Slogan kami

Redaksi Buletin Pustaka mengucapkan Selamat Hari Soempah Pemoeda, 28 Oktober 2013

Sabtu, 18 Desember 2010

Perlukah Guru Menulis ?


”Perlukah Guru Menulis?”       
*\ Roto

“SIAPA takut!” Seloroh diantara guru. Menulis adalah kebutuhan yang tidak boleh ditawar-tawar...
Maka, menjadi sesuatu hal yang aneh jika para guru tidak bersegera membudayakan menulis dalam sehari-harinya. Budaya menulis bagi para guru wajib dikembangkan dengan cara benar dan tepat. Persoalan menulis dikalangan guru, sebagian besar cenderung “mandul,” dalam arti menulis diktat, buku, karya tulis ilmiah (KTI), penelitian tindakan kelas (PTK), artikel ilmiah populer, jurnal ilmiah dan lain-lain.
Pada bulan belakangan Maret dan April 2010 oleh pengurus Agupena Kabupaten Semarang mencoba memberi tawaran kepada rekan-rekan guru untuk berkenan bergabung guna merumuskan sekaligus mengadakan bimbingan dengan menghadirkan nara sumber tingkat nasional yaitu Prof. Dr. Suharsimi Arikunto. Akankah uluran tersebut direspon oleh para guru sekaligus para pengurus PGRI Kabupaten Semarang untuk berkenan memfasilitasi agar tujuan mulia tersebut terwujud? Kita tunggu reaksi para petinggi di kepengurusan PGRI dan sekaligus para petinggi di Dinas Pendidikan Kabupaten Semarang.
Setelah membaca uraian ini diharapkan para guru tergerak dan bersegera mau meluangkan waktu untuk mau memulai selangkah untuk menulis. Guru dalam mengajar dan mendidik dihadapkan pada persoalan yang datang silih berganti sejalan dengan berubahnya waktu di era teknologi. Dunia maya telah menghantarkan kita, agar mampu melihat keadaan yang terasa sangat dekat tanpa batas. Implikasinya mampu membuka wacana alam pikir kita untuk menikmati dan memanfaatkan kemajuan teknologi tersebut.
 Kita selaku guru akan menjadi bahan gunjingan dan tertawaan karena gaptek (gagap teknologi), sebab peserta didik secara berangsur-angsur sebagian besar telah mampu mengoperasikan komputer dan internet. Maka, para guru harus cancut taliwanda, dalam rangka menumbuhkan manajemen budaya menulis, agar mampu mengoperasikan teknologi komputer dan internet tersebut.
            Mencermati persoalan di era komputer dan internet, kita harus bersegera mengambil dan menaklukkan peluang tersebut. Untuk dijadikan wahana tulis menulis, agar guru mampu menyajikan materi kegiatan belajar mengajar  melalui LCD proyektor, menulis diktat, buku pelajaran, memberi tugas dan menerima tugas dari siswa didik melalui email. Bahkan dapat dijadikan wahana menulis untuk kepenulisan artikel ke berbagai media cetak melalui email tersebut. 
Pentingnya merubah persepsi
Sudah seharusnya mulai saat ini persepsi/pola pandang para guru harus bersegera diubah 190 derajat. Bahwa guru harus memanajemen dirinya, untuk memanfaatkan perkembangan teknologi komputer dan internet. Bukankah para guru S1/DIV telah mampu menyelesaikan problema menulis skrepsi?
Profesi guru secara pelan keberadaannya mulai bergeser dengan hadirnya teknologi dunia maya tersebut, maka harus bersegera mampu memanfaatkan teknologi tersebut, agar tidak lagi terdengar guru gaptek.
Pada kesempatan ini penulis bermaksud mengurai ”benang kusut tentang problem menulis.” Bila mendengar kalimat menulis, entah menulis artikel ilmiah populer, buku pelajaran, KTI, PTK, bahkan menulis materi yang diajarkan dalam bentuk diktat sangat sulit terwujud. Guru dibuat kalang kabut, carut marut, depresi berat, jika ada lontaran menulis karya ilmiah. Mengapa hal tersebut terjadi? Itulah persoalan besar yang harus dicarikan solusinya oleh para stakholder dan terlebih pribadi guru. Agar para guru yang telah berpangkat IV/a mampu beranjak meraih pangkat IV/b.
Untuk memperoleh nilai pengembangan profesi senilai 12 kredit, sesuai Kepmenpan nomor: 84/1993 dapat diperoleh dengan berbagai cara. Diantaranya penulisan: diktat, artikel ilmiah populer, buku, PTK, KTI, jurnal ilmiah, menciptakan karya seni dan lain-lain. Jika dicermati secara mendalam, pengumpulan nilai pengembangan profesi berisikan pertanggungjawaban guru terhadap mata pelajaran (mapel) yang diembannya. Dengan tujuan utama mampu mengembangkan mapelnya kepada peserta didik secara maksimal.
Membaca fenomena di atas, guru apapun mapelnya harus benar-benar menunjukkan komitmen tinggi, pekerja keras dan pantang menyerah pasti akan memperoleh hasil yang diharapkan. Pada akhirnya para guru harus mampu menunjukkan jati dirinya untuk memanajemen budaya menulis.
Langkah awal yang dapat ditempuh diantaranya mau mengungkapkan gagasan, pemikiran melalui tulis menulis. Setelah ide tertulis, bacalah tulisan tersebut untuk diadakan revisi. Revisi dapat diulang dari 3 sampai dengan 5 kali bahkan lebih. Pada saat merevisi, ambillah pendapat para pakar yang berkompeten atau peraturan pemerintah yang melandasinya. Dengan tujuan untuk dijadikan rujukan atau landasan pemikiran dalam kepenulisan.
Berbagi rasa (sharing) tentang tulis menulis kepada teman sejawat, guru bahasa, para pakar penulis sangat diperlukan untuk membuka wawasan dalam rangka meningkatkan kualitas tulisanya. Semakin sering melakukan tulis menulis, pasti semakin baik karya tulisanya.
Simpulan paling sederhana adalah memulai menulis dan mengirimkan artikel ke berbagai media cetak sangat diperlukan, disertai tekad jangan mudah berputus asa bila artikel yang dikirim ke media cetak belum termuat. Dengan termuatnya artikel di media cetak, kita pasti merasa bangga dan bahagia yang tidak ternilai harganya. Pada gilirannya peserta didik meningkat prestasinya, dan guru menuai hasilnya. Maka, tersenyumlah para guru, karena generasi bangsa kita tidak lagi tertinggal dengan Malaysia, Singapura, bahkan mampu melampauinya.
Untuk menyukseskan uraian artikel di atas, mari kita cermati nasehat orang bijak berikut ini: ”Ubahlah dirimu dan keluargamu untuk memanajemen budaya menulis, sekaligus budaya membaca sebelum mengubah peserta didikmu, masyarakatmu, bangsamamu dan negaramu.”
Mencermati paparan tersebut, akankah rekan guru yang semula bersifat apatis dan skeptis terhadap era teknologi, kemudian tergerak untuk memanfaatkan teknologi tersebut? Jawabannya terpulang pada pribadi kita masing-masing.
Pendidik SMP 1 Sumowono- Mahasiswa Pascasarjana UMS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar