Slogan kami

Redaksi Buletin Pustaka mengucapkan Selamat Hari Soempah Pemoeda, 28 Oktober 2013

Kamis, 26 Januari 2012

Menanamkan Kebiasaan Membaca Sejak Dini

Menanamkan Kebiasaan Membaca Sejak Dini
Oleh: Wachid El Khwarizm

Siapa yang paling bertanggung-jawab menanamkan minat baca pada anak ??? Ya, jawabnya adalah Orang Tua!
Anak-anak yang gemar membaca ternyata mempunyai orangtua yang bersedia melakukan hal-hal yang sangat khusus untuk menanamkan kecintaan membaca ke dalam diri anak-anaknya.
Rasanya tidak perlu dipertanyakan lagi mengapa perlu menanamkan minat baca semenjak dini.karena apapun itu kebiasaan baik yang ingin kita tanamkan pada anak, memang sebaiknya dilakukan sedini mungkin. Pada usia itu, ada periode dimana anak senang menirukan perilaku orang dewasa, layaknya mesin fotocopy... sesuai dengan apa yang direkamnya.
Saya salut kepada seorang sahabat yang – saya tidak tahu mengapa - kebablasan tidak suka membaca, dengan berbagai alasan termasuk punya kebiasaan begitu pegang buku langsung mengantuk, sibuk kerja, capek setelah bekerja dan lain-lain. Namun dia tetap mencoba memberikan contoh yang baik, meluangkan waktunya untuk "nampak" gemar membaca didepan anaknya, walaupun hanya melihat gambar-gambar saja. Mengajak anaknya berkunjung ke Perpustakaan walaupun – saya berani taruhan - dia sendiri pusing melihat berbagai macam buku berjajar di rak. Dia juga menekan kebutuhannya sendiri seperti merokok dan jajan makanan enak untuk dapat membelikan buku untuk anaknya. Alhasil dirumahnya banyak buku-buku untuk anak-anak.
Elly Damaiwati dalam bukunya : "Karena Buku Senikmat Susu" memperingatkan kita semua: "Anda boleh jadi kaya raya sehingga mampu mewariskan harta yang banyak buat anak-anak Anda. Namun, jika Anda tidak mewariskan kebiasaan membaca maka percayalah, sesungguhnya Anda tengah mempersiapkan anak-anak Anda untuk menderita". 
Sedangkan Mary Leonhardt dalam Bukunya "99 Cara menjadikan Anak Anda keranjingan Membaca" mengatakan : "Kecintaan membaca adalah salah satu kebahagian utama dalam hidup. Bersantai di kursi yang empuk, di teras yang hangat, sambil membaca cerita menyeramkan; berbaring di tepi pantai seraya tertawa membaca komik yang lucu; tertidur pulas ketika sedang membaca novel percintaan yang romantis adalah sekedar contoh kebahagiaan itu. Tanpa kesenangan-kesenangan ini, hidup akan terasa lebih gelap dan lebih membosankan".
Tidak perlu diperdebatkan lagi bagaimana efeknya membacakan cerita untuk anak, bahkan saat ini sebagian orang tua membacakan buku pada "janin" yang dikandung untuk memupuk keterikatan anak pada buku sejak ia belum dilahirkan ke dunia.
Sebagian besar "pakar" motivasi membaca, sepertinya sepakat memusuhi TV sebagai salah satu faktor rendahnya minat baca. Memang cukup sulit untuk menghindari hal yang satu ini. Namun sebaiknya kita tahu mengenai fakta mengenai isu ini.
Masih dalam Buku-nya "Karena Buku Senikmat Susu", Elly Damaiwati memberikan beberapa hal yang perlu kita waspadai berikut ini :
Pada usia 0-3 tahun anak yang sering melihat TV terganggu perkembangan otaknya, yang berdampak pada perkembangan bicara, kemampuan bicara verbal dan pemahamannya. Pada usia 0-5 tahun akan menghambat kemampuan dalam mengekspresikan tulisan, anak cenderung agresif dan konsumtif. Bahasa TV yang singkat, membuat anak ketagihan dan malas belajar. jadi tak suka berpikir linier, tak kreatif, fisik dan mental terganggu, metabolisme terganggu. TV adalah "pencuri waktu", pengaruhnya bagi anak yang sering melihat TV, otaknya cenderung istirahat dan malas karena anak terbiasa menerima saja. Tak perlu usaha untuk melihat TV. TV membuat anak/seseorang pasif, padahal untuk mengembangkan kualitas diri perlu aktif.
Anak cenderung anti sosial, banyak menonton TV terutama pada masa balita, berpengaruh pada sistem kontrol eksekutif otak atau prefrontal cortex, yang bertanggung jawab terhadap perencanaan, pengorganisasian dan perilaku sekuensing untuk kendali diri, penilaian akhlaq dan perhatian.
Penyehatan Otak dari dr. Khalsa, yang menghubungkan kesehatan otak dengan TV, menyebutkan TV menjadikan otak pasif, melumpuhkan kemampuan berfikir kritis, merusak terutama sekali kecerdasan spasial pada otak sebelah kanan. Tetapi bahaya dari TV yang paling besar adalah mengalihkan perhatian orang dari membaca (buku).
Mari, kita matikan TV hidupkan buku…!
*/Pengelola TBM Nurul Fatah Gemawang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar