Slogan kami

Redaksi Buletin Pustaka mengucapkan Selamat Hari Soempah Pemoeda, 28 Oktober 2013

Kamis, 02 Juni 2011

JADIKAN MENULIS SEBAGAI CANDU


JADIKAN MENULIS SEBAGAI CANDU
*\Meka Nitrit Kawasari

“KALAU KAMU BUKAN ANAK RAJA DAN ENGKAU BUKAN ANAK ULAMA BESAR, MAKA JADILAH PENULIS”.
 (IMAM AL-GHOZALI)

            James Pennebaker, Ph.D dan Janet Seager, Ph.D dalam jurnal Clinical Psychology melaporkan bahwa orang yang memiliki kebiasaan menulis umumnya memiliki kondisi mental lebih sehat dari mereka yang tidak punya kebiasaan tersebut.
Banyak orang yang mengaku tak pandai menulis dan tidak dapat merangkai kata-kata indah untuk membentuk suatu tulisan. Padahal sejak Sekolah Dasar hingga perguruan tinggi, mereka terus menulis, entah itu menulis tugas sekolah dan kuliah atau menulis hal lain berupa buku harian, catatan penting dsb. Akan tetapi nampaknya sistem pengajaran di Indonesia belum begitu mendorong siswa untuk membiasakan diri menulis. Begitu pula nilai-nilai yang berkembang di masyarakat, masih belum memberikan penghargaan cukup tinggi bagi orang yang gemar menulis.
Teringat kata seorang teman “Ajarin aku nulis dunk”. Sejenak bingung juga untuk menjawabnya. Tentunya pelajaran tulis menulis telah diajarkan di bangku sekolah, hanya saja banyak orang yang belum membiasakan diri menulis dan menumpahkan segala idenya dalam sebuah tulisan, sehingga mereka beranggapan bahwa menulis itu susah sekali dan perlu proses panjang untuk menghasilkan sebuah tulisan yang bagus.
            Pepatah Yunani yang saya temukan di Majalah Horison edisi Mei 2011 mengatakan bahwasannya menulis adalah membaca dua kali. Jika ada orang rajin membaca, tapi tidak mampu menulis, pasti ada yang salah ketika dalam proses membacanya. Proses membaca seseorang tentunya berbeda-beda, dari apa yang mereka baca, akan ditemukan berbagai hal dan pengetahuan yang dapat disetujui oleh seseorang dapat pula tidak. Nah dari sini proses kreatif seseorang tumbuh dengan sendirinya untuk membuat tulisan tentang apa yang telah dibaca, entah itu ketidaksesuaian dengan pendapat pribadi, entah mengenai apa yang tidak bisa diterimanya dari bahan bacaan, lingkungan atau kehidupan sosial, atau bahkan sependapat dengan apa yang telah dibaca.
            Proses Kreatif seseorang untuk menghasilkan sebuah tulisan ini tak hanya melulu berupa argumen saja. Dapat juga berupa literatur yang menceritakan biografi seseorang kisah hidup, atau bahkan motivasi dan ilmu pengetahuan.
            Masih banyak orang-orang yang merasa malas atau tidak ada waktu untuk menuangkan pikirannya dalam bentuk coretan. Mau tak mau proses kreatif seseorang berhentilah sudah. Atau ada juga seseorang yang ingin sekali menulis akan tetapi masih malas pula untuk memulai. Menulis itu perlu kesabaran dan kebiasaan, serta pelu sikap tidak jera ketika tulisan tersebut belum dapat terpublikasikan atau belum mencapai kata maksimal.
            Marilah sedikit kita tengok beberapa penulis ternama di Indonesia. Ahmad Fuadi, penulis “Negeri 5 Menara” dan “Ranah 3 Warna” yang inspiratif. Pria kelahiran Bayur, Danau Maninjau, Padang, Sumbar ini adalah anak dari kampung yang memulai proses kreatifnya sejak usia remaja. Tentunya awalnya susah payah pun dialami ketika pertama kali menuangkan idenya dalam sebuah tulisan. Akan tetapi karena ketekunannya, nampaknya kesulitan dalam menulispun tiada artinya. Mulai dari menjadi wartawan Majalah Syams Pondok Gontor Putra, Wartawan Majalah Tempo, kemudian wartawan VOA di Washington DC. Dan apa pun yang Ia kerjakan untuk terus memupuk proses kreatifnya, ya seperti ungkapannya “Setiap Subuh, saya memaksakan diri di hadapan komputer dalam 30 menit hingga satu jam bagi menulis. Tidak kira sama ada mengantuk atau tidak. Pulang kerja, pada waktu malam, menulis lagi”.
            Kemudian Novelis yang menuliskan kisah hidupnya sehingga dapat memotivasi pembacanya, Andrea Hirata, Anak Belitong, Kepulauan Bangka Belitung yang berhasil mendapatkan beasiswa ke luar negeri dengan perjuangan tak kenal lelahnya. Awalnya, Andrea bukanlah seorang penulis yang hebat pula. Akan tetapi karena ketekunannya yang luar biasa, 4 novel pembangkit semangat pun tercipta. Padahal keempat novel tersebut merupakan catatan kenangan kehidupannya dari kanak-kanak hingga dewasa. Seperti yang kita ketahui, Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Endensor, Maryamah Kaprov adalah karya Andrea yang penuh inspiratif.
            Gola Gong, yang termotivasi untuk membaca dan menulis dari sang Ayah ketika tangan kirinya diamputasi. Sejak SD sudah mulai menulis sandiwara radio, komik dan puisi. Dan ketika suatu saat dipertemukan dengan Arswendo Atmowiloto, Wing Kardjo dan Diro Aritonang di masa perjuangannya menjadi mahasiswa, teriaknya dalam hati “Ya Allah! Aku ingin jadi penulis seperti mereka. Kalau aku sukses, aku akan membagi-bagikan ilmuku ini kepada siapa saja yang aku mau”.
            Pipit Senja, novelis wanita dari Sumedang, Jawa Barat. Pernah menuliskan kisah hidupnya yang mengidap penyakit Thalasemia dan dituangkan dalam novelnya berjudul “Lakon Kita Cinta”. Habiburrahman El Shirazy, Kyai asal Semarang dengan novel-novel cinta bertajuk islaminya, “Ayat-Ayat Cinta”, “Ketika Cinta Bertasbih” dsb. Kemudian Raditya Dika yang terkenal dengan karya kocaknya “Kambing Jantan”. Dewi “Dee” Lestari, artis dari Bandung yang mencintai tulis menulis sehingga muncul karyanya berjudul “Supernova”. Djenar Maesa Ayu, penulis perempuan ternama dan masih banyak penulis lain yang selalu memupuk kemampuan menulisnya hingga mempunyai nama besar di negeri ini.
            Penulis di atas dengan latar belakang dan perjalanan hidup yang berbeda telah berhasil menuangkan ide, perasaan dan pikirannya dalam sebuah tulisan. Kemudian bagaimana dengan kita? Bagaimana dengan anda? Seperti yang kita ketahui bersama banyak karya mereka yang merupakan kisah nyata dalam kehidupan atau lingkungan mereka, entah itu mengharukan, konyol, membangkitkan semangat dsb.

“BACALAH SESUATU YANG BERNILAI UNTUK DIBUAT. BUATLAH SESUATU YANG BERNILAI UNTUK DITULIS, TULISLAH SESUATU YANG BERNILAI UNTUK DIBACA. SEMUANYA BERMULA DENGAN AMALAN MEMBACA. IQRA, BACALAH.”
 (HAIRUL FAIZAL ADLI BIN AB GHANI)

            Tentunya kita juga mampu mengungkapkan apa yang kita pikirkan dalam sebuah tulisan. Sehingga menulis dapat kita jadikan bagian dalam hidup, dapat membuat ketagihan apa bila kita berhenti sejenak saja. Yah layaknya seseorang yang sedang kecanduan dengan rokok dan obat-obatan. Tentunya kecanduan dalam menulis  mengarah ke segi positif hingga dapat mendarah daging dan membuat sebuah kreatifitas tersendiri serta menimbulkan manfaat yang luar biasa. Seperti ungkapan Fatimah Mernissi, “Usahakan menulis setiap hari, niscaya kulit anda akan menjadi segar kembali akibat kandungan manfaat yang luar biasa”. Wow menulispun dapat menjadi layaknya suplemen makanan mengandung Vitamin E yang dapat menyegarkan kulit manusia. Nah, oleh karena itu, jangan pernah takut untuk menulis dan jadikan menulis itu sebagai candu dalam hidup!!!!!
Pemerhati Perpustakaan tinggal di Karangjati, Ungaran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar