Slogan kami

Redaksi Buletin Pustaka mengucapkan Selamat Hari Soempah Pemoeda, 28 Oktober 2013

Kamis, 02 Juni 2011

PERPUSTAKAAN (MASIH) ADA!


PERPUSTAKAAN (MASIH) ADA!
*Ari Widjayanti

DPR prihatin dan kecewa dengan masih rendahnya minat baca bangsa Indonesia yaitu peringkat ke-57 dari 65 negara di dunia yang dievaluasi oleh Program for International Student Assessment (PISA) tahun 2009, bahkan menyebutnya Tragedi Nol Buku. Peringkat baca kita jauh di bawah Thailand (50), apalagi Jepang (8). Masih hitung-hitungannya DPR: dalam 365 hari masyarakat Indonesia rata-rata hanya membaca 27 halaman, artinya untuk membaca 1 halaman butuh waktu 2 minggu, jauh dibandingkan penduduk Malaysia (7-8 buku), dan siswa Jepang 15 buku dalam 1 tahun (http://edukasi.kompas.com).
Banyak alasan kita tidak suka membaca, diantaranya lingkungan tidak mendukung  (di Jepang seperti diceritakan oleh Romi Satria Wahono yang pernah tinggal di negeri matahari terbit  selama 10 tahun), kegemaran membaca masyarakat Jepang memang tampak dimana-mana. Seperti halnya saat naik kereta listrik (‘densha’ namanya) hampir seluruh penumpangnya baik yang duduk maupun berdiri, tua muda dan juga anak-anak pada asyik membaca buku atau koran (www.hi-techmall.org). Sementara masyarakat kita, lebih senang nonton TV yang tidak terlalu banyak berfikir, cukup melihat, tertawa atau mengumpat, dan sekali-kali bersedih. Kitapun  lebih senang ngrumpi atau ngobrol dengan teman-teman yang sering tidak jelas tujuannya.  Bisa juga masyarakat kita tidak suka membaca, karena harga buku di Indonesia mahal dibandingkan dengan negara lain seperti Malaysia, India, dan Jepang. Seperti yang disampaikan Prof. Dr. I Made Putrawan, Guru Besar Universitas Negeri Jakarta, yaitu buku di India sangat murah, paling mahal Rp 10.000, karena Pemerintahnya memberikan subsidi kertas dan juga bekerja sama dengan berbagai penerbit-penerbit luar negeri seperti Penguin Books  sehingga mereka dapat mencetak buku di negerinya sendiri (yuhardin.scriptintermedia.co).
Pilar Belajar
Gleen Doman dalam bukunya How to Teach Your Baby to Read (1991 : 19) menyatakan bahwa salah satu fungsi penting dalam hidup adalah membaca karena  semua proses belajar didasarkan pada kemampuan membaca (reading society), yang pada perkembangannya akan menjadi masyarakat belajar (learning society). Menurut UNESCO seperti yang disampaikan oleh Athaillah Baderi pada sambutannya saat dikukuhkan menjadi Pustakawan Utama di Perpusnas RI (2005), ada empat pilar dalam prinsip belajar yaitu 1) learning to think - belajar berfikir; 2) learning to do –belajar berbuat; 3) learning to be – belajar untuk tetap hidup; dan 4) learning to live together – belajar hidup bersama antar bangsa. Berangkat dari masyarakat belajar,  pada saatnya tercapai bangsa yang cerdas (educated nation) sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, yaitu masyarakat Madani (Civil Society). Bisa dibayangkan kapan kita menjadi ‘educated nation’, kalau membaca saja ‘ogah’.
Tempat Menarik untuk Dikunjungi
Mungkin masih banyak masyarakat Indonesia yang ‘lupa’ atau tidak tahu bahwa kalau ingin menambah pengetahuan dengan biaya ‘relatif murah’ datang saja ke perpustakaan dimanapun. Perpustakaan adalah layanan publik, sumber belajar, tempat strategis untuk mencerdakan bangsa. Sekecil atau sejelek apapun perpustakaan, tidak mungkin tidak memiliki koleksi buku yang baik/bermanfaat. Untuk mulai membacanya, kita bisa memilih buku yang tampaknya paling menarik,  bisa dari judulnya, covernya, pengarangnya, atau bahkan memilih buku yang rusak (pengalaman di perpustakaan menunjukkan bahwa buku yang paling rusak adalah buku yang sering dipinjam), yang penting ada kemauan datang dahulu ke perpustakaan untuk membaca. Syukur-syukur keterusan jadi kebiasaan gak baca gak enak. Di perpustakaan  kita bisa membaca berbagai buku untuk melihat dunia, karena buku adalah guru kita yang sesungguhnya.  Untung-untung perpustakaan yang kita kunjungi adalah perpustakaan yang relatif modern yaitu nyaman berAC, internet gratis, ada fasilitas hotspot, penerangan memadai, dan sekaligus aman. Perpustakaan yang maju biasanya buku-buku yang tersediapun baru dan dari berbagai subyek. Kalau saja kita bisa berkunjung ke perpustakaan semacam,  maka manfaatkanlah secara optimal. Bacalah sebanyak-banyaknya baik informasi cetak maupun elektronik, karena dengan membaca berarti mengasah pikiran untuk kecerdasan dan pengetahuan,  baik untuk hati maupun emosi.  Memang tidak mudah merubah kebiasaan dari menerima guyuran acara TV yang membludak dengan mengasah pikiran melalui membaca. Joseph Brodsky, pengarang Rusia, menyatakan ada beberapa kejahatan yang lebih buruk dari pada membakar buku, salah satunya adalah tidak pernah membaca buku( www.google.co.id). Membaca buku adalah keniscayaan, yang bodoh jadi pandai, dan yang tidak tahu jadi tahu. Tantowi Yahya, Duta Baca Indonesia sejak 2006, mendengungkan negara yang maju dan kaya adalah negara yang masyarakatnya suka membaca, jika masyarakat Indonesia senantiasa tidak suka dan tidak mau membaca, maka kebodohan dan kemiskinan senantiasa menghimpit bangsa ini tiada akhir.  
*/Kepala UPT Perpustakaan Universitas Diponegoro

Tidak ada komentar:

Posting Komentar