Slogan kami

Redaksi Buletin Pustaka mengucapkan Selamat Hari Soempah Pemoeda, 28 Oktober 2013

Jumat, 27 Juli 2012


GEDONG  SONGO DALAM LEGENDA

  diceritakan kembali oleh : Devibrata

Di Pulau Jawa pernah berdiri sebuah kerajaan yang bernama  ‘KALINGGA‘ dan diperintah oleh seorang Ratu yang bernama PUTRI SHIMA, berasal dari wangsa  Sanjaya. Seorang ratu cantik, arif bijaksana, tegas, dan berhati mulia yang selalu memperhatikan rakyatnya baik dalam urusan material maupun spiritual. Sehingga masyarakat dapat hidup rukun damai sejahtera adil dan makmur dalam rengkuhan Sang Ratu.
Dalam rangka memenuhi sarana peribadatan,  sang ratu ingin membangun tempat pemujaan pada Hyang Tunggal  yang megah dan berlokasi di puncak meru Suralaya dalam ujud Candi. Maka dipanggillah Hajar Salokantara dan Hajar Watangrana,  ditugaskan untuk mewujudkan impian sang ratu. Disertai Ariwulan pembantu Sang ratu  yang pandai, prigel dan cantik serta beratus prajurit pilihan berangkatlah rombongan Hajar Salokantara menuju arah barat mencari puncak meru suralaya titik dimana akan dibangun candi.
Berhari bahkan berbulan mereka berjalan mendaki bukit, melewati lembah, menyeberangi sungai untuk mencari dan mencari . Berbagai rintangan dan halangan mereka temui diperjalanan,  dari ancaman binatang buas, hujan dan panas, medan yang sulit karena masih hutan belantara , ketersediaan air yang sering  kurang bahkan tidak ada, belum lagi kondisi kesehatan rombongan yang pasang surut sering membuat anggota rombongan mengalami depresi, namun berkat dorongan dan pimpinan Sang Hajar Salokantara dan doa yang selalu dan selalu dipanjatkan  mereka tetap bertahan untuk menemukan meru suralaya dalam rangka membangun tempat pemujaan sebagai tanggung jawab mereka kepada Sang ratu.
Suatu malam saat mereka beristirahat Hajar Salokantara mencium bau yang sangat harum, dicarilah sumber aroma namun tidak ditemukan, untuk selanjutnya  tempat tersebut kemudian dinamakan DESA NDARUM, demi mencium aroma yang harum tersebut Hajar Salokantara berpendapat bahwa tempat itulah meru suralaya. Maka ia kemudian mengajak Hajar Watangrono  bersemedi  digundukan bukit yang cukup tinggi untuk  memohon petunjuk Sang Hyang Tunggal agar dapat segera  memulai pekerjaan.
Dan tiga hari kemudian,  dimulailah pekerjaan pembangunan candi dilokasi tersebut  mereka bekerja giat, tekun dan tanpa pamrih dan terbagi dalam kelompok  kelompok pekerjaan, ada pembuat ornament, dinding, pengangakut, pemahat  dan yang sebagai puncak pekerja  adalah pekerjaan memasang “Mustaka“. Beberapa bulan jadilah sebuah bangunan yang cukup megah, pekerjaan dapat berjalan lancar karena dekat dengan sumber air yang kini dianggap sumber air suci yang saat ini berada diantara candi satu dan candi dua,  tibalah saat puncak pekerjaan yaitu pemasangan mustaka, saat Hajar Salokantara  memasang mustaka nampaklah bahwa masih ada tempat yang lebih tinggi dari lokasi sekarang  mereka membangun Candi.
Maka setelah peresmian candi pertama mereka kemudian berjalan kembali untuk menemukan meru suralaya dan kembali membangun candi, belum jauh mereka berjalan tiba – tiba banyak pengikut yang sakit ,  kedua hajar sampai kewalahan dibuatnya,
Suatu malam Hajar Salokantara bersemedi mohon ampunan dan petunjuk pada Hayng Tunggal agar diberikan jalan serta kekuatan untuk dapat membantu para pengikutnya sembuh dari segala penyakit yang dideritanya, pagi hari setelah bersemedi dia berjalan menuruni bukit dan menemukan sebuah sumber mata air yang ternyata airnya panas, dia bergegas menuju perkemahan pengikutnya dan memerintahkan membawa anggota yang sakit untuk dimandikan dan berendam di sumber itu , berkat doa dan upaya mereka sembuhlah pengikut salokantara dari penyakit yang dideritanya  sehingga pekerjaan membangun candi dapat segera dimulai . Beberapa bulan kemudian selesailah pembangunan candi ke dua dan saat pemasangan mustaka tampaklah bahwa masih ada tempat yang lebih tinggi , sehingga lokasi mereka membangun candi kedua bukan meru suralaya,
Kejadian tersebut berulang dan berulang sampai sembilan kali hal itu terjadi sehingga di komplek tersebut berdirilah sembilan buah bangunan suci yang berupa candi  yang diawali dari candi kesatu berlokasi di tempat terendah diikuti candi candi berikutnya berlokasi masing – masing ditempat yang lebih tinggi. Sembilan sebenarnya memiliki makna bahwa dalam mengerjakan sesuatu mmanusia harus tulus, iklas dan menghindari hawa nafsu yang tersirat sebagai babahan hawa songo yaitu nafsu yang mempengaruhi budi pekerti manusia melalui sembilan lobang  yang ada ditubuhnya ; satu lewat dubur, satu lewat zakar, dua melalui telinga, satu melalui mulut, dua melalui hidung dan dua melalui mata, maka manusia harus mampu mengendalikan Sembilan lobang itu  untuk memperoleh  ketentraman jiwa, kesehatan lahir batin dan agar dalam mengerjakan suatu pekerjaan dapat berhasil seperti yang diharapkan .  Karena berjumlah Sembilan maka dinamakanlah tempat pemujaan itu “CANDI GEDONGSONGO “.
Para anggota rombongan ada sebagian yang menetap disekitar lokasi tempat pemujaan  yang sekarang menjadi warga masyarakat Ndarum namun ada juga yang kemudian kembali ke Kalingga. sedang Hajar Watangrono menetap di Meru Suralaya sampai akhir hayat dan mokswa. Sedang Hajar Salokantara berkelana hingga menetap di kawasan Banyubiru.
Devibrata, DINAS PEMUDA OLAHRAGA KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KABUPATEN SEMARANG






1 komentar:

  1. hajar salokantara apa tidak yang medirikan candi dieng.. mohon informasinya

    BalasHapus