Slogan kami

Redaksi Buletin Pustaka mengucapkan Selamat Hari Soempah Pemoeda, 28 Oktober 2013

Jumat, 27 Juli 2012


Kasih Sayangmu Mbak Nur....
Oleh : Sugito

Sore itu Sang Surya pun tenggelam tanpa saya ketahui dengan pasti, karena sejak pagi  memang enggan memancarkan sinarnya alias mendung selalu bergayut. Gema adzan baru saja berlalu dan aku baru saja menunaikan  sholat Maghrib, tiba-tiba Nita anakku minta ditemani  belajar. Menurut ceritanya ada pekerjaan rumah yang tidak bisa dikerjakan. Pesan ibu guru kalau tidak bisa disuruh tanya orang tua.
Bapak ada PR,.. tapi sulit pak?”, tanya Nita kepadaku manja.
PR nya apa ?”, jawabku sambil menghampirinya di meja belajar.
PR IPA, disuruh mencari penemu-penemu itu lho Pak, sudah tak cari dalam buku ini tapi tidak ada”, jawabnya sambil menunjukkan bukunya.  
Aku berusaha menenangkan anakku sambil mencari jawaban atas pertanyaan tersebut. Dua buku IPA dan satu LKS sudah dibuka beberapa kali, memang nama-nama penemu tidak ada dalam buku tersebut. Dalam hati aku berkata, “PR anak SD kok ya sulit temen to ya ya.”
Bapak juga tidak menemukan, bagaimana kalau besok kira-kira jam satu siang kita ke tempat  Mbak Nurhayati untuk mencarikan jawabannya di Perpustakaan Desa itu”, jawabku pelan.
Mendengar jawaban tersebut Nita hanya menganggukkan kepala tanda setuju. Tidak lama kemudian ia minta untuk ditemani tidur. Melihat wajahnya yang polos dan lugu ketika tidur, aku memohon kepada Allah semoga kelak menjadi anak yang  berguna bagi bangsa dan negara.
Keesokan harinya pukul 12.45 aku bersama Nita pergi ke rumah Mbak Nur, panggilan akrabnya.
Assalamu’alaikum Mbak Nur.”  
Wa’alaikumsalam, mangga-mangga Pak, dengan dik Nita...  silakan duduk Pak!”, Mbak Nur dengan ramah mempersilakan duduk kami berdua.
Setelah duduk beliau meninggalkan kami dan tidak lama kemudian keluar sambil membawa dua cangkir teh manis dan ubi bakar.
Ayo dik, mangga Pak diminum tehnya, ada apa ya Pak, kok tumben kemari ?”, tanya Mbak Nur.
Begini Mbak ceritanya, Nita dapat PR dari ibu guru, disuruh mencari beberapa penemu, tetapi setelah kami mencari bersama dalam buku, ternyata tidak ditemukan jawaban, kemudian kami memutuskan minta bantuan Mbak Nur untuk mencarikan jawaban di Perpustakaan Desa yang Mbak Nur kelola itu”, aku menceritakan maksud kedatangan kami.
Inggih Pak, nanti kita bersama pergi ke Perpustakaan  Desa, dicari bersama ya Pak, tetapi sebelum berangkat, silakan untuk dihabiskan dulu unjukane Pak”, jawab Mbak Nita.
Setelah ngobrol beberapa saat, kami bertiga pergi ke Perpustakaan Desa yang terletak kurang lebih lima puluh meter di sebelah utara dari rumah Mbak Nur. Hampir bersamaan dengan Mbak Nur membukakan pintu, dari tikungan jalan tampak mobil Perpustakaan Keliling menuju Perpustakaan Desa kami.
Kebetulan Pak mobil Perpustakaan Keliling datang, nanti kita cari saja di mobil itu karena lebih lengkap”, ajak Mbak Nur.
Inggih Mbak”, jawabku sembari masuk perpus.
Walaupun sudah beberapa lama perpustakaan di desaku  berdiri, aku akui bahwa baru pertama kali ini masuk perpustakaan. Aku berjalan-jalan di ruangan yang berukuran tidak lebih dari 5 x 7 m ini sambil melihat gambar-gambar yang ada di sampul buku halaman depan. Nita anakku dan Mbak Nur pergi ke mobil. Saya lihat dari kejauhan Nita sedang asyik mencari buku, sedangkan  Mbak Nur sedang berbincang-bincang dengan petugas perpustakaan tersebut. Nita dan Mbak Nur pun kelihatan akrab sekali. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Tidak lama kemudian Mbak Nur memanggil,
Pak... ke mari..., bukunya sudah ketemu, dicarikan Mas Agus petugas perpustakaan keliling.”
O ya Mbak terima kasih”, aku bergegas menjawab.
Melihat itu semua Nita sangat gembira sekali. Selain menerima buku tentang beberapa penemu, Nita juga meminjam dua buku yang lain. Buku yang mau dipinjam dicatat oleh Mbak Nur. Belum selesai mencatat Nita minta ijin untuk membeli cilot yang dijual oleh penjual makanan keliling. Buku tersebut dibaca-baca sebentar oleh Nita sambil makan cilot. beberapa menit kemudian aku dan anakku pulang.
Seperti biasa ba’da Maghrib Nita belajar minta ditemani. Tidak diduga sama sekali ia bertanya kepadaku,
“Bapak, Allah itu tidak adil ya Pak!”, tanya anakku ketus.
Mendengar pertanyaan tersebut aku kaget bukan kepalang. Sambil memendam rasa kaget aku menjawab dengan nada menasehati,
”Nitaa... tidak boleh bicara begitu, Allah itu Maha Adil..., Maha Pengasih..., tanpa pilih kasih..., hayo apa buktinya kalau Allah tidak  adil.”
Dengan cepat Nita menjawab, “Buktinya mengapa Ibu dibunuh duluan oleh Allah, khan aku kangen sama Ibu, seandainya Ibu masih hidup aku bisa dikelonin Ibu, diajari Ibu, kemana-mana bersama  dengan Ibu dan Bapak.”
Mendengar jawaban dari Nita, tanpa sadar air mataku tak bisa terbendung lagi dan mengalir membasahi pipiku, bibirku kelu, dan satu kata pun tak terucap dari mulutku. Seribu perasaan, seribu kenangan manis bersama almarhum istriku tercinta melintas di benakku. Sambil menahan isak tangis, dalam hatiku memohon kepada Allah, “Ya Allah berilah kekuatan dalam menghadapi segala cobaan ini, Ya Allah.”
Lho kok Bapak menangis, kata Bu guru, laki-laki tidak boleh nangis”, celetuk Nita.
Ya, ya bapak tidak nangis kok”, jawabku sambil  menciumi pipi Nita, “Ayo belajar lagi bapak temeni.”
Bapak...  tadi to di dalam mobil perpustakaan aku dikasih Mbak Nur cokelat, Mbak Nur kok baik ya sama aku”, Nita bercerita.
"Ya... Mbak Nur memang baik, bukan dengan Dik Nita saja, tetapi baik kepada semua orang  terutama orang-orang yang senang belajar dan bekerja keras.
Bapak, bagaimana kalau Mbak Nur tinggal di rumah ini jadi ibunya Nita?”
Ayo Nita belajar bapak temani jangan bicara yang tidak ada perlunya. Dibuka bukunya yang tadi dipinjam dan kerjakan PR nya!”
Nita mengambil tas mencari buku yang baru saja dipinjam. Sementara itu dalam benak ini bertanya-tanya dari mana si Nita dapat kalimat seperti itu. 
Bapak, bukunya yang satu ketinggalan di perpustakaan”, kata Nita.
Ya besok diambil”, jawabku datar.
Tak lama kemudian ada yang mengetuk pintu sambil mengucapkan salam, “Assalamu’alaikum”, salam dari Mbak Nur.
Wa’alaikum salam, mari Mbak masuk, silakan duduk!”, jawabku bergegas membukakan pintu.
Betapa terkejutnya aku, hatiku berdebar setelah tahu bahwa yang datang adalah Mbak Nur mengantarkan buku Nita yang tertinggal.
Dik Nita, ini bukunya ketinggalan di perpustakaan”, ucap Mbak Nur sambil menunjukkan buku tersebut.
Oh ya Mbak terima kasih”, sahut Nita kegirangan.
Besok datang lagi ya ke Perpustakaan Desa, biar dapat ilmu yang baru dan tambah teman”,  saran Mbak Nur pada Nita.
Melihat Nita dan Mbak Nur ngobrol agak lama, aku merasa senang karena Nita gembira. “Pak boleh tidak minta sesuatu”, kata Nita.
Boleh ...”, jawabku santai.
Bolehkah Mbak Nur menemani Nita belajar selamanya?”, sahut Nita sambil memandang Mbak Nur. Beliau menatap bocah centil itu dengan tatapan sendu dan tersungging senyum manis di bibirnya.
______
* SMP Negeri 3 Bawen

Tidak ada komentar:

Posting Komentar