Asal mula Grojogan Klenting Kuning
Oleh : Mediarso Tri
Soelistyo, SS. )*
Pada jaman keemasan kerajaan
Jenggala-kediri, masa pemerintahan Prabu Lembu Amiluhur ada seorang pangeran
yang terkenal baik budi, kesaktian dan ketampanannnya. Bernama Raden Panji Inu Kertapati atau Raden Panji
Asmoro Bangun yang merupakan Putra mahkota Kerajaan. Disamping itu, Raden Panji
ini juga dikenal karena mempunyai seorang istri yang halus budi bahasanya dan
cantik jelita yang bernama Dewi Sekartaji atau Dewi Galuh Candra Kirana. Dimana
menurut para pujangga kerajaan yang mempunyai ilmu tinggi, pasangan ini
diramalkan kelak yang akan menurunkan raja-raja di tanah jawa.
Menurut mereka ramalan itu bisa terwujud menjadi kenyataan apabila
keduanya melaksanakan Tapa Ngrame atau melakukan perjalanan/ pengembaraan
sambil menolong sesama yang tertimpa kesusahan. Niat tersebut oleh Raden Panji
Asmoro Bangun diutarakan kepada istrinya dan Dewi Galuh Candra Kirana pun
ternyata menyetujui niat mulia dari sang suami. Maka mulailah mereka melakukan
rangkaian perjalanan ritual melaksanakan pertapaan/semadi dari satu tempat ke
tempat yang lain tanpa kenal lelah. Sampai pada suatu saat sampailah mereka di lereng Gunung Ungungran (sekarang
Gunung Ungaran) mereka melakukan pertapaan untuk mensucikan jiwa, pikiran dan
hati. Mereka menemukan sebuah lokasi yang dirasa tepat di sebuah terjunan sumber mata air di kaki gunung
tersebut untuk mulai melakukan samadi kepada sang Pencipta. Di tempat yang
sangat sunyi inilah keduanya mendapatkan petunjuk gaib dari raja jin penguasa
Gunung Ungungran yang bernama Prabu Kesbamurti dimana mulai saat itu meminta
kedua orang itu agar menyamar sebagai rakyat jelata dengan menggunakan nama
samaran. Raden Panji Asmoro Bangun disuruh berganti nama menjadi Ande-Ande
Lumut dan Dewi Galuh Candra Kirana berganti nama menjadi Rara Klenting Kuning.
Selanjutnya melalui petunjuk raja jin Prabu Kesbamurti agar untuk sementara
waktu keduanya berpisah. Ande-Ande Lumut melanjutkan perjalanan ke arah
matahari terbit, dan Rara Klenting Kuning melakukan perjalanan ke arah matahari
terbenam. Setelah beberapa hari berjalan sampailah mereka sesuai petunjuk agar
ikut seorang janda yang mereka temui.
Ande-Ande Lumut tinggal
bersama seorang janda tua miskin yang baik hati bernama Mbok Randa Dadapan. Mbok
Randa Dadapan kebetulan tidak mempunyai anak lalu menganggap Ande-Ande Lumut
bagaikan anak kandung sendiri. Kasih sayang yang diberikan pada Ande-Ande Lumut
oleh Mbok Randa Dadapan dengan kesederhanaan membuat Ande-Ande Lumut dengan
sangat tulus membantu segala pekerjaan
Mbok Randa Dadapan.
Rara Klenting Kuning bertemu
dengan seorang janda yang galak yang bernama Mbok Randa Limaran. Mbok Randa
Limaran mempunyai tiga orang putri yang seumuran dengan Klenting Kuning yang
bernama Klenting Ijo, Klenting Abang, dan Klenting Biru. Sifat dari ketiga anak
ini hampr sama dengan ibunya. Mereka tumbuh dalam suasana keluarga yang
dimanja, egois, dan tamak. Ketiga anak Mbok Randa Limaran merasa senang dengan
kedatangan Klenting Kuning karena seluruh pekerjaan rumah dapat dikerjakan oleh
Klenting Kuning. Klenting Kuning dibebani pekerjaan rumah yang sangat berat.
Tetapi karena Klenting Kuning adalah orang yang rajin dan tulus, setiap
pekerjaan yang dibebankan padanya selalu selesai dengan hasil yang tidak mengecewakan.
Tidak jarang jika Klenting Kuning salah sedikit saja dalam melaksanakan
pekerjaannya, Mbok Randa Limaran dan ketiga anaknya tidak segan-segan memukul
dan menyiksa Klenting Kuning.
Dalam masa pengasingan,
Ande-Ande Lumut dan Klenting Kuning senantiasa memohon petunjuk pada Sang
Pencipta agar seluruh cobaan yang sedang dihadapi dapat segera selesai sehingga
kedua sejoli yang saling mencintai ini dapat dipertemukan kembali. Pada
akhirnya nanti setelah dirasa cukup masa pengabdian Ande-Ande Lumut pada Mbok
Randa Dadapan dan Klenting Kuning pada Mbok Randa Limaran, kedua insan ini
dapat bertemu lagi dalam sebuah sayembara yang diadakan Mbok Randa Dadapan
sebagai sebuah hadiah darinya untuk Ande-Ande Lumut. Seiring dengan berjalannya waktu, mbok randa dadapan Randa Dadapan berniat membuat
sayembara dan meminta agar pengumuman sayembara mencari jodoh untuk Ande-Ande Lumut itu segera disebarkan kepada
seluruh pelosok desa. Dalam waktu singkat, berita tentang pelaksanaan sayembara
itu tersebar hingga ke desa seberang, desa tempat tinggal Klenting Kuning.
Betapa senangnya hati Klenting
Abang, Ijo, dan Biru mendengar kabar itu. Mereka akan berdandan
sencantik-cantiknya untuk menaklukkan hati sang Pangeran Tampan, Ande Ande
Lumut.
“Asyik…
Asyik...!!! Kita akan berdandan secantik-cantiknya. Kalau salah seorang di
antara kita menjadi putri raja, ibu pasti akan senang,” kata Klenting
Abang.
Pada hari sayembara itu dimulai, Klenting
Abang, Ijo, dan Biru pun segera berdandan dengan sangat mencolok. Mereka
mengenakan pakaian yang paling bagus dan perhiasan yang indah. Saat mereka
sedang asyik berdandan, Klenting Kuning mendekati mereka. “Wah, kalian cantik sekali!” puji Klenting Kuning.“Hai, Klenting Kuning! Apakah kamu ingin
mengikuti sayembara juga?” tanya Klenting Abang.“Ah, tidak mungkin! Baju pun kamu tak punya. Apakah kamu mau ikut
sayembara dengan baju seperti itu?” sahut Klenting Ijo dengan mencela. “Benar, kamu tidak pantas ikut sayembara ini!
Lebih baik kamu di rumah mengurus semua pekerjaanmu. Ayo, pergilah ke sungai
mencuci semua pakaian kotor itu!” seru Klenting Biru sambil menunjuk ke
pakaian ganti mereka yang sudah kotor.
Klenting Kuning segera mengumpulkan
pakaian kotor itu lalu pergi ke sungai. Sebenarnya, ia pun tidak tertarik untuk
mengikuti sayembara itu, karena ia masih teringat kepada suaminya, Panji
Asmarabangun. Ia akan selalu setia kepada suaminya meskipun belum mendengar
kabar tentang keadaannya apakah masih hidup atau sudah tewas dalam pengembaraannya. Ketika ia sedang mencuci di
sungai, tiba-tiba seekor burung bangau datang menghampirinya. Anehnya, burung
bangau itu dapat berbicara layaknya manusia dan kedua kakinya mencengkram
sebuah cambuk. “Wahai, Tuan Putri!
Pergilah ke Desa Dadapan mengikuti sayembara itu! Di sana Tuan Putri akan
bertemu dengan Panji Asmarabangun. Bawalah cambuk ini! Jika sewaktu-waktu Tuan
Putri membutuhkan pertolongan, Tuan Putri boleh menggunakannya”, ujar sang
burung Bangau seraya meletakkan cambuk itu di atas batu di dekat Klenting
Kuning. Belum sempat Klenting Kuning berkata apa-apa, burung Bangau itu sudah
terbang ke angkasa dan seketika itu menghilang dari pandangan mata. Tanpa
berpikir panjang lagi, Klenting Kuning pun segera kembali ke rumah dan
bersiap-siap berangkat menuju Desa Dadapan.
Sementara itu, ketiga saudara dan
ibu angkatnya telah berangkat terlebih dahulu. Kini mereka telah sampai di tepi
Sungai Bengawan Solo. Mereka kebingungan, karena harus menyeberangi sungai yang
luas dan dalam itu, sementara tak satu pun perahu yang tampak di tepi sungai.
“Bu, bagaimana caranya kita menyeberangi
sungai ini?” tanya Klenting Ijo kebingungan.“Iya, Bu! Apa yang harus kita lakukan?” tambah Klenting Biru.“Hai, coba lihat itu! Makhluk apa itu?”
seru Klenting Abang.Betapa terkejutnya Nyai Limaran dan ketiga putrinya ketika
mengetahui bahwa makhluk itu adalah seekor kepiting raksasa yang sedang
terapung di atas permukaan air. Menurut cerita, kepiting raksasa yang bernama
Yuyu Kangkang itu adalah utusan Ande Ande Lumut untuk menguji para peserta
sayembara yang melewati sungai itu. “Hai,
Kepiting Raksasa! Maukah kamu membantu kami menyeberangi sungai ini?” pinta
Klenting Abang. Yuyu Kangkang tertawa lebar.“Ha... ha... ha...!!! Aku akan membantu kalian, tapi kalian harus
memenuhi satu syarat,” ujar Yuyu Kangkang. “Apakah syaratmu itu, hai Kepiting Raksasa? Katakanlah!” desak Klenting
Ijo. “Apapun syaratmu, kami akan
memenuhinya asalkan kami dapat menyeberangi sungai ini.”
“Kalian
harus merayuku terlebih
dahulu sebelum aku mengantar kalian ke seberang sungai,” kata Yuyu
Kangkang. Akhirnya, Klenting Abang dan kedua adiknya menerima persyaratan Yuyu
Kangkang. Satu persatu mereka merayu si Yuyu
Kangkang. Setelah itu, Yuyu Kangkang pun mengantar mereka ke seberang sungai.
Selang beberapa saat kemudian, Klenting Kuning juga tiba di tepi sungai. Ketika
Yuyu Kangkang mengajukan persyaratan yang sama, yaitu meminta imbalan rayuan, Klenting Kuning menolaknya. Ia tidak ingin menghianati
suaminya. Meski ia tidak mau memenuhi syarat itu, ia tetap memaksa si Yuyu
Kangkang untuk membantunya menyeberangi sungai. Berkali-kali Klenting Kuning
memohon, namun kepiting raksasa itu tetap menolak, kecuali Klenting Kuning mau
memenuhi syarat itu.Klenting Kuning pun mulai habis kesabarannya. Ia segera
memukulkan cambuknya ke sungai dan seketika itu pula air Sungai Bengawan Solo
menjadi surut. Melihat hal itu, Yuyu Kangkang menjadi ketakutan dan segera
menyeberangkan Klenting Kuning, dan bahkan sekaligus mengantarnya hingga sampai
di Desa Dadapan. Setibanya di rumah mbok
randa dadapan,
Klenting Kuning bertemu dengan ketiga saudara dan ibu angkatnya. Tak berapa
lama kemudian, sayembara pun dimulai. Secara bergiliran, Klenting Abang dan
kedua adiknya menunjukkan kecantikan dan kemolekan tubuhnya di hadapan Ande
Ande Lumut. Namun, tak seorang pun di antara mereka yang dipilih oleh Ande Ande
Lumut. Melihat hal itu, Nyai Limaran pun berlutut memohon kepada Ande Ande
Lumut agar memilih salah satu putrinya untuk dijadikan permaisuri. “Ampun, Pangeran! Hamba mohon, terimahlah
salah seorang dari ketiga putriku ini! Kurang cantik apalagi mereka dengan
dandanan yang sebagus itu?” iba Nyai Limaran. Ande Ande Lumut hanya
tersenyum. “Memang benar, ketiga putri
Nyai cantik semua. Tapi, aku tetap tidak akan memilih seorang pun dari mereka,”
kata Ande Ande Lumut tanpa memberikan alasan. “Pengawal! Tolong panggilkan gadis yang berbaju kuning itu kemari!”
seru Ande Ande Lumut sambil menunjuk ke arah seorang gadis yang duduk paling
belakang. Rupanya, gadis yang ditunjuk oleh Ande Ande Lumut itu adalah Klenting
Kuning. Ketika Klenting Kuning menghadap kepadanya, pangeran tampan itu bangkit
dari singgasananya. “Aku memilih gadis
ini sebagai permaisuriku,” kata Ande Ande Lumut. Betapa terkejutnya semua
orang yang hadir di tempat itu, terutama Nyai Limaran dan ketiga putrinya.
“Ampun, Pangeran! Kenapa Pangeran lebih
memilih gadis yang tak terurus itu dari pada ketiga putriku yang cantik dan
menarik ini?” tanya Nyai Limaran ingin tahu. Ande Ande Lumut kembali
tersenyum, lalu berkata:“Wahai, Nyai
Limaran! Ketahuilah, aku tidak memilih seorang pun dari putrimu, karena mereka
‘bekas’ si Yuyu Kangkang. Aku memilih gadis ini, karena dia lulus ujian, yakni
menolak untuk merayu si Yuyu
Kangkang,” jelas Ande Ande Lumut.
Mendengar penjelasan itu, Nyai Limaran dan ketiga putrinya baru sadar bahwa mereka
ditolak oleh Ande Ande Lumut karena tidak lulus ujian. Sementara itu, Klenting
Kuning masih kebingungan, karena belum menemukan suaminya. Namun, setelah Ande
Ande Lumut membongkar penyamarannya bahwa dirinya adalah Panji Asmarabangun,
barulah Klenting Kuning sadar. Dengan cambuk sakti pemberian si burung bangau,
ia segera mengubah dirinya menjadi seorang putri yang cantik jelita. Panji
Asmarabangun baru sadar ternyata Klenting Kuning adalah istrinya, Dewi
Sekartaji. Akhirnya, sepasang suami istri yang saling mencintai itu bertemu
kembali dan hidup berbahagia. Sebagai
ucapan terima kasih kepada Mbok Randa, Panji Asmarabangun membawanya serta
tinggal di istana Jenggala. Sementara Nyai Limaran dan ketiga putrinya kembali
ke desanya dengan perasaan kecewa dan malu.Tempat bertapa dan merenung saat
Dewi Galuh Candra Kirana saat menerima pesan dari Prabu Kesbamurti ini sekarang
dikembangkan menjadi sebuah obyek wisata bernama Grojogan Klenting Kuning.
Sedangkan tempat bertapanya Raden Panji Asmoro Bangun dikenal dengan nama Alas
Lumut. Grojogan Klenting Kuning ini mempunyai ciri-ciri khas berwarna kuning
dan diyakini bagi siapa saja yang mandi di Grojogan ini dapat membawa manfaat
untuk kesehatan badan, awet muda, dan cepat bertemu dengan jodohnya.
Pamong Budaya Kecamatan
Sumowono, Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar