Slogan kami

Redaksi Buletin Pustaka mengucapkan Selamat Hari Soempah Pemoeda, 28 Oktober 2013

Kamis, 02 Juni 2011

PENGARUH MENDONGENG TERHADAP KECERDASAN ANAK


PENGARUH MENDONGENG TERHADAP KECERDASAN ANAK
*\Sri Endarti, A.Md

Orang tua dalam mengajarkan sesuatu pada anaknya bisa melalui dengan mendongeng. Dengan mendengarkan dongeng anak akan mudah menerima hal-hal yang diceritakan orang tuanya. Mendoneng atau story telling dapat dijadikan sebagai media untuk membentuk kepribadian dan moralitas anak usia dini. Sebab, dari kegiatan mendongeng terdapat manfaat yang dapat dipetik oleh pendongeng (orang tua)  dan pendengarnya ( anak usia dini). Manfaat tersebut adalah terjadinya interaksi komunikasi harmonis  antara orang tua dengan anaknya dirumah, sehingga bisa menciptakan relasi yang akrab, terbuka tanpa sekat.
Kebersamaan orang tua bersama anaknya terutama tergolong usia dini alangkah baiknya digunakan sebaik-baiknya untuk mendongeng. Mendongeng apa saja yang bisa menambah pengetahuan ataupun perbendaharaan kata berpengaruh pada perkembangan otak yang bisa mengarahakan pada kecerdasan anak.
Dalam dunia lisan, dongeng memiliki kelebihan suprasegmental dan paralingual, yang merupakan sarana paling hakiki demi berhasilnya komunikasi. Intonasi, aksen, tekanan kata, tinggi rendahnya nada, keras lemahnya suara, dan lain-lain merupakan gejala yang dapat menyokong dan turut menjelaskan pesan yang disampaikan, disamping gerak anggota badan, mimik, dan gerak mata pendongeng. Gejala-gejala itu tidak lagi muncul dalam dongeng tulisan. Lain masalahnya apabila buku kumpulan dongeng diceritakan ulang oleh seorang ibu kepada anaknya. Kembali, dalam hal demikian teks dongeng tulisan dilisankan oleh seorang pendongeng.
Dongeng yang dilisankan menciptakan kontak hubungan fisik antara seorang ibu sebagai pendongeng kepada anaknya sebagai pendengar. Anak bahkan dapat memberi reaksi langsung kepada ibu sebagai pendongeng, atau sebaliknya ibu sebagai pendongeng dapat mengecek apakah yang didongengkan dipahami anak atau tidak. Dalam situasi seorang ibu mendongengkan seri binatang kepada anaknya, umpamanya, maka terjadilah kontak fisik antara ibu dan anak.  Ibu dapat mengulang-ngulang bagian-bagian dongeng yang dianggap penting dan ditekankan agar pesan dongeng sampai kepada anak. Anak pun sebagai pendengar bertanya-tanya kepada ibu, tentang bagian tertentu yang merasa belum jelas. Bahkan anak mungkin dapat menyanggah atas suatu peristiwa/tokoh yang didongengkan, manakala sebagai anak sebagai pendengar tidak setuju atas alur peristiwa dan sikap tokoh.
Mendongeng juga dapat dimasukkan sebagai salah satu metode pembelajaran bahasa dan sastra, tidak tertutup kemungkinan  untuk pelajaran lain bagi siswa ditingkat dasar. Dengan mendongeng, siswa akan berimajinasi sendiri untuk memberikan penilaian terhadap pelajaran yang diterimanya. Apalagi, jika mampu menghadirkan alat bantu, mendongeng dengan alat berupa boneka atau bahan lainnya akan sangat berperan dalam penyampaian pesan.

Bahasa dongeng lebih bermain imajinasi. Oleh karena itu, siswa tidak mudah mengantuk. Kalaupun ada nasehat pendidikan atau sindiran yang disampaikan melalui dongeng, siswa tidak langsung merasa kena nasehat atau sindiran. Bahkan, siswa diminta mencari sendiri sebuah kebenaran atau pendidikan dalam dongeng yang didengarnya. Dalam pelajaran bahasa dan sastra  semisal mendongeng, ini tentu sangat membantu siswa.
Dalam kecenderungan orang tua untuk mengikutsertakan anak-anak pada bermacam-macam pelajaran tambahan dan les, hampir melupakan berbagai latihan spontan untuk berimajinasi. Orang tua merasa sayang kalau waktu yang dipergunakan anak terbuang untuk mengkhayal, kalau waktunya bisa digunakan anak meskipun sambil bersungut-sungut atau terengah-engah untuk menyelesaikan latihan ejaan atau latihan olah raga sesuai jadwal. Orang tua mengesampingkan waktu luang anak untuk mengolah imajinasinya sendiri. Padahal ini penting.
Mungkin kedengarannya mengejutkan, tetapi berleha-leha atau bersantai ternyata baik untuk otak anak-anak. Bermain, terutama permainan khayalan, merupakan komponen penting untuk perkembangan intelektual dan emosional anak. Berkhayal menjalin logika, seni, khayalan, kehidupan pribadi, emosi, serta unsure-unsur lain yang ada dalam dunia nyata. Kalau anak-anak berkhayal, mereka menggabungkan semua kepandaian mereka untuk menciptakan cerita-cerita yang unik.
Ironisnya, permainan khayalan seringkali berawal dari kebosanan. Otak haus akan rangsangan kebisingan, makanan, gerakan, cahaya atau pikiran. Saat ada kekosongan, otak langsung mencari-cari gagasan, membuat jalinan-jalinan, dan akhirnya sampai pada satu kegiatan. Selama prose situ berlangsung, kebosanan pun menghilang.
Kebosanan anak berpengaruh pada emosi anak. Emosi anak adalah perasaan, gerak hati, serta pengamatan mereka akan imajinasinya ketika mendengarkan dongeng. Pengamatan intelektualnya berlangsung selama mengikuti alur dongeng dan dapat tertanam ke dalam pengalaman batin. Pengalaman batin ini dapat langsung diekspresikan atau dipendam dalam hati. Kebanyakan anak yang sering mendengarkan dongeng yang baik menunjukkan reaksi emosional, misalnya anak merasa cemas atau ingin sekali bertindak sesuai dengan konflik tokoh yang didengarnya. Dengan demikian alangkah baiknya anak-anak sering mendengarkan dongeng. Anak-anak membutuhkan dongeng karena memerlukan pengalaman batin untuk memperkaya aneka emosi dan pengetahuannya. Minat, keinginan, kebutuhan dan harapan itu sangat beragam. Semua itu didapat dengan cara antara lain dengan mendengarkan dongeng. Dalam hubungan anak dengan dongeng seorang anak diharapkan memperoleh pengalaman batin, pengetahuan, wawasan yang melengkapui keadaan psikologis emosi dan kecerdasan.
Kebiasaan mendongeng selama 20 menit setiap saat kepada anak-anak berusia dini dapat meningkatkan kualitas generasi muda di masa depan. Membacakan dongeng untuk anak selama 20 menit dapat meningkatkan kecerdasan dalam membaca dan menulis dengan perbandingan sekurang-kurangnya belajar 10 hari disekolah.
*\Perpustakaan Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar