Pustakawan,
Menulis dan Media Massa
* Supriyana
Pustakawan
diakui sebagai profesi di Indonesia yang mandiri sejak diterbitkan Keputusan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 18 Tahun 1988 yang kemudian
disempurnakan lagi dengan aturan yang terbaru yakni keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 132/KEP/M.PAN/12/2002 dan Keputusan Bersama
Kepala Perpustakaan Nasional RI dan Kepala Badan Kepegawaian Nomor 23 Tahun
2003 dan Nomor 21 Tahun 2003.
Dalam
melaksanakan tugas kepustakawanan masih banyak pustakawan yang hanya melakukan
kegiatan yang bersifat teknis saja. Kegiatan pada bidang pengorganisasian dan
pendayagunaan koleksi bahan pustaka seperti pelayanan sirkulasi, pengolahan, shelving
dan kegiatan lain yang bobot kreditnya relatife kecil atau bahkan untuk pustakawan
ahli tidak ada bobot kreditnya. Masih jarang pustakawan yang dalam mengajukan
kenaikan pangkat lebih tinggi menggunakan angka kredit yang diperoleh dari
pengkajian dan pengembangan perpusdokinfo serta pengembangan profesi seperti
penulisan makalah, artikel atau penelitian. Padahal unsur kegiatan dalam
pengembangan profesi melalui pembuatan karya tulis /karya ilmiah dibidang
perpusdokinfo nilai angka kreditnya lebih besar dibanding dengan kegiatan yang
lain.
Selain
itu pustakwan juga masih banyak yang kurang berani untuk mengungkapkan ide atau
gagasan yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Sebenarnya pustakawan banyak
memiliki waktu untuk menulis . Namun kebanyakan dari mereka lebih menyukai
mengobrol daripada membaca.
Kegiatan menulis
merupakan penuangan, perekaman, pendokumentasian dan pengembangan informasi dan
ilmu pengetahuan kepada pihak lain. Ide dan hasil penelitian, penemuan dan pemikiran
yang tidak ditulis atau direkam lama kelamaan akan hilang. Oleh karena itu penulisan mempunyai arti penting dalam rangka
pendokumentasian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Selain itu kegiatan
menulis mempunyai arti untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan kemajuan
perseorangan. Seseorang yang tidak mempunyai ketrampilan menulis adalah ibarat
burung yang sayapnya kurang satu sehingga tidak dapat terbang jauh dan tinggi
untuk mencapai sukses seluas-luasnya dalam hidup. Kalau pustakawan menulis maka
kepandaian itu dapat membuahkan tulisannya dimuat dalam media massa. Menurut
Bernard Percy dalam bukunya The Power of Creative Writing (1981)
mengemukakan bahwa ada enam manfaat yang dapat diambil dari kegiatan mengarang
atau menulis, yakni sebagai berikut:
a. Sarana untuk mengungkapkan
diri
Seseorang yang
tersentuh lubuk hatinya perlu mengungkapkan gejolak yang berada dalam dirinya.
Seseorang yang hatinya sedang senang dapat mengungkapkann diri dengan bernyayi
atau dengan berjingkrak-jingkarak. Menulis rangkaian- rangkaian kalimat
kehidupan yang dialami dalam catatan harian juga merupakan ungkapan dari perasaan seseorang.
b. Sarana untuk pemahaman
Ketika menulis
seseorang merenungkan gagasannya dan menyempurnakan pengungkapannya terhadap
suatu hal sehingga akhirnya ia dapat memperoleh pemahaman yang baru atau yang
lebih mendalam tentang hal yang sedang ditulis.
c.
Sarana untuk membantu mengembangkan kepuasan pribadi, kebanggaan, dan suatu
perasaan harga diri
Imbalan dari
keberhasilan dari seseorang yang menghasilkan suatu karya tulis adalah merasa
bangga, puas dengan harga dirinya. Sehingga dengan keberhasilannya itu akan
menumbuhkan rasa percaya diri untuk terus menghasilkan karya-karya tulis yang
lain.
d.
Sarana untuk meningkatkan kesadaran dan penyerapan terhadap lingkungan
sekeliling seseorang
Dengan sering menulis
seseorang dapat lebih mengoptimalkan rasa inderawi dan mengembangkan daya serap
pada tingkat kejasmanian, tingkat perasaan maupun tingkat kerohanian.
e. Sarana untuk keterlibatan
secara semangat dan bukannya penerimaan yang pasrah
Dengan jalan
mengarang atau menulis karya tulis sesorang menampilkan keluar gagasan,
menciptakan sesuatu, dan secara giat melibatkan diri dengan ciptaanya.
f.
Suatu sarana untuk mengembangkan suatu
pemahaman tentang dan kemampuan menggunakan bahasa
Dengan cara menulis
maka akan terbiasa menggunakan bahasa yang baik dan benar. Penggunaannya dapat
dipakai dalam menulis sendiri maupun dalam pengunaan bahasa dalam
berkomunikasi.
Agar
tulisan dapat dimuat pada media massa sebenarnya tidak terlalu sulit. Namun
harus dapat membedakan antara jenis dan rumpun tulisan. Sebuah hasil penelitian
dan artikel ilmiah dapat dimuat di jurnal sedangkan artikel populer dapat
dimuat pada majalah atau bulletin. Bagi para pustakawan yang ingin menulis dan
dapat dimuat di media massa ada beberapa petunjuk penulisan yang harus diperhatikan atau dipelajari. Berikut ini petunjuk
beberapa hal yang dapat kita jadikan pedoman:
a. Banyak membaca
Para
pustakawan setiap harinya berkecimpung dengan bahan pustaka yang ada di
perpustakaan. Boleh dikatakan pustakawan itu hidup dalam sebuah gudang ilmu.
Pustakawan seharusnya banyak dan sering membaca artikel, surat kabar, majalah
ataupun buku sambil mempelajari tulisan ilmiah yang dimuat di media massa.
b. Pahami aturan penulisan media
massa
Setiap media massa
mempunyai peraturan ataupun petunjuk sendiri dalam menyajikan tulisan ataupun
artikel yang diterbitkan. Biasanya setiap media massa mempunyai persyaratan
tertentu untuk pemuatan tulisan atau artikel baik dari segi isi dan
sistematikanya.
c. Buat rancangan tulisan yang
akan dimuat
Sebelum menulis
artikel seharusnya sudah merancang tulisan yang akan dikirimkan ke redaksi.
Rancangan dapat mencakup judul, permasalahan yang akan dibahas, butir-butir
pembahasan dan rinciannya serta kesimpulan dan saran yang akan diajukan.
Apabila sudah membuat rancangan, tinggal mengumpulkan bahan-bahan yang
diperlukan untuk penulisan.
d. Isu-isu yang sedang hangat
dalam masyarakat
Dalam memilih tema
sebuah tulisan yang akan dikirim ke media massa sebaiknya mengamati dan
mengikuti perkembangan yang sedang terjadi di masyarakat, kebijakan- kebijakan
pemerintah di bidang perpustakaan dan
isu-isu yang sedang muncul di dunia ilmu pengetahuan. Dapat juga menulis suatu
hal yang baru dari gagasan atau ide penulis.
e. Perluas wawasan di bidang
kepustakawanan.
Saat ini banyak cara
untuk dapat mempeluas waswasan dibidang kepustakawanan. Mudahnya akses informai
dapat membantu dalam rangka memperkaya ilmu pengetahuan. Dengan mengikuti
seminar dibidang perpustakaan serta dialog dengan rekan sejawat dapat menambah
ilmu pengetahuan. Hanya dengan wawasan yang luas kita dapat mengkaji
permasalahan perpustakaan yang akan dijadikan tema penulisan.
f. Buang rasa segan dan bosan
Artikel yang dikirim
ke media massa belum tentu langsung dapat diterbitkan atau ditolak untuk
dimuat. Hal tersebut merupakan hal yang biasa. Sebaiknya dapat mengoreksi
kembali sebab-sebab tidak dimuat. Tulisan yang dikirim dapat dikoreksi dan disempurnakan
untuk bahan penulisan selanjutnya. Jangan frustasi dan berhenti untuk mencoba
dan mencoba.
g. Dari media massa kecil dulu
Sebelum mencoba
menulis untuk media massa yang cakupannya nasional atau regional, sebaiknya
mulai dari dengan media massa yang terbatas. Misalnya majalah ataupun bulletin intern
di lingkungan organisasi profesi seperti IPI. Dari pengalaman yang kecil baru menginjak kepada media
massa yang lebih besar.
Masih
sedikit pustakawan yang mempunyai kesadaran untuk menulis, sebagian besar
pustakawan yang melakukan kegiatan penulisan karena adanya unsur keterpaksaan
ataupun diberikan tugas dari atasan. Selain itu mereka masih bingung mencari
ide, kurang percaya diri, dan malu. Hal semacam itu sebenarnya dibuang jauh
untuk lebih berkembang. Pustakawan
sudah saatnya untuk mengembangkan profesinya lewat karya tulis bukan hanya pada
kegiatan yang bersifat rutinitas melayani pengguna perpustakaan. Menulis
menpunyai arti yang penting dan manfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan agar hasil tulisan dapat dimuat di media
massa. Ketrampilan menulis bukanlah suatu bakat namun perlu dikembangkan dari
diri seseorang secara terus menerus dan berkesinambungan.
*
Pustakawan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar