Slogan kami

Redaksi Buletin Pustaka mengucapkan Selamat Hari Soempah Pemoeda, 28 Oktober 2013

Senin, 05 November 2012

(KENAPA MASIH) TEMPAT BUANGAN


 Oleh : Siti Masruroh

Seorang guru berinisial PS, dikenai sangsi kedinasan dan oleh Eston Rimon Nainggolan, Wakil Kepala Sekolah Negeri 79, PS dipindahtugaskan menjadi pengelola perpustakaan sekolah dengan pertimbangan agar tidak berhubungan langsung dengan siswa. (Koran Tempo, 19 Januari 2009).Adalah AR seorang guru bahasa Jawa yang dibebastugaskan mengajar karena memukul siswa. Guru dari SMPN 26 Purworejo ini kemudian menjadi petugas perpustakaan karena menurut Kepala Dinas P dan K Kabupaten Purworejo Drs Bambang Aryawan MM, agar yang bersangkutan bisa introspeksi diri. (Suara Merdeka 18 Maret 2012).
Bagaimana tangggapan anda terhadap cuplikan berita di atas? Perpustakaan menjadi penjara untuk terdakwa. Guru yang bersalah dikenakan sangsi dengan menjadi petugas perpustakaan. Sistem pendidikan yang meletakan perpustakaan pada posisi seram.  Perpustakaan sekolah yang menjadi bagian dari pembelajaran seakan hanya menjadi tempat singgah orang-orang bermasalah.  Perpustakaan yang seharusnya menjadi pusat pembelajaran keberadaannya diabaikan oleh sistem pendidikan itu sendiri. Coba tenggok lokasi perpustakaan sekolah. Di tempatkan pada lokasi yang kurang strategis biasanya terpencil dari lingkungan pembelajaran. Petugas perpustakaan di perpustakaan sekolah sebagian besar terjadi karena guru tersebut kekurangan jam mengajar dan untuk melengkapinya maka ditugaskanlah beliau pada lembaga perpustakaan. Atau bahkan perpustakaan dikelola oleh petugas kebersihan sekolah. Hal ini lah yang mengakibatkan kurang terkelolanya perpustakaan dengan maksimal, bagaimana bisa maksimal bila mereka tidak memahami apa yang mereka kerjakan. Belum lagi ketika kita melihat koleksi yang ada di perpustakaan sekolah. Akan semakin mempertanyakan fungsi perpustakaan. Apa benar sebagai pusat pendidikan atau hanya tempat singgah buku-buku paket yang sebagian besar berasal dari satu penerbit.
Kalau kita menyimak Undang-undang Nomor. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional : “ mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembang potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, beriman, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggungjawab dan tanggung gugat.
 Seharusnya perpustakaan menjadi suatu sarana dalam mewujudkan sistem pendidikan nasional yang tertera pada UU No 20/2003.  Tetapi yang sangat di sayangkan kurang pahammya para penentu kebijakan dalam pengelolaan perpustakaan sekolah. Sehingga perpustakaan sekolah hanya akan menjadi prioritas nomer ke sekian dalam pengembangannya. Perpustakaan yang seharusnya menjadi pusatnya informasi hanya akan di lirik sebelah mata oleh pengguna. Kurangnya buku-buku yang lebih bersifat informasi menjadi kendala tersendiri untuk pemustaka menikmati fasilitas perpustakaan. Pemustaka haus akan informasi. Mereka mengingginkan informasi-informasi yang aktual yang bisa mengobati keingintahuan mereka.
Pengembangan perpustakaan yang dirancang akan terbentur oleh birokasi yang ada.  Keterbatasan dana menjadi alasan klasik yang selalu terdengar ketika sebuah pengajuan perbaikan fasilitas perpustakaan.
Tanggung jawab bersama untuk masalah pengembangan perpustakaan sekolah. Pustakawan tidak bisa berdiri sendiri tanpa ada bantuan dari para penentu kebijakan sekolah. Membangun dan memberdayakan perpustakaan bukan hal yang sulit asalkan masing-masing pihak mengerti arti pentingnya perpustakaan sekolah dalam sistem pendidikan.
Menjadikan perpustakaan sebagai pusat informasi dimana bukan hanya sekedar buku saja yang dicari menjadi harapan setiap pemustaka. Menjadi alur pembelajaran yang akan membantu mencerdaskan tunas-tunas bangsa. Mari menjadikan perpustakaan bukan tempat yang seram dan suram tetapi, lebih dari sekedar tempat yang nyaman dan penuh informasi.  Mari mulai dari diri kita membangun perpustakaan dengan standar nasional bukan hanya sebagai pengugur kewajiban sebagai syarat akreditasi setelah itu hilang tidak ada bekasnya.
___________________________________________________________
Pustakawan SMK Telekomunikasi Tunas Harapan.



1 komentar: