Slogan kami

Redaksi Buletin Pustaka mengucapkan Selamat Hari Soempah Pemoeda, 28 Oktober 2013

Senin, 21 Mei 2012

PERPUSTAKAAN SEKOLAH BUKAN GUDANG BUKU PROYEK


PERPUSTAKAAN SEKOLAH BUKAN GUDANG BUKU PROYEK
Oleh : Itmamudin, SS
 “Pagi itu, sebut saja namanya Bunga, sangat senang melihat sebuah truk masuk ke sekolah. Tidak henti-hentinya mata Bunga menatap satu persatu barang yang diturunkan dari dalam truk, kemudian lewat di hadapanya sebut saja namanya Ranti seorang pustakawan yang kebetulan bertugas untuk menerima barang tersebut. Tanpa ragu bunga bertanya kepada guru tersebut, “ibu, apa to itu bu?” si guru menjawab “oh, itu buku baru nak, kiriman dari pemerintah”, spontan bunga bersorak “horee…..kita dapat buku baru…..”kemudian si Bunga mengajak teman-temanya untuk datang ke perpustakaan melihat buku-buku yang baru datang dengan sangat antusias, namun begitu membuka satu persatu buku baru tersebut, si bunga dan teman-temanya kecewa, karena buku baru tersebut sama sekali tidak menyenangkan seperti yang ada dalam pikiran si bunga dan teman-temanya. Si bunga berharap, buku baru tersebut berisi tentang cerita anak-anak, dongeng, cerita bersambung dan lain sebagainya yang bernuansa cerita. Namun kenyataanya buku baru tersebut hanya berisi buku-buku pelajaran saja yang menurut mereka tidak menarik. Dengan berat hati akhirnya si bunga dan teman-temanya beranjak pergi meninggalkan perpustakaan dengan perasaan kecewa”.
Itmamudin, SS 
Sepenggal cerita diatas, bukan hanya isapan jempol belaka dan barangkali terjadi dibanyak sekolah. Keadaan semacam ini menggambarkan betapa perpustakaan sekolah saat ini belum dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. Kebanyakan perpustakaan sekolah hanya mengkoleksi buku-buku pelajaran saja, dan sedikit buku-buku yang bernuansa rekreatif atau fiksi. Menjadi Paradoks bila di membandingkan dengan komponen koleksi perpustakaan sekolah di bawah ini :
No
Jenis Komponen
Prosentase
1
buku teks
10 %,
2
alat peraga
5 %
3
Buku-buku referensi
15 %
4
Buku-buku tentang Perpustakaan
1 %
5
Bacaan Sehat (fiksi dan Keterampilan)
50 %
6
Bacaan tentang daerahnya
4 %
7
Buku-buku profesi guru
10 %
8
Buku-buku untuk anak luar biasa
5 %
(Dian Sinaga. Mengelola Perpustakaan Sekolah, Bandung, Bejana, 2011)
Dari tabel diatas, jelas terlihat bahwa prosentase koleksi perpustakaan terhadap buku-buku yang bersifat rekreatif atau atau bacaan sehat hendaknya 50 % dari keseluruhan koleksi yang dimiliki perpustakaan. Sedangkan buku-buku teks hanya disyaratkan 10 % dari keseluruhan koleksi yang dimiliki perpustakaan.
Jika mengamati beberapa perpustakaan sekolah saat ini, koleksi yang dimiliki sebagian besar merupakan koleksi buku teks atau buku pelajaran sehingga belum sesuai dengan kebutuhan pemustaka. Hal ini terjadi karena sebagian besar koleksi mereka merupakan koleksi pemberian pemerintah atau biasa dikenal dengan buku drop-dropan pemerintah, sehingga jenis buku, judul buku, pengarang buku, subyek buku sama antar satu sekolah dengan sekolah lain. Ditambah lagi dengan jumlah eksemplar yang berlebihan, misalnya satu judul 50 eksemplar, sehingga terkesan koleksi perpustakaan banyak eksemplar dengan sedikit variasi judul.
Jika hal ini dibiarkan berlangsung terus menerus, maka dalam waktu tertentu perpustakaan akan penuh dengan buku-buku yang tidak terpakai, tidak dimanfaatkan karena tidak sesuai dengan kebutuhan dan akhirnya dana pemerintah untuk peningkatan kualitas pendidikan hanya terbuang sia-sia.   
Kebanyakan sekolah terutama sekolah negeri, mendapatkan koleksi perpustakaan melalui dana proyek pemerintah, baik APBD I, APBD II maupun APBN dan APBNP, dan pemberian dana pemerintah tidak diberikan langsung kepada sekolah untuk mengelola atau membelanjakan sendiri dana yang diberikan oleh pemerintah sesuai kebutuhan sekolah itu sendiri. Namun dalam bentuk buku atau juga sarana prasaran lain yang proses pengadaanya dilakukan oleh pemerintah pusat atau daerah. Tidak salah sebenarnya ketika pemerintah melakukan proses pengadaan buku sendiri untuk menghemat anggaran dan juga meminimalisir kesalahan dalam proses pengadaan. Namun, kesalahanya adalah bahwa pengadaan buku proyek ternyata sebagian besar tidak memenuhi target pemerintah dan tidak disesuaikan dengan kebutuhan sekolah, yang akhirnya buku-buku tersebut tidak digunakan oleh sekolah. Pertanyaannya adalah mengapa bisa terjadi kasus yang demikian?
Pertanyaan ini barangkali seringkali menghinggapi pikiran para pemerhati dan praktisi dibidang perpustakaan.
Masih melekat diingatan kita mengenai kasus pengadaan buku ajar di sebuah kota  yang melibatkan beberapa oknum pejabat dilingkungan Pemerintah Kota Salatiga. Meskipun awalnya kasus tersebut dihentikan, namun akhirnya pada bulan November tahun 2011 para oknum yang awalnya dinyatakan tidak bersalah, namun sekarang para pelaku sudah ada yang dimasukkan ke dalam hotel prodeo.  Belum lagi kasus dana bantuan pendidikan yang melibatkan mantan bupati temanggung dan 6 mantan anggota DPRD temanggung periode 2001-2004 yang tersandung kasus dana bantuan pendidikan putra-putri anggota DPRD Kabupaten temanggung yang berkasnya sudah siap dilimpahkan ke Kejaksaan. Ini sungguh ironi dengan tujuan pemerintah yang ingin meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, namun ternyata disalahgunakan oleh oknum-oknum dalam pemerintahan.
Kasus-kasus semacam ini sudah menjadi pemandangan yang biasa dan lumrah di negeri kita ini. hal ini menjadi indikator kegagalan pemerintah dalam melaksanakan proyek terutama proyek peningkatan kualitas pendidikan salah satunya proyek pengadaan buku sekolah maupun proyek pendidikan lainnya. Kita patut prihatin terhadap kondisi ini, kita tidak pernah tahu sampai kapan kondisi semacam ini akan berlangsung. Namun kita harus tetap optimis bahwa keadaan ini akan segara berubah bersama dengan kepedulian semua pihak untuk melakukan hal yang baik dan benar untuk kemajuan pemerintah utamanya dalam bidang pendidikan.
Nasib perpustakaan sekolah saat ini memang belum sebaik perpustakaan perguruan tinggi, dimana perpustakaan perguruan tinggi memiliki kewenangan melakukan pengadaan buku-buku sendiri sesuai yang dibutuhkan dan diinginkan oleh para pemustaka sebagai custumer setia perpustakaan. Nasib perpustakaan sekolah saat ini ibarat seperti gudang penyimpan buku proyek pemerintah pusat maupun daerah saja, baik melalui dana APBN maupun APBD, tanpa dapat melakukan penolakan dan penyesuaian dengan kebutuhan sekolah.
Melalui tulisan ini penulis merasa ikut prihatin dengan kondisi beberapa perpustakaan sekolah yang masih belum berfungsi sebagaimestinya. Penulis menghimbau kepada pemerintah, baik daerah maupun pusat agar selektif dan transparan dalam pelaksanaan proyek pengadaan buku yang nantinya akan disalurkan ke sekolah. Proyek pemerintah hendaknya berorientasi pada kebutuhan sekolah, bukan berorientasi yang lain, karena perpustakaan sekolah bukanlah gudang buku proyek yang ketika dilihat saja tidak menarik, apalagi digunakan sebagai literature untuk peningkatan kualitas pendidikan kita. Semoga bermanfaat….
*/Pustakawan di Stain Salatiga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar