Jangan Sekedar Membaca, tulislah juga
Oleh : Yudianto
Tidak semua orang
suka membaca, karena dianggap sebagai kegiatan yang tidak penting, tidak
berguna, memboroskan waktu dan hanya cocok bagi anak sekolahan. Bahkan bagi
beberapa orang, membaca merupakan kegiatan yang menyiksa diri dan membuat sakit
kepala, sungguh suatu anggapan yang hampir-hampir tidak masuk akal. Sebaliknya,
aktivitas membaca bagi beberapa orang lainnya dianggap sangat menyenangkan,
karena digunakan untuk mengisi waktu luang, menghibur diri, menambah
pengetahuan dan meluaskan wawasan.
Bila kita
termasuk dalam kelompok orang di kategori kedua, hampir pasti kegiatan membaca
merupakan kegiatan keseharian yang tak terlewatkan. Bahkan beberapa orang,
karena begitu akrabnya dengan kegiatan membaca, bahkan saat di toiletpun sambil
membaca! Sungguh, luar biasa.
Lalu, potensi
apakah yang bisa berkembang di balik kegemaran kita membaca?
Membaca
merupakan sebuah keterampilan yang sangat penting dalam hidup kita. Kemampuan
membaca dengan baik, akan banyak membantu diri kita memahami banyak persoalan
dalam kehidupan, kemampuan membaca yang baik juga berarti mampu memahami
berbagai pokok pikiran dari orang-orang pintar nan tersohor yang dituangkan
dalam buku karya mereka.
Sesaat setelah
membaca buku, kita layak merangkumnya. Langkah menyerap ide dasar atau pokok
pemikiran dari seorang penulis. Tidak usah terlalu banyak pada taraf awal,
mungkin cukup selembar kertas folio setiap bukunya.
Manfaat utama
rangkuman sebagai pengingat secara cepat dan akurat, bila kita lupa terhadap
pokok-pokok pikiran seorang penulis yang ada dalam satu buku. Manfaat itu akan
berlipat, apabila buku-buku yang kita rangkum bukan milik kita pribadi,
melainkan milik seorang teman atau milik
perpustakaan daerah, yang tentu harus segera dikembalikan. Bukankah buku-buku
itu di lain hari belum tentu bisa kita pinjam kembali setiap saat?
Dengan demikian,
walaupun tidak memiliki koleksi buku
yang banyak, kita akan tetap memiliki intisari pemikiran dari buku yang pernah
kita baca. Bagi seorang siswa ataupun mahasiswa, kepemilikan rangkuman isi buku
merupakan salah satu langkah yang strategis, di saat dirinya harus menyusun
esai akedemiknya. Sekaligus sebagai bumper
ketika belum mampu membangun dan memiliki perpustakaan pribadi.
Bila kita telah
memiliki kebiasaan dan kemampuan yang baik untuk merangkum isi sebuah buku,
maka jangan sia-siakan. Sayang sekali, bila yang membaca rangkuman isi buku itu
cuma kita sendiri. Karena itu, tak ada salahnya kita mencoba meningkatkan
kualitas rangkuman tersebut dalam format resensi buku.
Bila dalam
mencoba membuat resensi buku satu-dua kali sudah mulai tampak bagus, maka tak
ada salahnya kita coba kirimkan resensi tersebut ke redaksi sebuah majalah.
Termasuk pula Buletin Pustaka kita
tercinta ini.
Untuk lebih
obyektif dalam melakukan penilaian terhadap resensi yang telah kita buat, boleh
saja kita minta bantuan kepada guru bahasa Indonesia di sekolah untuk memberikan
penilaian secara lugas. Ataupun orang lain yang kita anggap memiliki kemampuan
dalam menilai sebuah tulisan secara obyektif. Misalnya tetangga sebelah yang
kebetulan berprofesi wartawan di sebuah media. Langkah ini akan memperbesar
spirit untuk berkembang dan mengurangi perasaan inferior sewaktu-waktu tulisan
kita tak dimuat.
Lebih jauh, bila
proses penulisan ulang isi sebuah buku berlangsung terus, maka akan terbuka
peluang untuk melakukan rekomposisi menjadi
sebuah tulisan yang jauh lebih menarik. Baik lewat percampuran dari beberapa
ide yang berasal dari berbagai buku ataupun dengan pengalaman pribadi.
Bila demikian,
tentu kita akan makin kokoh dalam menapaki dunia tulis-menulis dan makin lancar
saja saat kita menulis opini, artikel ilmiah
popular, feature, kolom, laporan
perjalanan bahkan depth news
sekalipun.
Sejauh kita
melangkah, bila disertai keteguhan hati dan antusias yang tinggi, tentu
saja semua akan memberikan pengalaman
yang menakjubkan. Bahkan dengan kemampuan yang pas-pasan (menurut diri kita
pribadi) dalam menulis pun, bisa menjadi semacam pijakan bahwa menulis ternyata
tidak terlalu sulit seperti yang dibayangkan.
Menulis
merupakan langkah yang terorganisir dalam menuangkan kembali pemikiran kita.
Karena itulah tanpa pengetahuan yang terlalu mendalam pun sesungguhnya pada
batas-batas tertentu seseorang masih berhak menuangkan pemikiran, asalkan
disertai dengan sikap jujur.
Mengapa harus
jujur? Dalam menulis seringkali kejujuran merupakan hal utama, ketika sebuah tulisan merupakan indicator dari
kredibilitas sekaligus intergritas dari seorang penulis.
Di sisi lain,
bersikap jujur untuk tidak melakukan copy-paste yang tidak menyebutkan sumber, merupakan bentuk
apresiasi dan bersikap adil terhadap hasil karya orang lain. Karena itulah,
masalah kejujuran dalam menulis layak dipegang erat.
Dalam membuat
sebuah tulisan, kadang kita terjebak pada indikasi perilaku tak jujur, semisal
tanpa sengaja mengambil tulisan atau ide milik orang lain dan mengakuinya
sebagai milik sendiri.
Bila dalam hati
kecil kita mengatakan bahwa kejadian itu akibat kealpaan dan kehilafan, mungkin
layak memperoleh apologi. Akan tetapi, bila dalam hati kecil kita mengakui akibat
kesengajaan, tentu ketidakjujuran inilah yang paling layak disesali.
Dalam dunia tulis menulis khususnya yang
berlangsung di dunia maya, kadang kita bisa menjadi korban ketidakjujuran pihak
lain. Bukan cuma tulisan kita yang dicomot mentah-mentah dan diakui oleh pihak
lain. Tetapi juga banyak kejadian lain yang ada indikasi ketidakjujuran.
Berbagai tindak
ketidakjujuran itu antara lain:
1.Saat kita mengirim
naskah dalam sebuah lomba, ternyata lomba tersebut hanyalah bentuk lain dalam
audisi penulis, jadi pemenang lomba hanya diberikan janji bahwa tulisannya akan
diterbitkan sebagai buku, tanpa mendapatkan reward
secara langsung dari lomba yang bersangkutan.
2. Begitu pula lomba penulisan
berbayar yang marak di internet,
ternyata setelah dihitung-hitung lomba itu sejatinya hanya ajang bisnis mencari
keuntungan bagi pihak penyelenggara lomba. Hal itu terindikasi dari tingginya
biaya lomba yang tidak sepadan dengan hadiah yang akan diperoleh para pemenang.
3. Banyak situs yang
bertitel portal artikel merupakan sarang penipuan tingkat tinggi. Bagaimana
tidak, sebuah situs yang diidentifikasi bermarkas di Filipina menawarkan sekian
dolar Amerika bagi penulis yang menampilkan satu artikelnya yang berbahasa
Inggris. Semakin banyak artikel yang dikirimkan, semakin tinggi honor per satuannya.
Berdasarkan pengalaman, setelah puluhan artikel berbahasa Inggris dikirimkan
dan ditayangkan, maka honor penulisan tak dibayarkan. Usut punya usut, ternyata
situs tersebut hanya ndobosi
alias hanya janji dan tidak membayar
artikel satu sen pun.
Kasus
ini terungkap, tatkala seorang penulis dari Venezuela melontarkan kecurigaannya
dalam sebuah forum diskusi. Setelah dilakukan investigasi ternyata benar adanya.
Bahkan Sury, seorang dosen sekaligus penulis berkebangsaan India yang sudah lima
tahun malang melintang dalam penulisan artikel online, membenarkan hasil
investigasi itu.
Berpijak
dari berbagai pengalaman di atas, maka kewaspadaaan layak selalu ditingkatkan
dalam menapaki dunia tulis menulis. Karena itulah, waspadalah terhadap tindak
ketidakjujuran dalam dunia tulis menulis
yang dilakukan pihak lain, sehingga kita tidak terjebak dan menjadi korban.
*Pemerhati
Perpustakaan