Slogan kami

Redaksi Buletin Pustaka mengucapkan Selamat Hari Soempah Pemoeda, 28 Oktober 2013

Minggu, 29 Mei 2011

MANFAAT CALISTUNG

Oleh : Andi Gatot Anjas Budiman

Persoalan Ujian Nasional mencuat kembali seiring pergantian kabinet Indonesia bersatu, pergantian kebijakan tetap diiringi dengan konsekuensi ditingkat pelaksanaan proses pendidikan di sekolah – sekolah yang ada, baik negeri maupun swasta. Ujian Nasional merupakan gambaran tuntasnya belajar di tingkatnya masing-masing tingkatan sekolah formal. Karena tahapan ini sebagai syarat murid dalam menyelesaiakan tahapan belajarnya. Kehadiran sekolah yang diakhirinya Ujian Nasional memberikan kesan tuntasnya belajar di sekolah, tetapi hal lain adalah menimbulkan pertanyaan-pertanyaan sebagai rentetan kenyataan persoalan dampak dari ujian nasional, dengan kabar baik dan buruk dari dilakukannya ujian nasional sebagai ukuran keberahasilan belajar di persekolahan. Itu hanya sebuah pengantar dari persoalan gunung es tentang proses pendidikan yang ada. Kita akan melihat sisi lain dari proses pendidikan dari hasil sampai dampak selama proses pendidikan berjalan di Republik ini, mengambil contoh dari masih tingginya rendahnya kemampuan masyarakat (baca: peserta belajar) dalam membaca, menulis dan berhitung. Padahal kalau kita sadari calistung menjadi dasar bagi seorang manusia untuk menghadapi makna perubahan hidup. Konteks yang kita ambil bagaimana pendidikan itu mampu menjawab persoalan hidup dan memuliakan kehidupan, jika kita tarik lebih dalam tentang pendidikan. Calistung sebagai pintu membuka cakrawala pengetahuan bagi manusia, seharusnya dapat dikuasai oleh setiap insan manusia, tetapi kenyataannya keterbelakangan calistung mengakibatkan kemiskinan secara luas.
Kesadaran masyarakat dalam menggunakan peluang yang telah terbuka dari Negara sangat kurang dioptimalkan, pendidikan formal, non formal sebenarnya berpeluang besar dalam menyelesaikan persoalan ini. Kesadaran yang dari masyarakat seharusnya menjadi kunci keberhasilan calistung dalam masyarakat sendiri. Membaca fenomena hidup jauh lebih sulit dibandingkan dengan membaca huruf atau angka yang normatif, tetapi dilandasi kesadaran sebagai tumpuan belajar untuk menjalankan program calistung akan lebih realistis di jalankan, tidak hanya mampu menjawab soal-soal ujian nasional dengan meninggalkan persoalan baru dalam menjalankan pendidikan, dalam kerangka memuliakan kehidupan.
Jalan Lain Yang Sederhana
Sebagaimana diatas telah diuraikan sekelumit persoalan Ujian Nasional dan kelemahan-kelemahan mendasar dari masyarakat sendiri, perlu mencari terobosan jalan lain untuk menyelesaikan sekelumit persoalan tersebut. Calistung sebagai dasar berdirinya kualitas pendidikan di Republik ini, tidak hanya sekedar mampu mengerjakan soal-soal Ujian Nasional tetapi jauh lebih dari pada itu. Tanggung jawab masyarakat secara umum sangat besar dalam menyelesaikan persoalan calistung di dalam masyarakat sendiri, jalan yang bisa ditempuh diantaranya dengan model yang dianggap lama : mengembalikan mencongak,bercerita di depan kelas,menjelaskan gambar – gambar yang digambar oleh mereka. Tahapan sederhana ini memperkaya imajinasi peserta belajar atau siapa saja untuk memperkaya pengetahuan bagi dirinya sendiri. Berangkat dari paham akan yang mereka lakukan dalam menjalankan kehidupan, keberanian untuk berkembang dan menambah pengetahuan akan semakin kuat pula.
Keinginan untuk maju dengan sendiri kemampuan membaca, menghitung dan menulis akan mengalir dengan sendiri, karena kesadaran yang tumbuh dan kritis telah mengakar dalam jiwa setiap peserta belajar. Dampak dari hal sederhana tersebut akan sendirinya berjalan terpenuhinya pengetahuan membaca, menulis dan berhitung bagi peserta belajar atau masyarakat khususnya yang belum tuntas membaca, menulis dan berhitung. Kata kunci untuk berhasilnya pembelajaran ini adalah bagaimana menumbuhkan peserta belajar untuk didorong dan di berikan semangat dalam bentuk apresiasi yang bermakna, sehingga keinginan belajar dan belajar semakin kuat. Mencongak, bercerita dan menjelaskan gambar hanya sebagian kecil jembatan untuk menperkuat pengetahuan bagi masyarakat umumnya, sebagai tahapan awal memberantas buta huruf dan angka, sebab membaca, menulis dan mengitung dalam makna ini adalah tidak secara normatif tetapi bagaimana jauh kedepan membaca, menulis dan menghitung dapat mengisi kehidupan yang lebih bermartabat.(*/Penulis adalah pemerhati pendidikan, tinggal di Jubelan Sumowono)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar