Slogan kami

Redaksi Buletin Pustaka mengucapkan Selamat Hari Soempah Pemoeda, 28 Oktober 2013

Jumat, 27 Juli 2012

Jangan Sekedar Membaca, tulislah juga


Jangan Sekedar Membaca, tulislah juga

Oleh : Yudianto

Tidak semua orang suka membaca, karena dianggap sebagai kegiatan yang tidak penting, tidak berguna, memboroskan waktu dan hanya cocok bagi anak sekolahan. Bahkan bagi beberapa orang, membaca merupakan kegiatan yang menyiksa diri dan membuat sakit kepala, sungguh suatu anggapan yang hampir-hampir tidak masuk akal. Sebaliknya, aktivitas membaca bagi beberapa orang lainnya dianggap sangat menyenangkan, karena digunakan untuk mengisi waktu luang, menghibur diri, menambah pengetahuan dan meluaskan wawasan.
Bila kita termasuk dalam kelompok orang di kategori kedua, hampir pasti kegiatan membaca merupakan kegiatan keseharian yang tak terlewatkan. Bahkan beberapa orang, karena begitu akrabnya dengan kegiatan membaca, bahkan saat di toiletpun sambil membaca! Sungguh, luar biasa.
Lalu, potensi apakah yang bisa berkembang di balik kegemaran kita membaca?
Membaca merupakan sebuah keterampilan yang sangat penting dalam hidup kita. Kemampuan membaca dengan baik, akan banyak membantu diri kita memahami banyak persoalan dalam kehidupan, kemampuan membaca yang baik juga berarti mampu memahami berbagai pokok pikiran dari orang-orang pintar nan tersohor yang dituangkan dalam buku karya mereka.
Sesaat setelah membaca buku, kita layak merangkumnya. Langkah menyerap ide dasar atau pokok pemikiran dari seorang penulis. Tidak usah terlalu banyak pada taraf awal, mungkin cukup selembar kertas folio setiap bukunya.
Manfaat utama rangkuman sebagai pengingat secara cepat dan akurat, bila kita lupa terhadap pokok-pokok pikiran seorang penulis yang ada dalam satu buku. Manfaat itu akan berlipat, apabila buku-buku yang kita rangkum bukan milik kita pribadi, melainkan milik seorang teman atau  milik perpustakaan daerah, yang tentu harus segera dikembalikan. Bukankah buku-buku itu di lain hari belum tentu bisa kita pinjam kembali setiap saat?
Dengan demikian, walaupun  tidak memiliki koleksi buku yang banyak, kita akan tetap memiliki intisari pemikiran dari buku yang pernah kita baca. Bagi seorang siswa ataupun mahasiswa, kepemilikan rangkuman isi buku merupakan salah satu langkah yang strategis, di saat dirinya harus menyusun esai akedemiknya. Sekaligus sebagai bumper ketika belum mampu membangun dan memiliki perpustakaan pribadi.
Bila kita telah memiliki kebiasaan dan kemampuan yang baik untuk merangkum isi sebuah buku, maka jangan sia-siakan. Sayang sekali, bila yang membaca rangkuman isi buku itu cuma kita sendiri. Karena itu, tak ada salahnya kita mencoba meningkatkan kualitas rangkuman tersebut dalam format resensi buku.
Bila dalam mencoba membuat resensi buku satu-dua kali sudah mulai tampak bagus, maka tak ada salahnya kita coba kirimkan resensi tersebut ke redaksi sebuah majalah. Termasuk pula Buletin Pustaka kita tercinta ini.
Untuk lebih obyektif dalam melakukan penilaian terhadap resensi yang telah kita buat, boleh saja kita minta bantuan kepada guru bahasa Indonesia di sekolah untuk memberikan penilaian secara lugas. Ataupun orang lain yang kita anggap memiliki kemampuan dalam menilai sebuah tulisan secara obyektif. Misalnya tetangga sebelah yang kebetulan berprofesi wartawan di sebuah media. Langkah ini akan memperbesar spirit untuk berkembang dan mengurangi perasaan inferior sewaktu-waktu tulisan kita tak dimuat.
Lebih jauh, bila proses penulisan ulang isi sebuah buku berlangsung terus, maka akan terbuka peluang untuk  melakukan rekomposisi menjadi sebuah tulisan yang jauh lebih menarik. Baik lewat percampuran dari beberapa ide yang berasal dari berbagai buku ataupun dengan pengalaman pribadi.
Bila demikian, tentu kita akan makin kokoh dalam menapaki dunia tulis-menulis dan makin lancar saja saat kita menulis opini, artikel  ilmiah popular, feature, kolom, laporan perjalanan bahkan depth news sekalipun.
Sejauh kita melangkah, bila disertai keteguhan hati dan antusias yang tinggi, tentu saja  semua akan memberikan pengalaman yang menakjubkan. Bahkan dengan kemampuan yang pas-pasan (menurut diri kita pribadi) dalam menulis pun, bisa menjadi semacam pijakan bahwa menulis ternyata tidak terlalu sulit seperti yang dibayangkan.  
Menulis merupakan langkah yang terorganisir dalam menuangkan kembali pemikiran kita. Karena itulah tanpa pengetahuan yang terlalu mendalam pun sesungguhnya pada batas-batas tertentu seseorang masih berhak menuangkan pemikiran, asalkan disertai dengan sikap jujur.
Mengapa harus jujur? Dalam menulis seringkali kejujuran merupakan hal utama, ketika  sebuah tulisan merupakan indicator dari kredibilitas sekaligus intergritas dari seorang penulis.
Di sisi lain, bersikap jujur untuk tidak melakukan copy-paste yang  tidak menyebutkan sumber, merupakan bentuk apresiasi dan bersikap adil terhadap hasil karya orang lain. Karena itulah, masalah kejujuran dalam menulis layak dipegang erat.
Dalam membuat sebuah tulisan, kadang kita terjebak pada indikasi perilaku tak jujur, semisal tanpa sengaja mengambil tulisan atau ide milik orang lain dan mengakuinya sebagai milik sendiri.
Bila dalam hati kecil kita mengatakan bahwa kejadian itu akibat kealpaan dan kehilafan, mungkin layak memperoleh apologi. Akan tetapi, bila dalam hati kecil kita mengakui akibat kesengajaan, tentu ketidakjujuran inilah yang paling layak disesali.
Dalam  dunia tulis menulis khususnya yang berlangsung di dunia maya, kadang kita bisa menjadi korban ketidakjujuran pihak lain. Bukan cuma tulisan kita yang dicomot mentah-mentah dan diakui oleh pihak lain. Tetapi juga banyak kejadian lain yang ada indikasi ketidakjujuran.
Berbagai tindak ketidakjujuran itu antara lain:
1.Saat kita mengirim naskah dalam sebuah lomba, ternyata lomba tersebut hanyalah bentuk lain dalam audisi penulis, jadi pemenang lomba hanya diberikan janji bahwa tulisannya akan diterbitkan sebagai buku, tanpa mendapatkan reward secara langsung dari lomba yang bersangkutan.
2. Begitu pula lomba penulisan berbayar yang  marak di internet, ternyata setelah dihitung-hitung lomba itu sejatinya hanya ajang bisnis mencari keuntungan bagi pihak penyelenggara lomba. Hal itu terindikasi dari tingginya biaya lomba yang tidak sepadan dengan hadiah yang akan diperoleh para pemenang.
3. Banyak situs yang bertitel portal artikel merupakan sarang penipuan tingkat tinggi. Bagaimana tidak, sebuah situs yang diidentifikasi bermarkas di Filipina menawarkan sekian dolar Amerika bagi penulis yang menampilkan satu artikelnya yang berbahasa Inggris. Semakin banyak artikel yang dikirimkan, semakin tinggi honor per satuannya. Berdasarkan pengalaman, setelah puluhan artikel berbahasa Inggris dikirimkan dan ditayangkan, maka honor penulisan tak dibayarkan. Usut punya usut, ternyata situs tersebut hanya ndobosi alias  hanya janji dan tidak membayar artikel satu sen pun.
Kasus ini terungkap, tatkala seorang penulis dari Venezuela melontarkan kecurigaannya dalam sebuah forum diskusi. Setelah dilakukan investigasi ternyata benar adanya. Bahkan Sury, seorang dosen sekaligus penulis berkebangsaan India yang sudah lima tahun malang melintang dalam penulisan artikel online, membenarkan hasil investigasi itu.
Berpijak dari berbagai pengalaman di atas, maka kewaspadaaan layak selalu ditingkatkan dalam menapaki dunia tulis menulis. Karena itulah, waspadalah terhadap tindak ketidakjujuran  dalam dunia tulis menulis yang dilakukan pihak lain, sehingga kita tidak terjebak dan menjadi korban.
*Pemerhati Perpustakaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar