Slogan kami

Redaksi Buletin Pustaka mengucapkan Selamat Hari Soempah Pemoeda, 28 Oktober 2013

Rabu, 01 September 2010

PUSTAKAWAN PROFESI LANGKA DI DAERAH


PUSTAKAWAN PROFESI LANGKA DI DAERAH
Oleh : Eko Wahyudi Setianto

Pustakawan adalah sebutan bagi orang yang bekerja di perpustakaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pustakawan didefinisikan sebagai orang yang bergerak di bidang perpustakaan atau ahli perpustakaan  Kemudian di dalam Kode Etik Ikatan Pustakawan Indonesia disebutkan bahwa yang dimaksud pustakawan adalah seseorang yang melaksanakan kegiatan perpustakaan dengan jalan memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan tugas lembaga induknya berdasarkan ilmu perpustakaan, dokumentasi dan informasi yang dimilikinya melalui pendidikan. Sedangkan menurut Kamus Istilah Perpustakaan karangan Lasa H.S. Librarian – pustakawan, penyaji informasi adalah tenaga profesional dan fungsional di bidang perpustakaan, informasi maupun dokumentasi. Dari pengertian tersebut kiranya dapat disimpulkan bahwa pustakawan adalah orang yang memiliki pendidikan perpustakaan atau ahli perpustakaan atau tenaga profesional di bidang perpustakaan dan bekerja di perpustakaan.
Jadi pustakawan adalah seseorang yang profesional atau ahli dalam bidang perpustakaan. Pustakawan adalah profesi, untuk menjadi pustakawan perlu kriteria tertentu yang berkaitan dengan bidang tugas yang dikerjakan. Menurut Sulistyo Basuki pengertian profesi merupakan suatu pekerjaan yang memerlukan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari teori dan bukan saja praktek dan diuji dalam bentuk ujian dari sebuah universitas atau lembaga yang berwenang serta memberikan hak kepada yang bersangkutan untuk berhubungan dengan nasabah.
Jumlah pustakawan seluruh Indonesia sebanyak 3.021 yang menyebar di berbagai institusi pemerintah. Pustakawan di Perpustakaan Nasional RI sebanyak 159 (5.26 %), Pustakawan pada Perpustakaan Daerah Provinsi sebanyak 682  (22.58%), Pustakawan di Perpustakaan Daerah Kab./Kota sebanyak 133 (4.4%), Pustakawan di Perpustakaan Khusus sebanyak 489 (16.19%), Pustakawan di Perpustakaan Perguruan Tinggi sebanyak 1.365 (45.18%), Pustakawan di Perpustakaan SLTA sebanyak 83 (2.75 %), Pustakawan di Perpustakaan SLTP sebanyak 110 (3.64%), serta Pustakawan di Perpustakaan SD sebanyak 0 (0 %). 
PUSTAKAWAN DAERAH
Melihat data tersebut penyebaran pustakawan di daerah kurang begitu diminati oleh Pegawai Negeri Sipil yang berada di daerah Kabupaten / Kota. Perpustakaan yang notabene sebagai pusat untuk menempa ilmu “kawah condrodimuko” masyarakat pembelajar, pusat ilmu pengetahuan, pusat pencerah peradaban manusia, tempat transformasi kebudayaan, serta sebagai mediasi dan emansipator di tengah hegemoni budaya teknologi komunikasi dan informasi, sudah semestinya dikelola oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan bermartabat pula. Sangat ironis memang, kenyataannya sampai saat ini institusi perpustakaan sangat jarang sekali diminati oleh pegawai negeri sipil, terlebih lagi profesi sebagai pustakawan. Banyak sekali penyebab pegawai enggan di tempatkan pada institusi perpustakaan. Menurut Murad Maulana dalam Tunjangan Kelangkaan Profesi disebutkan bahwa penyebab kengganan PNS bekerja di perpustakaan adalah : Pertama, perpustakaan umum adalah lembaga yang “kering” sehingga konsep tentang paradigma penghasilan di luar ketentuan peraturan perundangan (non budgeter/kebohongan manajemen anggaran) yang akan didapatkan dari institusi tersebut hampir tidak ada.
Kedua, Perpustakaan umum di daerah adalah lembaga yang mempunyai reputasi imej dengan sekumpulan orang bermasalah dan buangan. Karenanya baik masyarakat maupun seperangkat pejabat yang berwenang masih menganggap remeh peran dari perpustakaan itu sendiri. Ketiga, profesi pustakawan di perpustakaan umum daerah identik dengan profesi “tukang jaga buku” (baca: Petani Mencangkul Sawah, Pustakawan Mencangkul Buku). Sehingga profesi tersebut kurang lebih akan membuat sebuah paradigma kepada masyarakat bahwa pustakawan adalah pekerjaan yang tidak memerlukan skill dan pengetahuan, pekerjaan yang monoton, dan statis. Kalau sudah demikian, dapatkah profesi pustakawan akan diminati pegawai baru dan juga oleh para generasi muda? Kondisi yang dihadapi institusi sebagian besar perpustakaan umum di daerah adalah demikian adanya.
Kemudian, Dapatkah kiranya pustakawan kadaluarsa (pustakawan jadi-jadian karena terpaksa) akan mempunyai keinginan untuk beralih menjadi pegawai pada instansi lain dikarenakan tidak adanya penghasilan (non budgeter/kebohongan manajemen anggaran) dari institusi yang menaunginya. Selanjutnya, dapatkah pustakawan mempunyai semangat idealisme untuk benar-benar bekerja di bidangnya tanpa dilandasi faktor finansial (tambahan penghasilan).
TUNJANGAN KELANGKAAN PROFESI
Paling tidak dari ketiga persoalan tersebut dapat dimungkinkan solusinya apabila kita coba mau menengok pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Pasal 39 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007, yaitu melalui kebijakan pemberian tunjangan kelangkaan profesi bagi pustakawan. Tunjangan kelangkaan profesi dimaksud adalah tambahan penghasilan untuk pegawai negeri sipil dengan syarat-syarat yang mesti harus terpenuhi. Pasal 39 dimaksud adalah sebagai berikut: Ayat pertama,. Pemerintah daerah dapat memberikan tambahan penghasilan kepada pegawai negeri sipil berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (1a) Persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada pembahasan KUA. Ayat Kedua, tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam rangka peningkatan kesejahteraan pegawai berdasarkan beban kerja, tempat bertugas, kondisi kerja, kelangkaan profesi, prestasi kerja, dan/atau pertimbangan objektif lainnya. Ayat ketiga, tambahan penghasilan berdasarkan beban kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan kepada pegawai negeri sipil yang dibebani pekerjaan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang dinilai melampaui beban kerja normal. Ayat keempat, tambahan penghasilan berdasarkan tempat bertugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan kepada pegawai negeri sipil yang dalam melaksanakan tugasnya berada di daerah memiliki tingkat kesulitan tinggi dan daerah terpencil.
Ayat kelima, tambahan penghasilan berdasarkan kondisi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan kepada pegawai negeri sipil yang dalam melaksanakan tugasnya berada pada lingkungan kerja yang memiliki resiko tinggi. Ayat keenam, tambahan penghasilan berdasarkan kelangkaan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan kepada pegawai negeri sipil yang dalam mengemban tugas memiliki ketrampilan khusus dan langka. Ayat ketujuh, tambahan penghasilan berdasarkan prestasi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan kepada pegawai negeri sipil yang memiliki prestasi kerja yang tinggi dan/atau inovasi. (7a) Tambahan penghasilan berdasarkan pertimbangan objektif lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam rangka peningkatan kesejahteraan umum pegawai, seperti pemberian uang makan. Ayat kedelapan, kriteria pemberian tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.
Tunjangan kelangkaan profesi pustakawan dapat diusulkan berdasar pada ayat (6), untuk pengecualian jumlah pustakawan di daerah sangat sedikit selain dari pada kemampuan daerah masing-masing untuk menanggung dan persetujuan DPRD yang di sesuaikan dengan ketentuan perundang-undangan. Semoga dengan adanya tunjangan kelangkaan tersebut, pustakawan akan bekerja lebih dinamis dan mempunyai prinsip idealisme yang lebih tinggi dalam perannya untuk  masyarakat sehingga ke depan pustakawan akan banyak diminati, juga yang lebih penting lagi adalah image dari pada pustakawan serta perpustakaan akan terdongkrak berubah positif.
*\Pemerhati Perpustakaan tinggal di daerah Bawen Kabupaten Semarang






Tidak ada komentar:

Posting Komentar