Slogan kami

Redaksi Buletin Pustaka mengucapkan Selamat Hari Soempah Pemoeda, 28 Oktober 2013

Kamis, 17 Juni 2010

Belajar Dari Acara “Minta Tolong”


Belajar Dari Acara “Minta Tolong”

Oleh : C. Tyas Wahyuning Hartati


            Senin, Selasa dan Rabu, seusai pulang kerja menjadi kebiasaan, keluarga dan sebagian masyarakat, untuk menyempatkan membaca koran sambil menunggu acara “Minta Tolong” di stasiun televisi swasta RCTI, setiap pukul 16.10 sampai dengan pukul 17.00 WIB, dikandung maksud untuk dapat membelajarkan keluarga dan anak-anak, agar mau mengerti makna kehidupan, kepekaan sosial, sekaligus menjadi pribadi yang dermawan.
Sebab, dalam teori kepribadian menyebutkan serangkaian ciri yang relatif tetap dan sebagian besar dibentuk oleh faktor keturunan, sosial, kebudayaan dan lingkungan, (H. Malayu S.P. Hasibuan, dalam Manajemen Sumber Daya Manusia, hal: 138). Berdasarkan teori kepribadian tersebut, layak untuk dijadikan renungan bagi kita untuk mengkondisikan keluarganya masing-masing.
Dalam acara tersebut ada sesuatu yang membuat kita trenyuh (Januari 2010), dikisahkan cerita anak putri belia belasan tahun yang diminta adiknya seusia 9 tahunan (setara kelas III SD) untuk dibelikan sepatu, pada hari ulang tahunnya. Karena keinginannya yang sangat kuat untuk memiliki sepatu, maka ia dengan rela membuka celengannya, ternyata uangnya belum seberapa. Artinya sangat kurang untuk mendapat sepatu sekolah warna hitam.
Secara umum, bagi keluarga berekonomi menengah ke bawah untuk mendapatkan sepatu anak SD berkisar antara dari empat puluh ribu-an rupiah hingga delapan puluh ribuan rupiah, sangat berat untuk terpenuhi di setiap tahunnya. Terlebih bagi seorang anak yang dikisahkan pada acara Minta Tolong tersebut.
            Kisah yang tergambar pada acara tersebut, kalau dicermati di sekeliling kita amatlah banyak keluarga yang belum mampu membelikan sepatu untuk anak-anaknya secara rutin di setiap semester (tengah tahun). Jangankan setengah tahun, bahkan sangat sering terjadi secara umum sepatu sekolah anak SD, SMP dipaksa dipakai hingga setahun, dua tahun bahkan sampai tiga tahunnan. Itulah realitasnya.
Dengan dalih mereka lebih mengutamakan kebutuhan lain, terutama kebutuhan perut sehari-harinya, sehingga berdampak cenderung abai terhadap kebutuhan sepatu anaknya yang dipergunakan aktivitas untuk bersekolah di setiap harinya. Maka pendidikan dasar murah (gratis) untuk keluarga miskin wajib adanya, disertai evaluasi dalam perjalanannya, dengan tujuan utama mengentaskan kebodohan sekaligus meningkatkan kualitas generasi bangsa.
Maka, bagi keluarga berekonomi menengah ke atas perlu dikaji atau ditinjau kembali supaya ikut berpartisipasi atau mensubsidi silang kepada keluarga miskin. Sebab sebagian cendekiawan berasumsi jika pendidikan dasar gratis diperlakukan untuk keluarga berekonomi menengah ke atas imbasnya pendidikan dasar akan semakin terpuruk kualitas lulusannya. Artinya hanya sekadar mencapai batas ambang, mengutip pernyataan dosen Pascasarjana Magister Manajemen Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Sutama dalam perkuliahan 2009.
Pada sisi lain kita layak belajar, sekaligus berbangga kepada Endang Wahyuni, orang yang serba kekurangan, tetapi berhati mulia terbukti mau menolong anak penjual jajanan buah yang hendak bermaksud membelikan sepatu adiknya. Padahal Endang Wahyuni di kisahkan adalah seorang keluarga serba berkekurangan, yaitu tidak memiliki rumah. Karena rumahnya telah tergerus aliran sungai yang membawa harta benda tidak seberapa (bagi yang berekonomi menengah ke atas), sebaliknya harta benda perabot rumah tangga ember, panci, kompor dan sejenisnya adalah barang berharga bagi keluarga Endang Wahyuni tersebut.
            Pada sisi lain berikut, sebagian masyarakat kita berfoya-foya untuk membeli keperluan pulsa perbulannya hingga mencapai ratusan ribu rupiah lebih. Sedang sebagian masyarakat lainnya, yaitu sekelompok ayah dengan suka cita membeli rokok perharinya mencapai puluhan ribu rupiah, bila dihitung perbulannya dana membeli rokok bisa mencapai tiga ratus-an ribu rupiah.
Makna berkehidupan
            Belajar dari kisah Endang Wahyuni, layak diapresiasi positif, untuk mendapat tempat dihati masyarakat, yang peduli akan makna berkehidupan sebenarnya. Dengan harapan mampu menggugah rasa empati yang mendalam untuk mengoyak hati nurani kita, agar mau bersolidaritas, bersedekah, berdermawan terhadap sesama warga masyarakat yang ada disekelingnya.
Mampukah para pengambil kebijakan di bidang rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) untuk memberdayakan saudara-saudara kita yang serba berkekurangan tersebut? Luar biasa! Jika acara Minta Tolong mampu menyentuh hati nurani pemirsanya, sekaligus mengaplikasikan dalam tata kehidupan bermasyarakat dan bernegara di setiap harinya.
            Itulah segumpal pertanyaan yang layak dikedepankan dan diperdebatkan, agar mampu mengusik serta mengetuk hati nurani para pengambil kebijakan diantaranya para Menteri yang baru saja mendapat fasilitas mobil mewah, konon mencapai seharga 1,3 miliar, agar bersegera merealisasikan kepentingan sebagian besar masyarakat yang serba berkekurangan (miskin harta dan ilmu), karena termiskinkan dan terpinggirkan oleh ulah para koruptor.
Termasuk di dalamnya adalah ulah Artalyta Suryani, kemudian kasus mafia peradilan diantaranya diduga melibatkan Anggodo, kasus Bank Century yang disinyalir ada penyelewengan dana hingga mencapai 6,7 triliun yang sedang ditangani oleh panitya kusus (pansus) DPR RI, hingga sampai bulan ini belum diketahui ujung dan pangkalnya untuk mengungkap kebenaran atau ketidakbenaran dana triliunan yang disinyalir menguap tersebut.
Maka, bagi para oknum yang terlibat korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) harus dihukum seberat-beratnya. Tidak seperti yang terjadi pada era sekarang, disana tergambarkan sangat pincang. Contoh kasus Mbok Minah pencuri kakau, pencuri semangka (di Jawa Timur) dan sejenisnya yang dihukum sangat memberatkan dan menghebohkan. Namun sebaliknya hal tersebut tidak berlaku bagi para koruptor kelas kakap yang dihukum sangat ringan, bahkan sangat menyenangkan seperti di ”hotel berbintang lima.” Contoh kasus Artalyta Suryani, tersedia berbagai fasilitas mewah, mulai dari perawatan kecantikan, pendingin udara, kulkas, karaoke dan lain-lain.
            Lalu kapan kisah acara Minta Tolong pada tv RCTI segera berakhir, yang mengisyarakan gambaran kehidupan rill di masyarakat kita? Artinya warga masyarakat kita sudah mampu mencukupi kebutuhan dasar hidup di setiap harinya.

Anggota Perpustakaan dan Pengajar di SD Jatijajar 02 Kecamatan Bergas.
                                        
                                               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar