GEDONG SONGO DALAM LEGENDA
diceritakan kembali oleh : Devibrata
Di Pulau Jawa pernah berdiri sebuah kerajaan yang bernama ‘KALINGGA‘ dan diperintah oleh seorang Ratu
yang bernama PUTRI SHIMA, berasal dari wangsa
Sanjaya. Seorang ratu cantik, arif bijaksana, tegas, dan berhati mulia yang
selalu memperhatikan rakyatnya baik dalam urusan material maupun spiritual.
Sehingga masyarakat dapat hidup rukun damai sejahtera adil dan makmur dalam
rengkuhan Sang Ratu.
Dalam rangka memenuhi sarana peribadatan, sang ratu ingin membangun tempat pemujaan
pada Hyang Tunggal yang megah dan
berlokasi di puncak meru Suralaya dalam ujud Candi. Maka dipanggillah Hajar
Salokantara dan Hajar Watangrana,
ditugaskan untuk mewujudkan impian sang ratu. Disertai Ariwulan pembantu
Sang ratu yang pandai, prigel dan cantik
serta beratus prajurit pilihan berangkatlah rombongan Hajar Salokantara menuju
arah barat mencari puncak meru suralaya titik dimana akan dibangun candi.
Berhari bahkan berbulan mereka berjalan mendaki bukit, melewati
lembah, menyeberangi sungai untuk mencari dan mencari . Berbagai rintangan dan
halangan mereka temui diperjalanan, dari
ancaman binatang buas, hujan dan panas, medan yang sulit karena masih hutan
belantara , ketersediaan air yang sering
kurang bahkan tidak ada, belum lagi kondisi kesehatan rombongan yang
pasang surut sering membuat anggota rombongan mengalami depresi, namun berkat
dorongan dan pimpinan Sang Hajar Salokantara dan doa yang selalu dan selalu
dipanjatkan mereka tetap bertahan untuk
menemukan meru suralaya dalam rangka membangun tempat pemujaan sebagai tanggung
jawab mereka kepada Sang ratu.
Suatu malam saat mereka beristirahat Hajar Salokantara mencium bau
yang sangat harum, dicarilah sumber aroma namun tidak ditemukan, untuk
selanjutnya tempat tersebut kemudian
dinamakan DESA NDARUM, demi mencium aroma yang harum tersebut Hajar Salokantara
berpendapat bahwa tempat itulah meru suralaya. Maka ia kemudian mengajak Hajar
Watangrono bersemedi digundukan bukit yang cukup tinggi untuk memohon petunjuk Sang Hyang Tunggal agar
dapat segera memulai pekerjaan.
Dan tiga hari kemudian,
dimulailah pekerjaan pembangunan candi dilokasi tersebut mereka bekerja giat, tekun dan tanpa pamrih
dan terbagi dalam kelompok kelompok
pekerjaan, ada pembuat ornament, dinding, pengangakut, pemahat dan yang sebagai puncak pekerja adalah pekerjaan memasang “Mustaka“. Beberapa
bulan jadilah sebuah bangunan yang cukup megah, pekerjaan dapat berjalan lancar
karena dekat dengan sumber air yang kini dianggap sumber air suci yang saat ini
berada diantara candi satu dan candi dua,
tibalah saat puncak pekerjaan yaitu pemasangan mustaka, saat Hajar
Salokantara memasang mustaka nampaklah
bahwa masih ada tempat yang lebih tinggi dari lokasi sekarang mereka membangun Candi.
Maka setelah peresmian candi pertama mereka kemudian berjalan
kembali untuk menemukan meru suralaya dan kembali membangun candi, belum jauh
mereka berjalan tiba – tiba banyak pengikut yang sakit , kedua hajar sampai kewalahan dibuatnya,
Suatu malam Hajar Salokantara bersemedi mohon ampunan dan petunjuk
pada Hayng Tunggal agar diberikan jalan serta kekuatan untuk dapat membantu
para pengikutnya sembuh dari segala penyakit yang dideritanya, pagi hari
setelah bersemedi dia berjalan menuruni bukit dan menemukan sebuah sumber mata
air yang ternyata airnya panas, dia bergegas menuju perkemahan pengikutnya dan
memerintahkan membawa anggota yang sakit untuk dimandikan dan berendam di
sumber itu , berkat doa dan upaya mereka sembuhlah pengikut salokantara dari
penyakit yang dideritanya sehingga
pekerjaan membangun candi dapat segera dimulai . Beberapa bulan kemudian
selesailah pembangunan candi ke dua dan saat pemasangan mustaka tampaklah bahwa
masih ada tempat yang lebih tinggi , sehingga lokasi mereka membangun candi
kedua bukan meru suralaya,
Kejadian tersebut berulang dan berulang sampai sembilan kali hal itu
terjadi sehingga di komplek tersebut berdirilah sembilan buah bangunan suci
yang berupa candi yang diawali dari
candi kesatu berlokasi di tempat terendah diikuti candi candi berikutnya
berlokasi masing – masing ditempat yang lebih tinggi. Sembilan sebenarnya
memiliki makna bahwa dalam mengerjakan sesuatu mmanusia harus tulus, iklas dan
menghindari hawa nafsu yang tersirat sebagai babahan hawa songo yaitu nafsu
yang mempengaruhi budi pekerti manusia melalui sembilan lobang yang ada ditubuhnya ; satu lewat dubur, satu
lewat zakar, dua melalui telinga, satu melalui mulut, dua melalui hidung dan
dua melalui mata, maka manusia harus mampu mengendalikan Sembilan lobang
itu untuk memperoleh ketentraman jiwa, kesehatan lahir batin dan
agar dalam mengerjakan suatu pekerjaan dapat berhasil seperti yang diharapkan
. Karena berjumlah Sembilan maka
dinamakanlah tempat pemujaan itu “CANDI GEDONGSONGO “.
Para anggota rombongan ada sebagian yang menetap disekitar lokasi
tempat pemujaan yang sekarang menjadi
warga masyarakat Ndarum namun ada juga yang kemudian kembali ke Kalingga.
sedang Hajar Watangrono menetap di Meru Suralaya sampai akhir hayat dan mokswa.
Sedang Hajar Salokantara berkelana hingga menetap di kawasan Banyubiru.
Devibrata, DINAS
PEMUDA OLAHRAGA KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KABUPATEN SEMARANG
hajar salokantara apa tidak yang medirikan candi dieng.. mohon informasinya
BalasHapus