Slogan kami

Redaksi Buletin Pustaka mengucapkan Selamat Hari Soempah Pemoeda, 28 Oktober 2013

Minggu, 29 Mei 2011

Perpustakaan Desa

Oleh : Meka Nitrit Kawasari, S.S

Apa yang terbesit di benak kita ketika mendengar istilah “Perpustakaan Desa”? Perpustakaan yang terletak di desa? atau mungkin perpustakaan bagi orang-orang pedesaan atau bahkan perpustakaan yang dibuat oleh orang-orang desa?
Kita perlu tahu bahwa perpustakaan tidak hanya di sekolah, kampus dan di instansi pemerintah maupun swasta.
Menurut PNM Titi Teras, perpustakaan desa adalah sebuah perpustakaan kecil yang ditempatkan di suatu kawasan yang mempunyai ramai penduduk. Adanya perpustakaan desa ini agar masyarakat dapat menikmati kemudahan dalam membaca dan mendapatkan sarana keilmuan yang lengkap, luas dan menyeluruh. Harapannya dengan adanya perpustakaan desa, pengetahuan masyarakat desa menjadi lebih baik.
Tantangan yang dihadapi dunia perpustakaan di masa lampau, sekarang dan mendatang tentunya berbeda. Semakin lama dan panjangnya masa itu semakin banyak dan rumit pula tantangan yang ada. Penyediaan informasi diharapkan dapat selalu mengikuti perkembangan ketersediaan informasi maupun perkembangan pengguna informasi.
Menurut Badan Pusat Statistik terdapat 72.000 desa di Indonesia. Tentunya banyak masyarakat desa yang haus akan informasi dan pengetahuan dalam kesehariannya. Akan tetapi mungkin perpustakaan yang terdapat di wilayahnya jauh dari jangkauan masyarakat desa. Entah karena kendala jarak, transportasi maupun medan. Atau bahkan belum terdapat perpustakaan yang memadai di wilayah mereka tinggal.
Permasalahan ini pasti muncul setiap waktunya dengan seiring berkembangnya jumlah penduduk dan desa di Indonesia. Siapakah yang harus bertanggungjawab???Tentunya kita bersama, bukan hanya pemerintah atau Perpustakaan Daerah dan para pustakawan. Akan tetapi tetaplah bahwa pemerintah yang menjadi ujung tombaknya. Hal ini di dukung dengan adanya UU No. 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan bahwasannya pemerintah berkewajiban untuk menggalakkan promosi gemar membaca dan mendorong pemanfaatan perpustakaan seluas-luasnya oleh masyarakat serta menjamin ketersediaan layanan perpustakaan secara merata di seluruh pelosok tanah air termasuk memfasilitasi penyelenggaraan perpustakaan di daerah.
Sampai saat ini banyak terbentuknya perpustakaan desa bukan atas campur tangan pemerintah. Hal ini terjadi karena pemerintah belum tentu dapat membentuk perpustakaan desa secara sekejab mata dalam beberapa hari saja di setiap desa yang terdapat di seluruh Indonesia. Oleh karena itu peran kita bersama diperlukan di sini. Pada masa sekarang telah banyak bermunculan para pemerhati perpustakaan yan peduli dengan perpustakaan.
Merekapun akhirnya mendirikan perpustakaan sendiri di lingkungan mereka dengan memanfaatkan rumah mereka atau lahan kosong yang ada. Perpustakaan ini sering disebut taman bacaan bagi masyarakat, tentunya dengan fasilitas dan program yang beranekaragam. akan tetapi tidak semua mempunyai program dan fasilitas yang memadahi. Banyak pula yang hanya bertujuan sebagai tempat bacaan dan pinjam buku. Hal ini lebih dari cukup jika melihat perkembangan Ilmu pengetahuan dan kebutuhan masyarakat pembaca yang semakin pesat setiap tahunnya.
Dalam perkembangannya tidak hanya para personal pemerhati perpustakaan yang mau dan peduli mengembangkan perpustakaan khususnya perpustakaan desa. Gerakan Pramuka pun peduli akan pasang surutnya Perpustakaan Desa. Hal ini telah lama dilakukan oleh Gerakan Pramuka Kwartir Daerah 11 Jawa Tengah. Dimana di setiap kegiatan perkemahan besar, entah itu pekemahan bakti, perkemahan Satuan Karya, Jambore, Raimuna sering diselipkan kegiatan bakti pembuatan perpustakaan desa atau sekedar menyumbangkan buku bacaan baik fiksi maupun non fiksi pada desa tempat kegiatan berlangsung. Kegiatan besar ini setiap tahunnya bergantian pada Kab/Kota di Jawa Tengah. Pembuatan perpustakaan desa yang dilakukan oleh Pramuka Penegak dan Pandega baru sebatas pendesainan dan pembuatan tempat, penataan buku serta sumbangan buku, karena untuk gedung telah tersedia di desa tempat bakti. Seperti pembuatan perpustakaan desa pada kegiatan Perkemahan Wirakarya Daerah di Klaten Tahun 2006. Kemudian pada kegiatan Raimuna Daerah di Cilacap tahun 2009 yang sebatas penataan buku dan inventarisasi buku. Berikutnya Perkemahan Bakti saka Bhayangkara Tahun 2009 di Purbalingga yang baru dapat menyumbangkan buku bacaan ke sebuah desa dan sekolah. Serta banyak kegiatan yang di dalamnya terdapat kegiatan bakti dalam peranannya menggalakkan gemar membaca bagi masyarakat di desa melalui perpustakaan desa.
Dengan anggaran yang tidak terlalu banyak, perpustakaan desa dapat terbentuk karena adanya kepedulian dan kerjasama antar personal yang ada. Biasanya di setiap kegiatan perkemahan daerah, Kwarda Jateng mewajibkan para peserta membawa satu buku fiksi atau non fiksi untuk salah satu syarat kelengkapan administrasinya.
Kemudian apa yang dianggap sulit dengan kemudahan teknologi pada saat ini untuk membentuk perpustakaan desa atau perpustakaan pribadi yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat sekitar. Tentunya hal ini harus menjadi perhatian kita bersama tidak hanya beberapa orang saja. Demi meningkatkan kegemaran membaca bagi masyarakat yang tidak mencakup pada anak kecil dan remaja saja, tetapi juga orang dewasa. Serta demi meningkatkan dan memenuhi kebutuhan pengetahuan dan informasi masyarakat umum khususnya masyarakat desa yang jauh dari perkotaan dan mempunyai penghasilan menengah ke bawah yang mungkin tidak ada dana untuk mengkoleksi buku. (*/penulis adalah pemerhati perpustakaan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar