Slogan kami

Redaksi Buletin Pustaka mengucapkan Selamat Hari Soempah Pemoeda, 28 Oktober 2013

Senin, 21 Mei 2012

AKSES DAN LAYANAN ARSIP


AKSES DAN LAYANAN ARSIP
Oleh Drs. BUDIYONO

 Dalam Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Pasal 28 F disebutkan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh infomasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta menyimpan informasi / arsip dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Hak atas akses arsip yang berisi informasi menjadi sangat penting karena semakin terbuka penyelengaraan pemerintahan dan pembangunan untuk  diawasi publik, penyelenggaraan negara tersebut semakin dapat dipertanggungjawabkan.
      Akses dalam layanan arsip dimaksudkan sebagai aspek dan syarat ketersediaan arsip atau informasi oleh Lembaga Kearsipan untuk dilihat atau dipakai oleh pengguna atau peneliti. Mengatur akses melibatkan pembuatan prosedur  yang memperhatikan segi hukum dan permintaan pihak yang memberi arsip tersebut. Disamping itu data yang ada dalam arsip tersebut dijaga dari pencurian, kerusakan atau perubahan-perubahan yang terjadi di sekitarnya seperti bencana alam .
      Ada arsip yang sesudah 30 tahun dari masa penciptanya boleh dipergunakan oleh  masyarakat. Akan tetapi ada arsip-arsip yang masih tetap tertutup akses bagi masyarakat umum setelah 30 tahun dari masa penciptaannya. Jadi jelas tidak ada suatu aturan yang baku berapa lama sebuah arsip dapat dperlihatkan kepada masyarakat.  Kebijaksanaan tentang lamanya penyimpanan atau kerahasiaan sering sifatnya sepihak tergantung kepada departemen atau lembaga yang berwenang.
      Banyak arsip baik dalam lingkungan pemerintahan atau perusahaan kebijakan akses ke khasanah arsip ditentukan oleh kebijakan internal organisasi termasuk arsip yang bersifat rahasia. Kebanyakan lembaga/ organisasi juga mempunyai pedoman untuk melepaskan informasi pribadi meskipun arsip tersebut sudah tidak lagi dinamis. 
     Penentuan kebijakan mengenai akses ke khasanah arsip ditentukan dengan melihat kondisi setiap koleksi yang bersangkutan. Disini berarti bahwa penentuan kebijakan akses koleksi sangat tergantung pada perjanjian antara pemilik arsip dengan lembaga arsip pada saat penyerahan arsip untuk disimpan. Dalam beberapa kasus para peneliti harus mendapat ijin dari organisasi/lembaga/pribadi untuk mendapatkan akses arsipnya yang ada pada lembaga arsip. Disini jelas bahwa lembaga arsip kadang hanya berperan sebagai pemberi jasa bukan pembuat keputusan mengenai aksesnya. Padahal dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan  Pasal 1 ayat (12) Lembaga Kearsipan adalah lembaga yang memiliki fungsi, tugas dan tanggung jawab di bidang pengelolaan arsip statis dan pembinaan arsip.
     Kemudian Pasal 3 huruf (d) meyatakan bahwa penyelengaraan kearsipan menjamin perlindungan kepentingan negara dan hak-hak keperdataan rakyat melalui pengelolaan dan pemanfaatan arsip yang autentik dan terpercaya.
     Setiap lembaga arsip harus mempunyai kebijakan akses tertulis yang mempertimbangkan sifat informasi yang terdapat pada koleksi dan tujuan serta sumber daya dari program lembaga arsip. Kebijakan harus menjadi kerangka acuan bagi petugas arsip untuk memberikan jasa layanan akses kepada para pemakai. Kebijakan penentuan akses arsip harus sesuai dengan tuntutan lembaga atau organisasi yang mempunyai arsip tersebut.
      Beberapa pertimbangan yang harus menjadi perhatian dalam mengakses arsip :
1.      Memperhatikan payung hukum yang dibuat oleh lembaga lebih tinggi mengenai akses terhadap arsip. Akses terhadap arsip yang disimpan oleh Pemerintah misalnya masih banyak dipengaruhi oleh adanya aturan protokoler birokrasi dan teknis layanan untuk memperoleh informasi.
2.      Memperhatikan sensivitas dan kerahasiaan arsip. Arsip-arsip yang berisi informasi yang jika diketahui oleh pihak lain dapat menimbulkan kerugian, rasa malu,  mengganggu kamanan negara. Karena itu pengawasan dan pembatasan akses terhadap arsip jenis ini perlu dilakukan.
3.      Perlindungan terhadap privasi individu. Data pribadi seseorang tidak serta merta boleh diakses untuk orang lain, tanpa persetujuan yang memiliki / ahli warisnya (jika sudah meninggal). Pemakai. Kebijakan mengenai akses harus mampu mendefinisikan kelompok pemakai yang akan dilayani dan tingkat kepentingan terhadap pemakaian arsip .
5.           Akses yang sama terhadap arsip. Perlunya memberikan jasa rujukan tanpa ada rasa memihak atau prasangka terhadap pemakai, juga tidak akan memberikan hak istimewa / eksekutif mengenai akses arsip kecuai diatur oleh Undang-undang, depositor atau syarat pembelian.
6.      Kondisi dan keamanan arsip.
Pertimbangan adanya pembatasan hak akses khususnya terhadap arsip yang outentik tapi fisiknya mudah rusak, sehinga perlu adanya duplikasi arsip . Harus memperhatikan juga terhadap kehilangan, kerusakan atau perubahan terhadap arsip, sehingga pengambilan dan penyimpanan arsip hanya boleh dilakukan oleh  satu / dua orang yang diberi wewenang.
Akses Tehadap Arsip Statis. 
Aksesibilitas terhadap arsip statis adalah kegiatan penyelenggaraan kearsipan yang harus dapat memberikan kemudahan, ketersediaan dan keterjangkauan bagi masyarakat / publik untuk memperoleh informasi dan memanfaatkan arsip yang diinginkan. Sebagaimana dalam Pasal 64 UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan bahwa :
1.      Lembaga Kearsipan wajib menjamin kemudahan akses arsip statis bagi kepentingan pengguna arsip;
2.      Akses arsip statis dilakukan untuk kepentingan pemanfaatan, pendayagunaan, dan pelayanan publik dengan memperhatikan prinsip keutuhan, keamanan dan keselamatan arsip;
3.       Akses arsip statis tersebut didasarkan pada sifat keterbukaan dan ketertutupan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
4.      Lembaga Kearsipan melaksanakan pelayanan berdasarkan norma, standar, prosedur dan kriteria pelayanan yang ditetapkan oleh ANRI serta menyediakan fasilitas untuk kepentingan akses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Arsip statis pada prinsipnya terbuka untuk umum, kecuali  terhadap arsip yang dinyatakan tertutup berdasarkan persyaratan akses, dan syarat-syarat yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Dalam Pasal 66 ayat (3) menyatakan bahwa :
Lembaga Kearsipan memiliki kewenangan menetapkan keterbukaan arsip statis sebelum 25 (dua puluh lima) tahun masa penyimpanan, yang dinyatakan masih tertutup dengan pertimbangan :
1.      Tidak menghambat proses penegakan hukum;
2.      Tidak mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat;
3.      Tidak membahayakan pertahanan dan keamanan negara;
4.      Tidak mengungkapkan kekayaan alam Indonesia yang masuk dalam kategori dilindungi kerahasiaannya;
5.      Tidak mergikan ketahanan ekonomi nasional;
6.       Tidak merugikan keentingan politik dan hubungan luar negeri;
7.      Tidak mengungkapkan isi akta autentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhr ataupun wasiat seseorang kecuali kepada yang berhak secara hukum;
8.      Tidak mengungkapkan rahasia atau data pribadi, dan;
9.      Tidak mengungkapkan memorandum atau surat-surat yang menurut sifatnya perlu dirahasiakan.
Pertanggungjawaban kegiatan mulai dari penciptaan, pengolahan dan pelaporan sampai pada penyediaan layanan arsip hanya dapat dilakukan dan dibutuhkan kehadiran lembaga kearsipan yang  mampu menjembatani semua kepentingan dimaksud sehingga terwujud sistem penyelenggaraan kearsipan yang komprehensif dan terpadu. Sudah barang tentu untuk mewujudkan sistem tersebut diperlukan peran serta semua pihak tentang pentingnya arsip bagi kemaslahatan bangsa, perlunya membangun sistem kearsipan  yang mampu menjamin ketersediaan informasi dan mampu mengidentifikasi keberadaan arsip yang dimiliki. Tidak kalah pentingnya juga bagaimana mindset  (cara pandang), tentang kearsipan harus kita ubah sehingga tidak menghambat perkembangannya.
_______________________________________________
Sumber Pustaka :  UU 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan;
                              UU 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik;
                             Media Kearsipan Nasional, ANRI, 2009;
                             Modul Diklat Kearsipan Statis, KAD Prop. DKI Jakarta, 2005
                              

Tidak ada komentar:

Posting Komentar