Slogan kami

Redaksi Buletin Pustaka mengucapkan Selamat Hari Soempah Pemoeda, 28 Oktober 2013

Senin, 21 Mei 2012

Tanamkan Gemar Membaca Sejak Usia Dini


Tanamkan Gemar Membaca Sejak Usia Dini
Oleh : A. Mahbub Djunaidi

A. Mahbub Djunaidi 
Mempunyai kebiasaan membaca adalah sangat bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Kebiasaan membaca adalah merupakan salah satu perubahan sikap menuju ke arah yang positif. Untuk mempunyai kebiasaan membaca perlu membutuhkan latihan dan tidak mungkin dapat ditempuh dalam waktu yang singkat. Menanamkan membaca kepada anak tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kebiasaan membaca perlu ditanamkan sejak anak masih dalam kandungan. Bagaimana anak dalam kandungan bisa membaca? Tentu saja tidak anak yang masih dalam kandungan yang membaca, tetapi si ibu yang mempunyai janin dalam kandungan sudah membiasakan membaca. Membaca apa saja bagi ibu sangat mempengaruhi kejiwaan anak yang ada dalam kandungan. Orang Islam yang sedang hamil mempunyai kebiasaan membaca Surat Yusuf dan Surat Maryam. Orang Jawa mempunyai kebiasaan tidak berani berujar kasar atau mengumpat orang ketika sedang hamil. Dengan kata lain, kebiasaan membaca akan tumbuh subur bila kebiasaan membaca tersebut diawali dari keluarga.  Agus Buchori (2010dalam http://edukasi.kompasiana.com/2010/03/29/menciptakan-rasa-cinta-pada-perpustakaan/Imengatakan bahwa ketika kebiasaan membaca sudah tertanam di setiap keluarga maka kebutuhan akan bahan bacaan akan meningkat dan diharapkan mereka akhirnya akan mencari tempat sumber koleksi bacaan. Dari sinilah perpustakaan diharapkan untuk menangkap kegelisahan masyarakat yang haus akan bacaan. Masyarakat yang haus bacaan adalah masyarakat yang mempunyai kebiasaan membaca. Bukan masyarakat yang malas membaca. Tapi sayangnya, kalau ada teman kita yang mempunyai kebiasaan membaca, mereka malah menghardik “ awas ada kutu buku”. Rupanya masyarakat sendiri masih ada yang tidak senang terhadap anak yang mempunyai kebiasaan membaca walaupun mereka tahu dan menyadari bahwa membaca adalah merupakan pekerjaan yang wajib bagi anak khususnya anak sekolah. Buktinya, ketika anak-anak mereka sudah pulang dari sekolah dan tidak belajar, mereka akan memerintahkan untuk  belajar atau membaca-baca buku pelajaran yang telah diajarkan di sekolah. Apalagi kalau tidak mau belajar malah melihat TV atau mendengarkan musik saja, pastilah ada kapal pecah di rumah tangga tersebut. Pengalaman pribadi, ketika anak saya tidak mau belajar, tetapi membaca Koran atau hanya internetan saja, istri kalau marah bukan kepayang. “Nonton TV lagi, Facebook-an lagi. Kapan belajarnya? Heran aku, anak sekolah kok tidak mau belajar malah TV, internet, Koran, Heh…”.
Kalau kita mau jujur, menjadikan anak mempunyai kegemaran membaca sama dengan menjadikan anak sholeh. Sama-sama dalam kebutuhan akan keteladanan orang tua. Kita melarang anak tidak boleh makan dengan tangan kiri, tetapi setiap hari kita makan selalu menggunakan tangan kiri. Ketika anak mengingatkan, kita malah marah-marah. Kalau demikian kita dapat menyimpulkan bahwa problem mendasar yang dihadapi anak-anak kita yang tidak mempunyai kebiasaan membaca sebenarnya juga terletak pada faktor keteladanan kita di hadapan anak-anak. Kita tidak pernah memberi contoh, “inilah aku senang membaca”. Kalau anak-anak kita terbiasa di lingkungan yang senang membaca, saya kira mereka juga akan menyesuaiakan dengan lingkungan. Lebih-lebih kalau kita berada di tengah-tengah masyarakat yang nilai-nilai paternalistiknya masih kuat, orang-orang yang berada di lapisan bawah cenderung akan melihat pada kultur dan kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang yang berada di lapisan atasnya. Ketika orang-orang yang seharusnya menjadi anutan, orang tua, tokoh masyarakat, atau figur publik lainnya, malas membaca, jangan salahkan kalau orang-orang yang berada di lapisan bawah akan mengadopsi dan mengadaptasi kultur yang iliterate semacam itu (Sawali Tuhusetyo, 2007). Kita menyadari bahwa keteladanan dalam membaca merupakan budaya yang belum berkembang di tengah-tengah masyarakat kita karena masih terkungkung dengan kebutuhan ekonomi. Mengenai hal ini Sawali (2010) berpendapat bahwa budaya membaca juga sangat erat kaitannya dengan kultur sebuah generasi. Mengharapkan generasi sekarang agar menjadi teladan bagi anak cucunya dalam membudayakan gemar membaca agaknya juga sulit diharapkan kontribusinya. Keterpukauan terhadap produk posliterasi telah melahirkan budaya baru yang makin menjauhkan generasi masa kini untuk gemar membaca. Yang perlu dilakukan sekarang adalah melahirkan generasi baru yang dengan amat sadar menjadikan aktivitas membaca sebagai sebuah kebutuhan (bukan kewajiban).
Permasalahan yang klasik dalam peningkatan minat baca masyarakat bukan merupakan arsip pasif yang tidak perlu kita buka-buka lagi. Tetapi justru sebaliknya, dapat digunakan sebagai rujukan dan dapat digunakan sebagai pembanding dan dapat diteliti lebih dalam lagi mengapa minat baca kita dinilai rendah?. Agus Buchori (2010 ) mempunyai resep yang perlu dikembangkan oleh pustakawan dalam membina kegemaran membaca masyarakat.
Pertama, sosialisasi bacaan ke keluaraga
Peningkatan minat baca bisa dimulai dari lingkungan terkecil yaitu keluarga. Dari keluarga inilah diharapkan orangtua mulai menanamkan kecintaan anak-anaknya untuk mencintai bacaan, misalnya dilakukan dengan membacakan buku cerita pada anak-anak menjelang tidur. Apabila dilakukan secara kontinyu, kegiatan ini lambat laun akan menggugah anak untuk membaca sendiri. Peran perpustakaan di sini bisa dilakukan dengan jalan mengadakan lomba mendongeng orang tua kepada anaknya. Ketika kebiasaan membaca sudah tertanam di setiap keluarga maka kebutuhan akan bahan bacaan akan meningkat dan diharapkan mereka akhirnya akan mencari tempat sumber koleksi bacaan. Dari sinilah perpustakaan diharapkan untuk menangkap kegelisahan masyarakat yang haus akan bacaan.
Kedua, mengundang anak TK/PAUD berkunjungan ke perpustakaan
Kegiatan ini bisa berupa; mewarnai, membaca, dan bisa juga melihat film yang diputar di perpustakaan. Aktivitas ini secara tidak langsung bisa memberikan pengalaman kepada anak-anak mengenai aktivitas perpustakaan. Anak-anak secara tidak langsung akan mengamati perilaku pengunjung dan petugas perpustakaan ketika mereka berada di ruang perpustakaan. Dari sini diharapkan mereka tidak canggung lagi ketika harus berkunjung sendiri ke perpustakaan kelak.
Ketiga, mengadakan lomba membaca naskah sastra
Lomba membaca naskah sastra merupakan salah satu kegiatan yang dapat merangsang minat baca. Ini disebabkan karena masing-masing individu mempunyai selera yang berbeda. Mereka akan memilih dan memilah jenis bacaan yang sesuai dengan perasaannya. Dari beberapa poin di atas diharapkan nantinya bisa tercipta kebiasaan membaca di masyarakat sehingga tercipta suatu kondisi masyarakat pembelajar sepanjang hayat (long life education ).
*/PNS di Kab. Blora

Tidak ada komentar:

Posting Komentar