries is non-stigmatizing places). Perpustakaan hendaknya menjadi tempat penyimpanan beragam hasil budaya manusia di mana seseorang dapat mengenal dan memahami beragam kebudayaan yang dimiliki oleh manusia. Keragaman koleksi yang mencakup berbagai subjek dan aspek-aspeknya merefleksikan keterbukaan perpustakaan terhadap isu pluralisme dan multikulturalisme. Semakin akomodatif kebijakan suatu perpustakaan terhadap berbagai sumber-sumber informasi dari beragam kebudayaan maka berarti perpustakaan tersebut telah menunjukkan kepeduliannya terhadap multikulturalisme. Demikian pula sebaliknya, jika koleksi perpustakaan hanya terdiri dari satu jenis subjek atau mempunyai subjek yang terbatas, berarti perpustakaan tersebut kurang menyebarluaskan pengetahuan multikulturalisme.
Selanjutnya, perpustakaan juga tidak boleh dijadikan sebagai sarana propaganda bagi satu kebudayaan atau faham tertentu. Sebab hal ini akan bertentangan dengan konsep multikulturalisme. Dalam kerangka ini, perpustakaan harus menjadi lembaga yang inklusif, dan bukan eklusif terhadap beragam kebudayaan umat manusia.
Melalui pemanfaatan koleksi perpustakaan yang multikultural, diharapkan para pengguna perpustakaan mengenal dan memahami beragam kebudayaan yang dimiliki oleh umat manusia akan tumbuh saling pengertian dan menghargai perbedaan kebudayaan.
Disamping itu, menurut Rifai (2006) berbagai kegiatan seperti pameran buku, bedah buku, lokakarya, penayangan  film dokumenter dan kebudayaan, dan berbagai kegiatan lainnya dapat diselenggarakan oleh perpustakaan dalam rangka mengenalkan keragaman kebudayaan umat manusia. Berbagai event nasional maupun internasional, baik yang bersifat sosial, budaya dan keagamaan dapat menjadi moment penting dalam mengenalkan keanekaragaman kebudayaan manusia. Misalnya, pada event Maulid Nabi dapat dipamerkan buku-buku berkenaan dengan  ketokohan dan kepribadian Nabi Muhammad SAW, demikian pula pada event-event keagamaan lainnya. Peringatan Sumpah Pemuda (28 Oktober), juga dapat digunakan sebagai sarana mengenalkan beragam kebudayaan daerah di Indonesia. Melalui berbagai kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan dapat mengenalkan keragaman kebudayaan, sekaligus untuk meningkatkan apresiasi terhadap keanekaragaman kebudayaan yang ada sebagai bagian dari kegiatan pendidikan multikulturalisme.
Perpustakaan merupakan salah suatu lembaga yang secara potensial dapat menumbuhkembangkan semangat pluralisme dan multikulturalisme. Dengan multikulturalisme ini maka prinsip “Bhineka Tunggal Eka” seperti yang tercantum dalam dasar negara akan menjadi terwujud. Keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia akan menjadi inspirasi dan potensi bagi pembangunan bangsa sehingga cita-cita untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dapat tercapai.
*)   Pustakawan Tinggal di Bawen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar