Slogan kami

Redaksi Buletin Pustaka mengucapkan Selamat Hari Soempah Pemoeda, 28 Oktober 2013

Senin, 05 November 2012

Selamat Datang Para Pembaca !


Oleh : Supardi Tyastomo

Adalah Kenmaos seorang kepala rumah tangga dari sebuah keluarga kecil yang tinggal di lereng Gunung Ungaran. Kenmaos sendiri adalah nama yang diberikan oleh kedua orang tuanya dengan harapan kelak di kemudian hari akan menjadi sosok pembaca seutuh usia. Persis sebagaimana yang telah menjadi impian kedua orang tuanya, Kenmaos yang kini telah menetap di suatu perumahan sederhana wilayah ibukota Kabupaten Semarang, bersama istri dan kedua anaknya mencoba membangun tradisi membaca di lingkungannya. Memang bukan pekerjaan yang mudah dan bergengsi. Pandangan acuh dari tetangga-tetangga pun tak luput menimpanya. Tidak jarang pula sang istri ikut tampil dengan wajah cemberut  kalau asap dapur mulai surut kepulan asapnya. Tapi itulah Kenmaos. Meski sang istri bermuka masam dan tetangga kanan kiri mulai menebar kasak kusuk tak sedap, Kenmaos  tetap saja asyik dengan buku-bukunya. Kesehariannya tak lepas dari buku. Barangkali hanya pada saat tidur saja dia tidak pegang buku, karena di kamar mandi pun sengaja ia menenteng buku ukuran supermini agar bisa ditaruh di kantong sakunya, sehingga sang buku dapat turut serta menemaninya di dalam kamar mandi.
Namun jauh di kedalaman relung hati, ia sering bertanya pada dirinya sendiri. Dalam kesendirian berkarib temaram malam, ia merenung. “Untuk apa semuanya ini ? Kenapa diriku tak bisa lepas dari ketergantungan pada buku? Bukankah bosan sering mengiring langkah manusia dalam mengukur ruang dan menyelami waktu ? Namun kenapa rasa bosan  tak kunjung datang menyapaku?” Kenmaos memaki diri sendiri. Lantaran obsesinya pada buku-buku, hidupnya jadi pas-pasan, bayar rekening listrik dan telepon sering nunggak. Rumah mungilnya tetap saja mungil tanpa renovasi sedari awal, sementara para tetangganya sukses berlomba memperindah rumah dengan aneka macam polesan, memperkokoh pagar dan pintu gerbang hingga tiada sisa lubang buat semut masuk ke halaman rumah.
Apa untungnya buat saya, bagi istri dan kedua anakku?”, gumamnya seorang diri. Risau, dan galau mulai setia mengiring di setiap tarikan napasnya, namun demikian di tangannya tetap saja tergolek sebuah buku. Mata menatap deretan huruf-huruf di setiap alinea, sementara pikirannya melayang jauh ke dunia masa silam.
Di pagi yang cerah, Kenmaos dikagetkan oleh lantunan ayat suci Al-Qur’an yang didengungkan istrinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” Larut oleh keindahan suara sang istri dan arti sepenggal ayat itu, Kenmaos menghampiri sang istri dan bersimpuh di telapak kakinya. Si istri yang serius membaca kitab suci kaget dengan polah tingkah sang suami yang tiba-tiba. Namun hanya kaget sesaat, sang istri tercinta pun kembali hanyut melanjutkan bacaan yang terpotong.
Terbitlah gagasan baru di benak Kenmaos setelah mendengar sepenggal ayat tersebut. Surat 47 ayat 7. Ayat 7, ya…ya… nama Kenmaos sendiri jumlah hurufnya juga 7. Surat 47 adalah terdiri atas angka 4 dan 7 kalau dijumlahkan jadi 11, persis dengan nomor rumah tempat dia tinggal yaitu nomor 11. Nama surat 47 adalah Muhammad, mengingatkannya pada pribadi agung yang mendapatkan gelar nabi dan rasul setelah menerima wahyu “Iqra’” yang artinya bacalah, persis dengan nama Kenmaos yang konon dari kata Ken dan Maos  juga berarti bacalah. Suatu kebetulan kah? O tentu saja tidak, Tuhan punya maksud dan rencana di balik semua ini.
Menolong Tuhan ! Bagaimana menolong-Nya ? Kenmaos yang terbiasa bergelut dengan ide-ide yang sarat simbol, samar-samar mendapatkan jawabannya. Tuhan Yang Maha Besar, Maha berkehendak dan serba Maha yang lainnya, kini telah terkurung oleh pola hidup yang menganut filsafat materialisme. Hampir di segenap sendi kehidupan umat manusia, sandarannya adalah materi. Martabat manusia diukur dari banyak sedikitnya materi yang dimiliki. Semakin mewah rumah seolah kian melambung tinggi martabatnya. Semakin sering gonta-ganti model mobil, semakin prestisius hidupnya. Padahal itu sekedar materi dan kebutuhan raga yang bersifat sesaat. Sementara dalam diri manusia yang sejati dan yang akan mengokohkan kedudukannya bukanlah pada melimpahnya kebutuhan jasmani. Ada sisi dalam yang menjadi inti sari keberadaan manusia yaitu ruhani. Sisi ruhani yang sanggup mengangkat martabat manusia menjadi bermakna dan bernilai di hadapan Tuhan. Karena hanya ruhani yang kelak akan kembali pada-Nya. Ruhani ini berhakikat spiritual, maka makanan ruhani juga berarti makanan spiritual. Makanan spiritual tiada lain adalah ide-ide atau gagasan-gagasan besar yang menggugah kesadaran.
Membebaskan Tuhan dari belenggu materi dalam kesadaran umat manusia adalah memenuhi gizi pikiran dengan ide-ide. Ide-ide besar akan mengembangkan pikiran cepat tumbuh membesar. Pribadi yang sanggup membesarkan pikirannya akan mengantarkannya pada pemahaman diri. Dari upaya memahami diri yang akurat dan tak kenal putus asa-lah yang akan sanggup merayu kuasa Tuhan untuk mengenalkan diri-Nya pada pribadi tersebut. Sang pribadi ini telah mengenal Tuhan yang sesungguhnya. Bukan tuhan-tuhan remeh yang berupa  kedudukan, rumah mewah, pekerjaan mapan dan lain sebagainya. Berbahagialah individu manusia yang telah sanggup mengenal dan berdialog langsung dengan Tuhan yang sesungguhnya ini.
Dari kilasan pemahaman yang masih samar, Kenmaos terkesiap seolah hati yang lagi dirundung sunyi lenyap dari sisinya. Gundah gulana yang sempat menyelimutinya seolah terbang menjauh bersama angin pagi. Kini mantaplah Kenmaos dalam upaya menggenapi hidupnya. Ia tak lagi galau hanya lantaran berbeda dengan lazimnya masyarakat. Ia tak lagi mengizinkan hatinya silau  hanya lantaran rumahnya masih mungil dan tak sempat berpagar. Kini ia telah menggenggam asa, bahwa ia tak akan berhenti membaca buku. Sebagaimana yang telah menjadi dambaan kedua orang tuanya untuk menjadi pembaca seumur hidup, ia akan memenuhi hari-harinya dengan membaca, membaca, dan membaca. Ia akan terus mengais gagasan besar dari kaum filsuf sebanyak-banyaknya. Kaum filsuf yang konon telah menemukan jati dirinya, hingga kokoh pijakan kakinya. Itulah saat yang dinanti Tuhan. Itu pula yang hendak Kenmaos capai. Menggapai Tuhan dengan meneguhkan pijakan kedua kaki. Dan kedua kaki tak akan kokoh menginjakkan permukaan bumi tanpa disertai kesadaran yang tinggi. Kesadaran tinggi tak akan lahir tanpa kemauan membaca. Maka Kenmaos mulai saat ini akan menyapa sidang pembaca dengan sapaan : Selamat Datang Para Pembaca ! Keagungan diri menantimu.
Pengelola Rumah Buku Kenmaos-Ungaran

1 komentar: