Slogan kami

Redaksi Buletin Pustaka mengucapkan Selamat Hari Soempah Pemoeda, 28 Oktober 2013

Rabu, 31 Juli 2013

PERENCANAAN PERPUSTAKAAN DIGITAL DAN ISU YANG SELALU MENGHADANG

Oleh: Hendra Wicaksono, S.Hum., M.IP

Penerapan Teknologi Informasi saat ini telah menyebar hampir di semua bidang tidak terkecuali di perpustakaan. Perpustakaan sebagai institusi pengelola informasi merupakan salah satu bidang penerapan teknologi informasi yang berkembang dengan pesat. Perkembangan dari penerapan teknologi informasi bisa kita lihat dari perkembangan jenis perpustakaan yang selalu berkaitan dengan teknologi informasi, diawali dari perpustakaan manual, perpustakaan terautomasi, perpustakaan digital atau cyber library
Dalam merencanakan suatu sistem perpustakaan digital, selalu terdapat  Isu-isu yang menghadang perpustakaan sehingga dalam perencanaannya, isu-isu tersebut harus selalu diperhatikan agar kedepan dapat diminimalis. Beberapa isu yang sering marak terdengar  dalam perpustakaan adalah mengenai maslah hak cipta (copyright) dan plagiarisme.  Kedua hal tersebut dikawatirkan oleh para stake holder, karena sebagai perpustakaan digital, kedua isu tersebut selalu menjadi hal utama yang sering diperbincangkan. dalam perencanaan perpustakaan digital, pasti harus menyadari bagian kekayaan intelektual yang berlaku terutama dalam hal penyimpanan, penciptaan dan penyebaran sumber-sumber informasi digital.
The World Intellectual Property Organization (WIPO) mendefinisikan kepemilikan intelektual sebagai creations of the mind: inventions, literary and artistic works, and symbols, names, images, and designs used in commerce. kreasi dari pikiran: penemuan, karya sastra, artistik, simbol, nama, gambar, dan desain yang digunakan dalam perdagangan. Intellectual property is divided into two categories: industrial property, which includes inventions(patents), trademarks, industrial designs, and geographic indications of source; and copyright, which includes literary and artistic works such as novels, poems and plays, films, musical works, artistic works such as drawings, paintings, photographs and sculptures, and architectural designs. Kekayaan intelektual dibagi menjadi dua kategori: properti industri, yang meliputi penemuan (paten), merek dagang, desain industri, dan indikasi geografis sumber, dan hak cipta, yang mencakup karya sastra dan artistik seperti novel, puisi dan drama, film, karya musik , karya artistik seperti gambar, lukisan, foto dan patung, dan desain arsitektur. Rights related to copyright include those of performing artists in their performances, producers of phonograms in their recordings, and those of broadcasters in their radio and television programs. Hak terkait dengan hak cipta termasuk orang-orang melakukan seniman dalam pertunjukan mereka, produser rekaman suara dalam rekaman mereka, dan orang-orang penyiar di radio dan program televisi. ( http://www.wipo.int/about-ip/en/ ).
Copyright legislation has two main purposes: menurut (ismail, 2001) Undang-undang hak cipta memiliki dua tujuan utama yaitu:
to encourage those who originate creative works to continue to do so by enabling them to earn a revenue from their effort untuk mendorong mereka menjadi kreatif untuk terus melakukannya dengan memungkinkan mereka untuk memperoleh penghasilan dari usaha mereka;
to offer the copyright holder control over how the copyrighted work can be used untuk menawarkan kontrol hak cipta atas bagaimana karya cipta dapat digunakan.
Kreatif dalam hal ini bukan menjadikan seseorang menjadi plagiat dengan meniru hasil karya orang lain tanpa dilampiri dengan keterangan sistiran yang digunakan. Hak cipta didasari merupakan wujud pengamanan sutau benda/barang dari para plagiat dan pembajak yang selalu berusaha mengambil keuntungan dari karya orang lain. The history of copyright legislation can be traced back to 1662 when the concept of copyright was developed to protect publishers against piracy following the technological advances of the day which enabled cheap and easy printing of books.  Here is some basic information about copyright: Berikut adalah beberapa informasi dasar tentang hak cipta:
Registration is unnecessary–a created work is considered to be protected by copyright as soon as it exist Pendaftaran karya yang dibuat dianggap dilindungi oleh hak cipta.
Many countries have their own Copyright Office and Copyright Laws. Banyak negara telah memiliki Copyright mereka sendiri.
Works become 'out of copyright' after a specific period (often 50 or 70 years but this is country dependent) of either the publication of the work or death of the creator (again this is country dependent). Masa berlaku hak cipta adalah  50 atau 70 tahun (hal ini tergantung Negara yang mengeluarkan) baik publikasi pekerjaan atau kematian sang pencipta.
A creative work may have more than one copyright holdSebuah karya kreatif dapat dimiliki lebih dari satu pemegang hak cipta. For instance, a film has a director, actors, music composers, musicians and so on, all of whom may hold copyright. Misalnya, film memiliki sutradara, aktor, komposer musik, musisi dan sebagainya, semuanya dapat memegang hak cipta.
Much copyright legislation is in the process of being updated to deal with digital information sources and access; Undang-undang hak cipta banyak dalam proses diperbarui untuk menangani sumber-sumber informasi digital.
Baker and McKenzie (2002) in an overview of IPR legislation in the CONSAL (Congress of South East Asian Librarians) countries include tables showing some of the differences between these countries. Baker dan McKenzie (2002) dalam ikhtisar undang-undang HAKI di (Kongres Pustakawan Asia Tenggara) negara CONSAL termasuk tabel yang menunjukkan beberapa perbedaan antara negara-negara ini. Here is an example, taken from Baker and McKenzie, of the variation by country relating to copyright for photographs: Berikut adalah contoh, yang diambil dari Baker dan McKenzie, dari variasi negara berkaitan dengan hak cipta untuk foto:
Berne Convention: at least 25 years from making the photographBrunei: Life of author plus 50 years
Brunei           : masa berlaku pencipta adalah 50 tahun
Indonesia      : 25 tahun setelah publikasi
Malaysia       : masa berlaku pencipta adalah 50 tahun
Myanmar      : 50 tahun dari pembuatan negatif asli
Filipina, Singapura, Thailand     : 50 tahun setelah publikasi
Vietnam        : masa berlaku pencipta adalah 50 tahun
Pelaksana perpustakaan digital harus menyadari undang-undang hak cipta sehubungan dengan berbagai sumber informasi, termasuk yang dikembangkan secara lokal sebagai bagian dari perpustakaan digital serta hal diperoleh dari organisasi lain.  As Lee (2000) mengungkapkan tantangan HKI adalah ketika konten digital dari perpustakaan digital terdiri dari objek yang dibuat oleh seseorang/lembaga, atau menggambarkan kebudayaan asli. Sullivan (2002) memberikan informasi lebih lanjut tentang ini dan menunjukkan bahwa masyarakat adat harus mengontrol pengelolaan hak-hak IP mereka. Masalah yang berkaitan dengan HKI adalah penting dan kompleks. WIPO menyarankan bahwa:
"… concerning specific matters, it is recommended that you consult a practising lawyer who is specialized in intellectual property in your country." "... Mengenai hal-hal tertentu, disarankan agar Anda berkonsultasi dengan seorang pengacara praktek yang khusus dalam kekayaan intelektual di negara Anda."
Kemudian untuk masalah tersebut dapat disiasati dengan mencantumkan isi copyright buku tersebut pada saat proses pembuatan koleksi digital. Dalam penanganan koleksi yang bersifat ilmiah di perpustakaan perguruan tinggi, biasanya di siasati dengan mewajibkan mahasiswa pembuat karya ilmiah untuk mengisi kesanggupan menyerahkan hasil penelitian mereka sebagai bagian dari koleksi perpustakaan yang nantinya akan diproses menjadi koleksi digital yang dapat diakses oleh seluruh pemustaka secara fulltext. Karena menurut pendapat penulis, dengan semakin banyak yang membaca mengenai tulisan ilmiah, akan semakin banyak yang tahu tingkat keaslian dari tulisan ilmiah tersebut.
Dosen Perpustakaan Undip/Pengunjung Perpustakaan Ungaran, Tingga di Pudakpayung 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar