Slogan kami

Redaksi Buletin Pustaka mengucapkan Selamat Hari Soempah Pemoeda, 28 Oktober 2013

Selasa, 10 Mei 2011

Perlukah Perpustakaan Membangun Corporate Image ?

Perlukah Perpustakaan Membangun
Corporate Image ?
Oleh : Zulaekah

            Beberapa tahun yang lalu saya pernah diajak ngobrol salah seorang PNS yang saat itu merasa kewalahan dengan pekerjaan yang dihadapinya.”Saya pengen pindah ke perpustakaan saja, di sana kan saya bisa istirahat, santai, selonjor sambil menata buku-buku tua”, begitu katanya. Kemudian saya bertanya kepadanya “Pernah ke Perpustakaan Daerah?” “belum”, jawabnya polos.
            Naif sekali kedengarannya bukan? tetapi itulah salah satu image  yang berkembang di kalangan PNS sendiri, yang tentunya PNS yang belum pernah berkunjung ke perpustakaan. Bukan salah mereka jika mereka memiliki image semacam itu. Lembaga Perpustakaanlah yang pantas disalahkan, karena kurang gigih dalam membangun image yang positif.
Image positif dari konsumen, masyarakat dan stake holder terhadap lembaga/ organisasi/ perusahaan kita perlu ditumbuhkan. Menurut Wilson Arafat (2006 : 27), hal ini penting karena persepsi seseorang terhadap perusahaan / lembaga berdasar atas apa yang mereka kira tentang perusahaan / lembaga yang bersangkutan, dan dapat saja dipandang berbeda secara diametral sesuai dengan kaca mata atau sudut pandang yang dipakai. Dengan demikian suatu perusahaan lembaga harus berupaya sedemikian rupa agar masyarakat luas tidak mempunyai persepsi yang menyimpang. Jangan sampai perusahaan / lembaga handal dan berkinerja baik dengan segenap hak dan tanggung jawab yang mereka junjung tinggi ditafsirkan masyarakat luas dengan cara yang sangat berbeda. Oleh karena itu dibutuhkan upaya yang cerdik agar corporate image yang dibangun dengan benar-benar powerful tertanam dibenak target pasar / konsumen yang dibidik dan segenap stake holder sesuai dengan apa yang hendak dibangun, dijaga, dan diinginkan oleh suatu perusahaan / lembaga.
Hal semacam ini tentunya juga berlaku bagi perpustakaan, mengingat perpustakaan juga membutuhkan pengguna dan stake holder untuk kelangsungan aktivitas dan masa depan organisasinya.
Guna menciptakan image yang positif tentunya diperlukan strategi yang jitu dalam membangun image. Keberhasilan strategi ini ditentukan oleh beberapa faktor. Wilson Arafat (2006 : 27) mengemukakan 5 faktor penentu bagi keberhasilan image, yaitu :
1.   Image dibangun berdasarkan orientasi manfaat yang dibutuhkan dan diinginkan kelompok sasaran.
2.   Manfaat yang ditonjolkan realistis.
3.   Image yang ditonjolkan sesuai dengan kemampuan perusahaan / lembaga
4.   Image mudah dimengerti kelompok sasaran.
5.   Image merupakan sarana dan bukan tujuan.        
     
            Lalu bagaimana aplikasinya pada  perpustakaan?
            Guna membangun image, perpustakaan harus berpedoman pada visi dan misi yang dimilikinya. Sebagai contoh misalnya visi yang dicanangkan oleh Perpustakaan adalah terwujudnya budaya baca masyarakat, dengan misi misalnya :
1.      Menumbuhkan kebiasaan membaca sejak usia dini.
2.      Menumbuhkan minat baca dan belajar sepanjang hayat.
3.      Menumbuhkan pribadi yang cerdas, berbudaya, terampil dan mandiri.
            Pokok-pokok dari visi misi tersebut harus benar-benar ditanamkan dulu dikalangan pengelola perpustakaan, sehingga mereka bisa memahami, menghayati dan melaksanakan dengan penuh kesadaran segala hal yang berkaitan dengan pencapaian visi misi tersebut, baik secara pribadi dalam kehidupan sehari-hari maupun kedinasan. Dengan demikian pada saat mereka diterjunkan ke tengah-tengah masyarakat untuk mendukung tercapainya visi misi tersebut,  mereka tidak hanya sekedar menyampaikan teori tanpa kesan, tetapi berbagi pengalaman yang menyenangkan terkait dengan buku bacaan.
            Beberapa contoh konkrit berbagi pengalaman menyenangkan tersebut misalnya  menyampaikan / menceritakan :
v  Keberhasilannya mengatasi berbagai persoalan hidup dengan memanfaatkan buku bacaan.
v  Peningkatan kualitas spiritual setelah banyak membaca buku-buku agama.
v  Penguasaan berbagai ketrampilan dengan mencontoh buku-buku ketrampilan.
v  Melejitnya kreatifitas anak-anak karena gila membaca.
v  dan seterusnya.
            Tentu saja semua yang disampaikan disesuaikan dengan suasana dan perkiraan tentang hal-hal yang diminati sasaran yang dihadapi. Selain menyampaikan keberhasilan semacam itu, pengelola perpustakaan harus senantiasa memanfaatkan berbagai kesempatan yang ada untuk menyampaikan atau sekedar menceritakan berbagai kegiatan ekstra perpustakaan dalam rangka menjadikan perpustakaan sebagai rumah pintar masyarakat di segala lapisan.
            Selain pemanfaatan media promosi face to face semacam ini, berbagai bentuk promosi lainnya tetap perlu terus dilakukan. Bentuk promosi yang dapat dilakukan oleh lembaga perpustakaan antara lain adalah :
v  Periklanan
v  Promosi pelayanan
v  Hubungan masyarakat / publisitas
v  Penjualan personal
v  Pemasaran langsung melalui Perpustakaan keliling sebagai upaya mendekatkan layanan kepada masyarakat.
Semua bentuk komunikasi tersebut memiliki tujuan yang sama, yaitu :
v  Memasukkan sesuatu ke dalam pikiran konsumen / khalayak yang menjadi target sasaran (kognitif)
v  Mempengaruhi dan mengubah sikap konsumen / khalayak yang menjadi target sasaran (afektif)
v  Mendorong perilaku konsumen / khalayak untuk bertindak (behavior)
     
            Agar komunikasi yang disampaikan dalam langkah-langkah di atas dapat mencapai hasil yang diharapkan, masalah yang tidak boleh dilupakan adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengguna perpustakaan. Helen Coote dan Bridget Batchelor (1997 : 8) mengemukakan 9 informasi kunci untuk menganalisis pelanggan /pengguna barang dan jasa yang kita sajikan, yaitu sebagai berikut :
a.   Siapakah mereka ?
b.   Bagaimana karakteristik mereka ?
c.   Apa yang menjadi pertimbangan mereka untuk menggunakan layanan perpustakaan kita ?
d.   Layanan seperti apa yang mereka inginkan saat ini ?
e.   Layanan seperti apa yang mereka inginkan di masa mendatang ?
d.   Layanan seperti apa yang mungkin akan dapat mempengaruhi mereka untuk menggunakan jasa perpustakaan kita di masa mendatang ?
e.   Apakah persepsi dan bayangan mereka terhadap perpustakaan kita ?
f.    Apakah keuntungan-keuntungan yang ingin mereka dapatkan dari apa yang kita tawarkan ?
g.   Faktor-faktor apa yang menentukan keputusan mereka menggunakan layanan yang kita tawarkan ?
            Selain menganalisa konsumen / pengguna, hal yang tidak boleh dilupakan adalah issue-issue strategis yang berkaitan dengan strategi pemasaran, diantaranya adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Helen Coote dan Bridget Batchelor (1997 : 15). Menurutnya hal-hal penting yang perlu diperhatikan adalah :
a.   Segmen pasar mana yang akan kita layani ?
b.   Apa yang akan kita layankan  kepada mereka ?
c.   Berapa jumlahnya ?
d.   Bagaimana caranya ?
e.   Bagaimana kita akan memposisikan diri dihadapan mereka ?     
           
            Jika berbagi hal yang berkaitan dengan promosi perpustakaan tersebut didukung dan dilakukan oleh semua insan pengelola perpustakaan, lambat laun image negatif perpustakaan akan berbalik menjadi sangat positif dan dibutuhkan oleh kelompok sasaran. Semoga !
Staf Pelayanan Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Semarang
           
☺☺☺☺☺



Tidak ada komentar:

Posting Komentar