Slogan kami

Redaksi Buletin Pustaka mengucapkan Selamat Hari Soempah Pemoeda, 28 Oktober 2013

Minggu, 29 Mei 2011

PERAN PERPUSTAKAAN DAN BUDAYA BACA

laporan utama

Membaca sebagai salah satu kegiatan pengayaan pengetahuan menjadi salah satu indikator kemajuan peradaban sebuah bangsa. Sayangnya beberapa fenomena yang terjadi di tanah air menunjukkan bahwa budaya baca masyarakat kita masih belum tinggi. Pengaruh budaya barat melalui berbagai media termasuk internet mempengaruhi pilihan perilaku bangsa kita. “Salah satu kekuatan menangkal budaya yang tidak sesuai dengan etika kita adalah merubah perilaku budaya masyarakat lewat bacaan yang mendidik,” kata Yuniwati Yuventia, alumnus Magister Ilmu Komunikasi UNPAD Bandung. Yuniwati mengatakan hal itu saat menjadi pemakalah dalam kegiatan forum SKPD Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Semarang di Ungaran belum lama ini.
Menurut Yuni, sapaan akrabnya, masyarakat Indonesia bukannya tidak bisa membaca (cannot read) namun tidak biasa membaca (do not read). Karenanya, perlu meningkatkan budaya baca masyarakat agar tercipta reading society sekaligus menuju masyarakat belajar (learning society).
Perpustakaan menjadi sebuah lembaga yang dianggap Yuniwati penting untuk mendukung upaya pencapaian itu. Pemerintah sebagai penyelenggara negara tidak hanya berpangku tangan menyiapkan perpustakaan sebagai ujung tombak peningkatan budaya baca. Landasan yuridis formal seperti UU nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan dan keppres Nomor 11 tahun 1989 mengatur secara tegas peran dan kedudukan perpustakaan itu.
Dikatakan lebih lanjut, perpustakaan dapat melakukan berbagai kegiatan agar tugas dan fungsinya tersebut dapat berhasil guna dan bergerak sangkil. Diantaranya promosi buku koleksi terbaru, pekan kunjungan perpustakaan, lomba menulis karya ilmiah, membentuk kelompok pembaca, lokakarya peningkatan mutu sumber daya manusia pengelola perpustakaan maupun menjalin kerja sama dengan lembaga pendidikan di berbagai tingkatan.
Sementara itu Kepala Kantor Perpustakaan Daerah Nelly Rahmawati SH MHum menambahkan pihaknya telah mengembangkan potensi perpustakaan agar berfungsi maksimal. Diantara potensi itu adalah 70 perpustakaan desa (data per Januari 2010), UPT Perpustakaan Ambarawa, dua pos baca di RSUD Ungaran dan Kantor Kecamatan Bandungan dan dua unit mobil perpustakaan keliling. “Pengembangan perpustakaan di arahkan pada terwujudnya minat dan budaya baca masyarakat,” tegas Nelly.
Pengembangan perpustakaan desa, misalnya, mendapat dukungan dana APBD Kabupaten Semarang. Selain sarana dan prasarana, peningkatan mutu sumber daya manusia pengelola perpustakaan juga mendapat perhatian. “Pendampingan pengembangan perpustakaan desa juga melibatkan tenaga fungsional pustakawan,” tambahnya.
Diharapkan nantinya setiap desa / kelurahan memiliki perpustakaan yang memadai dan mampu memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat.
Selain memberdayakan perpustakaan, Yuniwati yang juga pengajar luar biasa di Fakultas Ilmu Budaya UNDIP Semarang menyebut peran keluarga, sekolah dan masyarakat dapat menjadi penopang keberhasilan upaya peningkatan dan pembentukan budaya baca. “Penyediaan bahan bacaan bermutu di rumah maupun memasukkan kegiatan membaca dalam arti luas pada kurikulum pengajaran dapat menunjang upaya menumbuhkan kegemaran membaca,” tuturnya.
Di tingkat masyarakat, perlu juga diupayakan pencitraan perpustakaan sebagai tempat yang menghibur dan bisa menjadi wahana rekreasi keluarga yang menarik. Untuk itu para pengelola perpustakaan dituntut untuk kreatif dan inovatif menjadikan perpustakaan memiliki daya tarik tersendiri.
Di hipotesa akhir makalahnya, Yuniwati menyebutkan upaya pengentasan rendahnya minat baca masyarakat harus dilakukan secara simultan oleh segenap pemangku kepentingan. “Jadikan perpustakaan sebagai pusat informasi sekaligus menambah ilmu dan pelestari budaya bangsa bernama membaca,” pungkasnya. (*/junaedi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar