Slogan kami

Redaksi Buletin Pustaka mengucapkan Selamat Hari Soempah Pemoeda, 28 Oktober 2013

Kamis, 13 Oktober 2011

Balada Mobil Perpustakaan Keliling

Balada Mobil Perpustakaan Keliling
*\Ferani T.A.

Beberapa hari yang lalu, kejadian menakjubkan dan tak biasa terjadi pada kak Arya, kakakku satu-satunya yang paling kusayang. Dari mobil perpustakaan keliling yang biasa dibawa kakakku (kakakku yang tampan, baik hati dan suka menabung itu bekerja di perpustakaan daerah), keluar satu makhluk Tuhan paling cantik. Ibuku saja sampai shock, dikiranya kakakku tega nyulik cewek itu untuk minta uang tebusan.
Tenang dulu, bu! Arya ‘gak nyulik dia, kok! Dia ini teman sekelas Arya waktu di SMA. Dia ke sini dalam rangka KKN di desa kita,” jelas kak Arya tenang. Ibuku manggut-manggut paham sembari tersenyum pada gadis berjas kuning itu.
Usut punya usut, bidadari cantik bernama Riana Rembulan yang akrab disapa kak Rian itu sedang berusaha mencari bantuan. Sepertinya mobil yang digunakannya dan teman-temannya untuk pergi ke desaku ini mogok di tengah jalan. Dan secara kebetulan, kakakku lewat dan mengenali wajah teman sekelas waktu di SMA-nya itu.
Tapi, di desaku ini tidak banyak orang yang punya mobil untuk menolong mengangkut teman-teman kak Rian ke desa. Walaupun ada mobil yang layak jalan, itupun hanya mobil milik pak camat, dan mobil itu sedang dipakai untuk mengantar seorang warga ke rumah sakit bersalin.
Kak Rian sangat cemas dan bingung memikirkan nasib teman-temannya, tapi tidak lama berselang, wajah kak Rian berubah cerah saat mobil yang mengangkut teman-temannya sudah bisa berjalan normal dan berhenti dengan mulus di depannya.
Lho, kok mobilnya bisa jalan secepat ini?” tanya kak Rian pada Sapto, teman sekampusnya yang duduk di bangku supir. Tapi, temannya itu hanya mesam-mesem saja tanpa memberikan jawabannya. Kak Rian jelas penasaran.
Kak Shinta, teman kak Rian yang selalu memakai jilbab itulah yang menjawab rasa penasaran kak Rian. Dia menunjuk salah satu warga desaku sambil berkata, “Anak itu yang memperbaiki mobil Sapto!
Kak Rian memandang Hari, teman sekelasku, dengan wajah heran dan takjub.
Padahal yang punya saja tidak tahu ada masalah apa sama mobilnya. Anak itu malah tahu seluk beluk mobil kita dan bisa memperbaiki masalahnya dalam hitungan menit!” imbuh kak Shinta sembari mencibir pada kak Sapto. Orang yang disindir malah berpura-pura tertarik pada mobil perpustakaan keliling yang dibawa kakakku.
Benarkah?” tanya kak Rian masih tak percaya. Lalu ia menoleh lagi pada Hari dan tersenyum sembari berkata, “Terimakasih, ya buat bantuannya, dik! Apa kamu punya mobil seperti ini di rumahmu?”
Hari menggeleng cepat.
Apa ayahmu punya bengkel mobil?”
Hari menggeleng lagi. “Saya membacanya di buku!” katanya dengan wajah polos.
Buku?” ulang kak Rian dengan wajah heran.
Ya itu, buku-buku yang dibawa kak Arya di mobil perpustakaan keliling! Sebenarnya saya hanya melakukan prosedur dasar pengecekan mobil. Kayaknya kakak itu jarang pergi ke bengkel sampai tidak tahu oli mobilnya perlu diganti,” jelas Hari.
Teman-temannya hanya bisa menggeleng-geleng sebal saat wajah kak Sapto berpendar merah seperti kepiting rebus. Mereka juga merasa malu, karena kalah pinter dengan anak kelas dua SMP. Bahkan, anak itu tahu seluk beluk mobil hanya dari membaca buku daripada si empunya mobil yang setiap hari memelototi mobil itu.
Beberapa waktu kemudian, tidak hanya Hari saja yang ada di pekarangan rumahku. Hampir seluruh anak di desaku dan desa sebelah datang untuk mengunjungi mobil perpustakaan keliling yang dibawa kak Arya. Dalam hitungan detik saja, kak Arya sudah dikerubuti semut...eh maksudnya seperti peribahasa bagai gula dikerubuti semut!
“Sabar...sabar! Semua pasti kebagian buku. Kak Arya bawa banyak buku bagus hari ini untuk kalian! Tapi inget, jangan sampai rusak, basah...
Jangan ditekuk, dicoret-coret, atau disobek!” lanjut anak-anak yang tengah mengerubuti kak Arya. Mereka sudah hafal dengan peringatan yang selalu kakakku katakan setiap kali kami meminjam bukunya.
Tidak hanya anak-anak saja yang datang, orang dewasa sampai nenek-nenek dan kakek-kakek pun tidak malu-malu duduk bersama anak-anak dan tampak larut dengan buku bacaan mereka. Bahkan, teman-teman kak Rian pun ikut meramaikan euforia itu.
Saat orang-orang sudah mendapatkan buku bacaan yang mereka mau, kak Arya menepi sambil menyeka keringatnya yang menetes deras. Ia duduk di samping kak Rian yang sedang asik memperhatikan orang-orang desa dan teman-temannya.
 “Anak-anak di desaku ini memang luar biasa semua, kok!” celetuk kak Arya. “Aku saja sering minta tolong Hari kalau mobil perpustakaan keliling ini bermasalah. Bahkan, mobil pak camat juga dia yang betulin kalo mogok!
Kak Rian menoleh ke arah kak Arya sembari tersenyum manis...manis sekali!
Aku dan teman-temanku mengunjungi desa ini kan mau mensosialisasikan pengentasan buta aksara bagi warga dari pemerintah! Tapi, melihat warga desamu suka membaca, aku dan teman-temanku hanya akan menganggur saja di sini! Wah, alamat dapet C, nih, di transkrip nilai akademikku!
Kedengarannya tidak bagus! Aku minta maaf kalau begitu!
Kak Rian lagi-lagi tersenyum manis. “Kenapa harus minta maaf? Ini bukan kesalahanmu! Kayaknya kampusku tidak tahu kalau desa dengan medan yang sulit ini bukan desa terpencil biasa!” Kak Rian memandang kak Arya lekat-lekat. “Sebenarnya yang hebat bukan anak-anak itu, tapi orang yang mau mengadakan mobil perpustakaan keliling ini! Kamu lah yang sebenarnya berjasa! Sebagai warga desa ini, kamu punya kesadaran diri. Kamu tidak sudi melihat orang-orang desamu menjadi orang bodoh!
Simbiosis mutualisme! Kalau orang-orang di desaku ini tidak punya rasa keingintahuan yang besar, tidak akan ada pengaruhnya juga aku jauh-jauh datang bawa mobil ini, kan?”
Benar juga!” jawab kak Rian, sembari manggut-manggut.
Jadi, kamu sudah menikah?” tanya kak Arya, mengubah topik pembicaraan.
Walaupun terkejut dengan pertanyaan aneh dan tiba-tiba itu, kak Rian menjawabnya, dengan wajah sendu, “Hampir! Tunanganku menyerah tepat seminggu sebelum kami akan menikah. Katanya dia berat melepas cinta lamanya!”
Baguslah!”
Kak Rian terbelalak mendengar ucapan kak Arya. “Apa maksudmu?”
Seharusnya dia menyesal sudah melepaskanmu, tapi aku bersyukur dia melakukannya. Karena sekarang giliranku membahagiakanmu!” Sembari mengatakan itu, kak Arya mengunci tatapan mereka. “Menikahlah denganku! Aku sudah memendam perasaanku ini sejak kita masih SMA, lho! Dan sepertinya kita berjodoh!
Kak Rian masih terbelalak, tapi sedetik kemudian ia tersenyum. “Sepertinya itu penawaran terbaik yang pernah kudengar!
Penyuka sastra tinggal di Mapagan Ungaran, - chobits_feranita87@yahoo.co.id



Tidak ada komentar:

Posting Komentar