Oleh: Hendra Wicaksono, S.Hum., M.IP
Penerapan Teknologi Informasi saat ini telah menyebar
hampir di semua bidang tidak terkecuali di perpustakaan. Perpustakaan sebagai
institusi pengelola informasi merupakan salah satu bidang penerapan teknologi
informasi yang berkembang dengan pesat. Perkembangan dari penerapan teknologi
informasi bisa kita lihat dari perkembangan jenis perpustakaan yang selalu
berkaitan dengan teknologi informasi, diawali dari perpustakaan manual,
perpustakaan terautomasi, perpustakaan digital atau cyber library
Dalam merencanakan suatu sistem perpustakaan digital,
selalu terdapat Isu-isu yang menghadang
perpustakaan sehingga dalam perencanaannya, isu-isu tersebut harus selalu
diperhatikan agar kedepan dapat diminimalis. Beberapa isu yang sering marak
terdengar dalam perpustakaan adalah
mengenai maslah hak cipta (copyright) dan plagiarisme. Kedua hal tersebut dikawatirkan oleh para
stake holder, karena sebagai perpustakaan digital, kedua isu tersebut selalu
menjadi hal utama yang sering diperbincangkan. dalam perencanaan perpustakaan
digital, pasti harus menyadari bagian kekayaan intelektual yang berlaku
terutama dalam hal penyimpanan, penciptaan dan penyebaran sumber-sumber
informasi digital.
The World
Intellectual Property Organization
(WIPO) mendefinisikan kepemilikan intelektual sebagai creations of the mind: inventions, literary and artistic works, and
symbols, names, images, and designs used in commerce. kreasi dari pikiran:
penemuan, karya sastra, artistik, simbol, nama, gambar, dan desain yang
digunakan dalam perdagangan. Intellectual property is divided into two
categories: industrial property, which includes inventions(patents),
trademarks, industrial designs, and geographic indications of source; and
copyright, which includes literary and artistic works such as novels, poems and
plays, films, musical works, artistic works such as drawings, paintings,
photographs and sculptures, and architectural designs. Kekayaan intelektual
dibagi menjadi dua kategori: properti industri, yang meliputi penemuan (paten),
merek dagang, desain industri, dan indikasi geografis sumber, dan hak cipta,
yang mencakup karya sastra dan artistik seperti novel, puisi dan drama, film,
karya musik , karya artistik seperti gambar, lukisan, foto dan patung, dan
desain arsitektur. Rights related to copyright
include those of performing artists in their performances, producers of
phonograms in their recordings, and those of broadcasters in their radio and
television programs. Hak terkait dengan hak cipta termasuk orang-orang
melakukan seniman dalam pertunjukan mereka, produser rekaman suara dalam
rekaman mereka, dan orang-orang penyiar di radio dan program televisi. ( http://www.wipo.int/about-ip/en/ ).
Copyright
legislation has two main purposes:
menurut (ismail, 2001) Undang-undang hak cipta memiliki dua tujuan utama yaitu:
to encourage
those who originate creative works to continue to do so by enabling them to
earn a revenue from their effort untuk
mendorong mereka menjadi kreatif untuk terus melakukannya dengan memungkinkan
mereka untuk memperoleh penghasilan dari usaha mereka;
to offer the
copyright holder control over how the copyrighted work can be used untuk menawarkan kontrol hak cipta atas bagaimana
karya cipta dapat digunakan.
Kreatif dalam hal ini bukan menjadikan seseorang
menjadi plagiat dengan meniru hasil karya orang lain tanpa dilampiri dengan
keterangan sistiran yang digunakan. Hak cipta didasari merupakan wujud
pengamanan sutau benda/barang dari para plagiat dan pembajak yang selalu
berusaha mengambil keuntungan dari karya orang lain. The history of copyright legislation can be traced back to 1662 when
the concept of copyright was developed to protect publishers against piracy
following the technological advances of the day which enabled cheap and easy
printing of books. Here is some basic
information about copyright: Berikut adalah beberapa informasi dasar
tentang hak cipta:
Registration
is unnecessary–a created work is considered to be protected by copyright as
soon as it exist Pendaftaran karya
yang dibuat dianggap dilindungi oleh hak cipta.
Many
countries have their own Copyright Office and Copyright Laws. Banyak negara telah memiliki Copyright mereka
sendiri.
Works become
'out of copyright' after a specific period (often 50 or 70 years but this is
country dependent) of either the publication of the work or death of the
creator (again this is country dependent). Masa berlaku hak cipta adalah
50 atau 70 tahun (hal ini tergantung Negara yang mengeluarkan) baik
publikasi pekerjaan atau kematian sang pencipta.
A creative
work may have more than one copyright holdSebuah karya kreatif dapat dimiliki
lebih dari satu pemegang hak cipta. For instance, a film has a director,
actors, music composers, musicians and so on, all of whom may hold copyright. Misalnya, film memiliki sutradara, aktor, komposer
musik, musisi dan sebagainya, semuanya dapat memegang hak cipta.
Much
copyright legislation is in the process of being updated to deal with digital
information sources and access; Undang-undang
hak cipta banyak dalam proses diperbarui untuk menangani sumber-sumber
informasi digital.
Baker and McKenzie
(2002) in an overview of IPR legislation in the CONSAL (Congress of South East
Asian Librarians) countries include tables showing some of the differences
between these countries. Baker dan
McKenzie (2002) dalam ikhtisar undang-undang HAKI di (Kongres Pustakawan Asia
Tenggara) negara CONSAL termasuk tabel yang menunjukkan beberapa perbedaan
antara negara-negara ini. Here is an
example, taken from Baker and McKenzie, of the variation by country relating to
copyright for photographs: Berikut adalah contoh, yang diambil dari Baker
dan McKenzie, dari variasi negara berkaitan dengan hak cipta untuk foto:
Berne Convention: at
least 25 years from making the photographBrunei: Life of author plus 50 years
Brunei :
masa berlaku pencipta adalah 50 tahun
Indonesia :
25 tahun setelah publikasi
Malaysia :
masa berlaku pencipta adalah 50 tahun
Myanmar :
50 tahun dari pembuatan negatif asli
Filipina, Singapura, Thailand : 50 tahun setelah publikasi
Vietnam :
masa berlaku pencipta adalah 50 tahun
Pelaksana perpustakaan digital harus menyadari
undang-undang hak cipta sehubungan dengan berbagai sumber informasi, termasuk
yang dikembangkan secara lokal sebagai bagian dari perpustakaan digital serta
hal diperoleh dari organisasi lain. As
Lee (2000) mengungkapkan tantangan HKI adalah ketika konten digital dari
perpustakaan digital terdiri dari objek yang dibuat oleh seseorang/lembaga,
atau menggambarkan kebudayaan asli. Sullivan (2002) memberikan informasi lebih
lanjut tentang ini dan menunjukkan bahwa masyarakat adat harus mengontrol
pengelolaan hak-hak IP mereka. Masalah yang berkaitan dengan HKI adalah penting
dan kompleks. WIPO menyarankan bahwa:
"… concerning
specific matters, it is recommended that you consult a practising lawyer who is
specialized in intellectual property in your country." "...
Mengenai hal-hal tertentu, disarankan agar Anda berkonsultasi dengan seorang
pengacara praktek yang khusus dalam kekayaan intelektual di negara Anda."
Kemudian untuk masalah tersebut dapat disiasati dengan
mencantumkan isi copyright buku tersebut pada saat proses pembuatan koleksi
digital. Dalam penanganan koleksi yang bersifat ilmiah di perpustakaan
perguruan tinggi, biasanya di siasati dengan mewajibkan mahasiswa pembuat karya
ilmiah untuk mengisi kesanggupan menyerahkan hasil penelitian mereka sebagai
bagian dari koleksi perpustakaan yang nantinya akan diproses menjadi koleksi
digital yang dapat diakses oleh seluruh pemustaka secara fulltext. Karena
menurut pendapat penulis, dengan semakin banyak yang membaca mengenai tulisan
ilmiah, akan semakin banyak yang tahu tingkat keaslian dari tulisan ilmiah
tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar